Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Aleta Hanafi, Brand and Communication OCBC (kiri), Phillia Wibowo, Partner and Leader of People & Organizational Performance Practice, Southeast Asia, McKinsey & Company (tengah), dan aktor Denny Sumargo (kanan) dalam Media Talks "Mitos vs. Meritokrasi" pada Selasa (4/3/2025) di CGV FX Sudirman. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Jakarta, IDN Times - Jelang peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret mendatang, perusahaan perbankan PT Bank OCBC NISP Tbk ‘OCBC’ atau biasa disebut OCBC, mengampanyekan gerakan advokasi #BaiknyaBarengBareng. Lewat Media Talks yang diadakan pada Selasa (4/3/2025) di CGV FX Sudirman, OCBC mengangkat topik "Mitos vs. Meritokrasi".

Lewat acara tersebut, OCBC memberi edukasi seputar meritokrasi yang mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat. Bahwasanya, kemajuan dapat diraih apabila ada kolaborasi kekuatan tanpa mengkotak-kotakkan peran dengan prinsip meritokrasi sebagai fondasinya. Berikut ulasannya.

1. Apa itu meritokrasi?

Lili S. Budiana, Direktur OCBC, dalam Media Talks "Mitos vs. Meritokrasi" pada Selasa (4/3/2025) di CGV FX Sudirman. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Sejatinya, meritokrasi adalah fondasi memupuk kesetaraan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan memberdayakan setiap orang untuk meraih potensi terbaiknya. Dalam meritokrasi, setiap orang dinilai berdasarkan prestasi dan kompetensi yang objektif. 

Dengan pemahaman akan meritokrasi yang baik, peluang yang setara untuk semua orang akan tercipta. Bias apa pun, termasuk gender, tidak akan memengaruhi seseorang karena yang dilihat hanyalah kemampuannya.

"Kita semua harus saling dilihat dari kemampuan kita, mau bekerja keras, mau sama-sama berjuang, mau sama-sama melengkapi, mau sama-sama membantu berkolaborasi untuk menghasilkan satu hasil yang baik di tempat kita bekerja, yang pada akhirnya dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitar kita," ujar Lili S. Budiana, Direktur OCBC.

2. Laporan tahunan McKinsey and Company melihat kesetaraan gender di level manajemen korporat cenderung lambat

Para narasumber dan host dalam Media Talks "Mitos vs. Meritokrasi" pada Selasa (4/3/2025) di CGV FX Sudirman. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Laporan tahun 2024 McKinsey and Company mengenai kesetaraan gender di tempat kerja yang berjudul Women in the Workplace, melihat bahwa selama 10 tahun terakhir, representasi perempuan di level manajemen korporat telah meningkat. Peningkatan perempuan di posisi C-level mencapai sekitar 29 persen. Sementara itu, pada tahun 2015 angkanya hanya 17 persen.

Meski begitu, peningkatan ini masih terbilang lambat apabila dibandingkan dengan perbandingan perempuan dan laki-laki pada entry level dan middle manager. Sebab, dalam setiap 100 laki-laki yang dipromosikan dari level entry ke posisi posisi manajer, hanya 81 perempuan dengan kesempatan promosi yang sama.

"Kalau pas masuk, women versus men representation kurang lebih itu sama, 50:50. Tapi kalau semakin naik, sampai C-level, direksi-direksi, itu jadi 70:30. Drop besar itu mulai di posisi rada-rada senior, yaitu Senior Manager, VP udah mulai 60," kata Phillia Wibowo, Partner and Leader of People & Organizational Performance Practice, Southeast Asia, McKinsey & Company saat membawakan data dari perusahaan yang dinaunginya.

3. Padahal menurut data, keberadaan tiga perempuan di posisi atas, berkorelasi pada hal yang membuat bisnis lebih baik dan kuat

Phillia Wibowo, Partner and Leader of People & Organizational Performance Practice, Southeast Asia, McKinsey & Company dalam Media Talks "Mitos vs. Meritokrasi" pada Selasa (4/3/2025) di CGV FX Sudirman. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Masih menurut hasil riset McKinsey and Company, peran perempuan dalam bisnis bisa membawa perubahan baik dan kuat. Hal ini terjadi apabila ada setidaknya tiga perempuan di posisi executive level, senior management, dan board members.

