Manajemen waktu sering dipromosikan sebagai kunci kesuksesan pribadi dan profesional. Banyak buku, seminar, hingga konten media sosial yang menyodorkan strategi dan teknik agar waktu bisa digunakan dengan maksimal. Sayangnya, sebagian narasi tentang manajemen waktu justru memberi tekanan tambahan alih-alih menciptakan ruang yang lebih sehat. Alih-alih membantu mengelola prioritas, narasi-narasi ini malah menyulut rasa bersalah ketika tidak produktif.
Fenomena ini bisa jadi tidak disadari, karena muncul dengan kemasan yang terlihat bijak dan memotivasi. Namun di balik kalimat-kalimat penuh semangat itu, ada tekanan tak kasat mata yang terus mendorong seseorang untuk bekerja tanpa henti. Ketika waktu diukur hanya dengan hasil atau produktivitas, maka istirahat pun dianggap kemunduran. Inilah saatnya melihat lebih jernih beberapa narasi manajemen waktu yang ternyata bisa berdampak negatif pada kesejahteraan mental.