5 Novel tentang Pendewasaan Diri saat Usia Tak Lagi Remaja

Siapa bilang pendewasaan diri hanya terjadi saat remaja atau awal 20-an? Dalam kehidupan nyata, banyak orang justru mulai mengenal diri mereka yang sebenarnya ketika usia sudah tak lagi muda. Novel-novel berikut menyoroti tokoh-tokoh yang menjalani proses pencarian makna hidup, cinta, hingga kebebasan emosional justru saat telah melewati masa muda yang penuh gejolak.
Kelima novel berikut ini menampilkan sisi manusia yang kompleks. Dari perempuan yang mencoba lepas dari pernikahan buruk hingga penulis yang bergulat dengan kesedihan dan ketidakpastian hidup, setiap novel berikut membuktikan bahwa tidak ada kata terlambat untuk tumbuh.
1. Trespasses – Louise Kennedy

Berlatar di Belfast tahun 1975 saat konflik berdarah The Troubles sedang memuncak, Trespasses menyuguhkan kisah penuh ketegangan dari awal hingga akhir. Tokohnya, Cushla, adalah seorang guru yang harus mengurus murid-muridnya, ibunya yang kecanduan alkohol, dan pub milik keluarganya yang hampir bangkrut.
Hidupnya yang sudah rumit menjadi semakin berbahaya ketika ia menjalin hubungan rahasia dengan seorang pengacara Protestan yang jauh lebih tua dan sudah menikah. Hubungan ini bukan hanya urusan cinta terlarang, tapi juga menyentuh isu-isu berat seperti perbedaan kelas sosial, politik, hingga pilihan moral di tengah konflik.
Melalui novel ini, Kennedy menyajikan potret tajam tentang bagaimana seseorang bisa tumbuh dewasa bukan hanya karena usia, tapi karena harus bertahan dan mencari makna di tengah dunia yang terus-menerus berubah.
2. Luster – Raven Leilani

Luster menceritakan Edie, perempuan kulit hitam yang hidup di apartemen sempit New York, lalu pindah ke lingkungan kelas menengah di New Jersey demi tinggal bersama kekasihnya. Yang bikin situasinya makin rumit, si kekasih sudah menikah dan istrinya secara tidak langsung mengizinkan hubungan itu. Edie semacam menjadi pengasuh untuk anak angkat mereka yang juga kulit hitam.
Lewat premis yang unik dan janggal ini, Leilani mengupas identitas, ras, dan keterasingan dengan gaya penulisan yang tajam dan padat. Ini bukan novel yang memberi pelajaran moral, melainkan menunjukkan bagaimana seseorang dikelilingi situasi kompleks dan sistem yang tidak adil. Edie bukan tokoh sempurna dan justru itulah yang membuat kisahnya terasa relevan.
3. The Divorcees – Rowan Beaird

Lois adalah perempuan muda di era 1950-an yang baru saja menceraikan suaminya yang posesif. Tapi karena sistem hukum yang kaku dan bias gender, satu-satunya jalan keluar adalah pergi ke ranch perceraian di Reno, Nevada, untuk tinggal enam minggu agar bisa dianggap sebagai warga negara bagian tersebut.
Di sana, ia bertemu dengan para perempuan lain yang juga berjuang mencari kebebasan dari pernikahan yang menyakitkan. Pengalaman di ranch ini menjadi semacam proses pembentukan diri bagi Lois, yang awalnya sangat tertutup dan takut mengambil keputusan besar. Kehidupan barunya membawa risiko dan godaan, tapi juga rasa percaya diri yang baru.
Novel ini menunjukkan bahwa pendewasaan diri tidak selalu datang dengan usia muda, melainkan kadang hadir setelah keputusan dan ketakutan besar di usia yang lebih matang.
4. Five-Star Stranger – Kat Tang

Tokoh utama novel ini dikenal hanya sebagai “Stranger,” seorang pria yang disewa lewat aplikasi Rental Stranger. Ia bisa menjadi apapun yang dibutuhkan: teman pura-pura, pasangan palsu, hingga ayah sewaan. Salah satu perannya adalah menjadi ayah mingguan bagi seorang gadis kecil bernama Lily, yang perlahan mulai sadar bahwa ayahnya bukanlah sosok sungguhan dalam hidupnya.
Tang menghadirkan kisah unik dan penuh ironi tentang koneksi emosional di dunia modern. Seiring waktu, kehidupan Stranger yang penuh topeng mulai retak memaksanya menghadapi siapa dirinya yang sebenarnya. Dalam novel ini, pendewasaan tidak datang dari sekolah atau keluarga, tetapi dari rutinitas pura-pura yang akhirnya mengajarkan makna hubungan nyata.
5. Writers & Lovers – Lily King

Casey adalah seorang penulis berusia 31 tahun yang tinggal di rumah kecil bekas gudang, bekerja sebagai pelayan restoran, dan masih terjebak dalam duka setelah kehilangan ibunya. Hidupnya seperti jalan buntu, tetapi ada dua pria yang menawarkan jalan hidup yang sangat berbeda: satu stabil dan aman, satu lagi penuh risiko dan kebebasan.
Yang membuat novel ini begitu menarik adalah bagaimana King berhasil menyulap situasi hidup yang penuh tekanan menjadi bacaan hangat dan membesarkan hati. Casey bukan lagi remaja, tapi ia masih bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang siapa dirinya dan apa yang ia inginkan.
Proses pendewasaan tidak berhenti di usia 20-an dan Casey adalah bukti bahwa kadang baru di usia 30-an kita mulai benar-benar memilih arah hidup kita sendiri.
Kalau kamu menyukai kisah tentang pencarian jati diri atau tokoh yang tumbuh lewat pengalaman hidup yang pahit manis, lima novel ini patut kamu coba. Mana dari kelima kisah ini yang paling terasa dekat dengan pengalamanmu sendiri?