Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi 5 pelajaran hidup dari mark manson buat kamu yang lagi merasa kacau (pexels.com/MART PRODUCTION)

Intinya sih...

  • Harapan rapuh dalam dunia nyaman

  • Otak rasional tak selalu menolong

  • Penderitaan adalah komponen harapan

Dalam dunia yang penuh krisis, harapan sering terdengar seperti ilusi manis yang ditawarkan untuk menenangkan batin. Kita hidup di era yang, secara materi, jauh lebih nyaman dari masa lalu, tapi justru dipenuhi kecemasan, kebingungan, dan kehilangan arah. Di tengah segala kesusahan ini, penulis Mark Manson hadir lewat bukunya Everything Is Fcked: A Book About Hope* (2019), menawarkan pandangan yang berani, kadang sinis, namun menyentuh inti persoalan manusia modern: soal makna, harapan, dan keterpurukan yang dibalut kenyamanan.

Manson tidak menawarkan solusi cepat atau motivasi klise. Ia justru mengajak kita menyadari bahwa sebagian besar kesusahan batin kita bukan datang dari penderitaan nyata, melainkan dari ketidakmampuan menerima kenyataan hidup. Harapan, bagi Manson, bukan sekadar optimisme kosong, tapi keberanian untuk tetap bergerak meski tahu bahwa hidup tidak akan pernah sempurna. Artikel ini akan membahas lima gagasan utama dari Manson dalam menggali harapan di tengah kekacauan hidup.

1. Harapan yang rapuh dalam dunia yang terlalu nyaman

Ilustrasi harapan yang rapuh dalam dunia yang terlalu nyaman (pexels.com/MART PRODUCTION)

Menurut Manson, ironi zaman modern adalah: semakin nyaman hidup kita, semakin rapuh mental kita. Kita tidak lagi bergulat dengan kelaparan atau perang, tapi justru tenggelam dalam kekosongan makna dan overthinking yang terus menggerogoti dari dalam.

Ia menyebut kondisi ini sebagai “crisis of hope”—krisis harapan. Bukan karena harapan hilang, tapi karena harapan kita diarahkan pada hal-hal superfisial seperti validasi media sosial, kesuksesan instan, atau kebahagiaan permanen. Harapan yang semu ini justru membuat kita frustrasi dan mudah goyah.

2. Otak yang rasional tak selalu menolong

Ilustrasi otak yang rasional tak selalu menolong (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dalam bab “The Thinking Brain vs. The Feeling Brain”, Manson menjelaskan bahwa otak manusia terbagi dua: otak rasional dan otak emosional. Masalahnya, otak rasional sering tak berdaya ketika otak emosional sudah mengambil alih kemudi.

Harapan yang sejati tidak bisa hanya dibangun lewat logika. Kita bisa tahu secara rasional bahwa hidup baik-baik saja, tapi tetap merasa kacau. Manson menekankan pentingnya berdamai dengan perasaan, bukan memeranginya dengan akal sehat yang dingin.

3. Penderitaan adalah komponen tak terpisahkan dari harapan

Ilustrasi penderitaan adalah komponen tak terpisahkan dari harapan (pexels.com/Andrew Neel)

Mark Manson secara radikal menyatakan bahwa penderitaan adalah syarat mutlak dari harapan. Kita tidak bisa berharap tanpa adanya sesuatu yang terasa tidak ideal. Justru karena kita merasa ada kekurangan, kita bisa memiliki harapan untuk memperbaiki.

Oleh karena itu, menurutnya, alih-alih menghindari penderitaan, kita sebaiknya memilih penderitaan yang layak. “Choose your struggle,” begitu katanya. Harapan sejati tumbuh bukan dari kenyamanan, tapi dari kesediaan menanggung beban yang berarti.

4. Nilai-nilai yang salah menyesatkan harapan

Ilustrasi nilai-nilai yang salah menyesatkan harapan (pexels.com/MART PRODUCTIO)

Penyebab hancurnya harapan adalah karena kita mendasarkannya pada nilai yang keliru. Nilai-nilai dangkal seperti popularitas, kekayaan, atau kenyamanan pribadi. Manson menyebut ini sebagai “value problems”.

Dalam dunia yang memuja kesuksesan instan, kita sering kehilangan arah karena harapan kita tertambat pada hal-hal yang rapuh. Harapan hanya akan kuat jika dibangun di atas nilai-nilai yang dalam: kejujuran, tanggung jawab, dan kontribusi terhadap sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

5. Harapan itu bertindak, bukan menunggu perasaan baik

Ilustrasi harapan itu bertindak, bukan menunggu perasaan baik (pexels.com/MART PRODUCTION)

Manson menutup bukunya dengan sebuah gagasan menohok: jangan tunggu merasa optimis baru bertindak. Justru tindakan yang akan membentuk harapan. Ia menyebut ini sebagai “do something principle”, prinsip bahwa tindakan kecil, apa pun bentuknya, bisa memicu pergerakan emosional.

Kita sering terjebak menunggu mood, inspirasi, atau “sinyal semesta” sebelum bergerak. Padahal, harapan lahir dari keberanian mengambil langkah meski kecil, meski belum yakin. Dengan bertindak, kita sedang memberi diri sendiri alasan untuk percaya bahwa sesuatu bisa berubah.

Mark Manson mengajak kita untuk meninjau ulang cara kita memandang harapan. Ia tidak menawarkan dongeng bahagia, melainkan realitas bahwa hidup memang sering kali tidak menyenangkan, dan itu tidak masalah. Justru dari pengakuan atas kekacauan itulah harapan bisa lahir, bukan sebagai pelarian, tetapi sebagai bentuk keberanian. Di balik segala kesusahan, harapan tetap mungkin, selama kita memilih untuk bertindak dan tetap memegang nilai yang bermakna.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team