anak-anak Papua belajar menulis (dok. Papua Future Project)
Pemuda itu bernama Jordy, Brischo Jordy Dudi Padatu nama panjangnya. Ia lahir dan besar di Papua. Beruntung, ia adalah satu dari segelintir anak asli Papua yang mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
Pada Maret 2022 lalu, ia merayakan kelulusan sarjananya dari President University dengan menyandang gelar Bachelor of Arts, dari program studi International Relations and Affairs. Beberapa kali, ia juga berkesempatan bergabung dalam organisasi-organisasi internasional. Salah satunya adalah terpilih sebagai Honorary Youth Ambassador Indonesia for New Zealand pada tahun 2017.
Kini, ia juga berkesempatan menjadi partner potensial UNICEF (United Nations Children's Fund) untuk Indonesia. Ia terlibat langsung dalam pengembangan program-program kesehatan dan pembangunan kualitas anak di wilayah Papua.
Selama kurang lebih 22 tahun lahir dan tumbuh di Papua, ia mengakui bukanlah perjalanan hidup yang mudah. Ia merasakan betul bagaimana ketimpangan kehidupan di Papua terjadi, terutama di sektor pendidikan.
"Jadi, saya selama 22 tahun lebih hidup di Papua itu bukan hal yang mudah. Mulai terbatasnya akses pendidikan, profesionalitas guru, akses pendidikan yang kurang baik. Dan itu menggetarkan hati saya. Kira-kira kita harus menunggu sampai kapan lagi (untuk membuat perubahan dalam bidang pendidikan). Kalau kita cuma berharap pada pemerintah atau pejabat-pejabat untuk membuat perubahan itu pasti prosesnya lama. Karena tugas mereka bukan hanya mengurus di bidang pendidikan saja," tuturnya menjelaskan keresahannya terhadap kesenjangan pendidikan di Papua.
Fakta-fakta ini membuatnya tak bisa hanya berpangku tangan. Berkat dan anugerah yang sudah didapatkan, juga harus menjadi berkat bagi anak-anak Papua lainnya. Ia percaya, akan ada jalan untuk mengurai kesenjangan yang dari waktu ke waktu seolah tak pernah ada perubahan.
Pada tahun 2020, saat pandemik COVID-19 merebak hebat di Indonesia, ia menyaksikan betapa memprihatinkan kondisi anak-anak di Papua, terlebih pendidikannya. Anak-anak dibiarkan tak belajar, tak ada rangkulan untuk bersekolah. Tentu saja, kebijakan belajar online bukan solusi bagi mereka yang masih rendah literasi, apalagi memahami teknologi.
Bagi Jordy, kondisi ini sangat menyayat hati. Disaat anak lain sudah merdeka belajar dan berkompetisi, anak-anak di Papua masih jauh dari jangkauan literasi.
"Bagaimana sih Indonesia mau maju, kalau dari pendidikannya saja belum inklusif, belum setara," tuturnya dalam wawancara virtual pada Sabtu (3/12/2022).
"Ketika di luar sana sudah berbondong-bondong bersaing di dunia Internasional, sedangkan teman-teman di Pulau Mansinam, di daerah-daerah kampung, masih stuck di permasalahan buta huruf," ia menambahkan.