Ilustrasi muslim (pexels.com/Michael Burrows)
Ketahuilah, bahwa wujud dari keimanan dan ketakwaan adalah dengan melakukan syariat-syariat Allah secara berkelanjutan. Muara syariat tidak lain kecuali adalah kebaikan-kebaikan, baik kebaikan di dunia maupun kebaikan di akhirat. Tinggal bagaimana kita menjalankan aneka kebaikan yang sudah digariskan agama dan diajarkan oleh para ulama terdahulu dengan konsisten. Konsisten atau istikamah inilah yang kadang masih menjadi PR untuk kita bersama. Orang yang istikamah melakukan kebaikan-kebaikan akan diperhatikan oleh Allah SWT dengan diberikan balasan mulia, yaitu surga-Nya. Semoga kita termasuk hamba yang istikamah dalam takwa. Amin. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS Fushshilat [41]: 30)
Jemaah Jumat yang dimuliakan Allah.
Sangat beruntung menjadi hamba yang istikamah melaksanakan kebaikan, lantaran ia mendapatkan kepastian dari Allah SWT berupa keselamatan hingga kelak meraih surga-Nya, sebagaimana makna dalam ayat di atas. Pada kesempatan yang mulia ini, mari kita bersama-sama meneguhkan kembali keistikamahan kita akan keimanan, ketakwaan, dan sekaligus kebaikan-kebaikan.
Memperbanyak ibadah kepada Allah SWT tentu sangat baik, sebagai bentuk manifestasi dari kehambaan kita. Namun, akan lebih baik lagi dilakukan secara istikamah, bukan saja di momentum-momentum tertentu kita beribadah dengan sungguh-sungguh. Istikamah ini yang paling penting diperhatikan. Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah mencintai ibadah yang dilakukan dengan konsisten meskipun sedikit.
Artinya, “Sungguh, ibadah yang paling dicintai oleh Allah adalah ibadah yang paling konsisten sekalipun sedikit.” (HR Muslim)
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, menuliskan, bukan termasuk kebaikan bila suatu perbuatan tidak bisa dilakukan dengan istikamah. Suatu ibadah bisa dinilai baik jika pelakunya sudah bisa mengerjakan dengan penuh konsisten. Jika tidak, maka sama halnya ibadah itu tidak memiliki nilai apa-apa, bahkan iman seseorang belum sepenuhnya dikatakan sempurna sebelum ia bisa menjadi hamba yang istiqomah.
Menjaga keistikamahan memang diperintahkan agama. Al-Qur’an maupun hadis kerap kali menyinggung tentang pentingnya menjadi hamba yang istikamah dengan kebaikan-kebaikan. Istikamah memang tidak mudah dilakukan, tetapi bukan berarti tidak bisa dicapai. Kita perlu memantapkan niat untuk menjadi hamba yang dicintai Allah dengan istikamah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Dan tetaplah (istikamah beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti keinginan mereka dan katakanlah, ‘Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu’.” (QS. Asy-Syura [42]: 15)