Korelasi peran perempuan itu meliputi kesehatan organisasi yang lebih kuat, kinerja keuangan yang lebih baik, dan kecocokan yang lebih dengan pelanggan. Tidak sampai di situ saja, korelasi lainnya juga mencakup kemampuan kepemimpinan yang lebih luas, talenta yang lebih luas, peningkatan pengambilan keputusan dan tata kelola perusahaan, serta meningkatnya keberagaman pemikiran.

"Bukan berarti perempuan atau laki-laki lebih baik, ya, tapi keseimbangan karena cara menangani sesuatu kan berbeda-beda. Jadi, ujungnya bukan women atau men, tapi diversity is good," tambah Phillia menanggapi riset yang diterangkan sebelumnya.

4. Aktor Denny Sumargo tidak ketinggalan menerapkan paham meritokrasi bersama sang istri

Aktor Denny Sumargo (kiri) dalam Media Talks "Mitos vs. Meritokrasi" pada Selasa (4/3/2025) di CGV FX Sudirman. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Paham meritokrasi rupanya juga mengilhami mantan atlet, aktor, sekaligus content creator Denny Sumargo. Bukan hanya pada dunia kerja, meritokrasi pun ia terapkan dalam kehidupan berumah tangga.

“Sebagai seorang laki-laki, saya percaya bahwa mitos bahwa dalam hal menjaga anak-anak hanya urusan perempuan, sudah tidak berlaku saat ini. Seperti di keluarga saya saat ini, saya percaya bahwa kolaborasi yang kuat antara saya dan istri adalah kunci keberhasilan kami," ujar Denny.

Dalam prakteknya, ia dan Olivia, sang istri, saling melengkapi dalam urusan anak, rumah tangga, hingga bisnis. Baginya, kerja sama yang baik akan membawa hasil yang baik bagi keluarga dan diri sendiri.

"Bersama-sama, kita tak akan pernah berhenti berkembang dan meraih impian bersama,” ujarnya dengan semringah.

5. OCBC menerapkan diversity dan inclusivity workforce bagi seluruh karyawannya

Aleta Hanafi, Brand and Communication OCBC dalam Media Talks "Mitos vs. Meritokrasi" pada Selasa (4/3/2025) di CGV FX Sudirman. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

OCBC memiliki visi menjadi mitra tepercaya untuk meningkatkan kualitas hidup. Karenanya, perusahaan ini membuka peluang yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk mengembangkan diri. Kini, banyak posisi kepemimpinan di dalamnya yang turut dipegang oleh sosok perempuan.

Dari total 6.506 karyawan, 52 persen di antaranya adalah perempuan. Pada posisi BOC (Board of Commisioner) dan BOD (Board of Directors), masing-masing 25 persen dan 38 persen dijalankan oleh perempuan.

Dilihat dari kelompok usia pun, peluang terbuka luas bagi segala rentang umur. 7 persen karyawan OCBC berusia 17-25 dan 12 persen adalah karyawan di usia 46-55 tahun.

Dengan fakta tersebut dan adanya kampanye #BaiknyaBarengBareng, OCBD menegaskan perlunya mengedepankan prinsip meritokrasi. Aleta Hanafi, Brand and Communication OCBC menjelaskan, “Gerakan ini merupakan bagian dari aspirasi kami untuk memberikan inspirasi bahwa untuk dapat maju, perlu adanya kesempatan bagi semua untuk dapat saling berkontribusi tanpa terpengaruh bias apa pun, termasuk gender."

Meski begitu, tetap diperlukan adanya fokus pada kapabilitas masing-masing individu dan bagaimana saling berkolaborasi untuk meraih tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, kesempatan yang sama terbuka dalam segala aspek, baik itu dari lingkungan sendiri sampai dengan masyarakat.

Jadi, apakah kamu sudah lebih paham mengenai meritokrasi? Kira-kira, di kantormu sudah menerapkan juga belum?

Editorial Team