Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi DPR (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
ilustrasi DPR (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Pemberhentian anggota DPR dilakukan oleh partai politik

  • Diberhentikan sementara, anggota DPR tetap dapat gaji dan tunjangan

  • Berbeda dengan nonaktif, ini mekanisme pemberhentian anggota DPR

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sejumlah partai mengumumkan status nonaktif pada anggotanya sebagai dampak dari kemarahan publik dalam demonstrasi yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Penonaktifan anggota dewan di kursi parlemen, dilakukan setelah sejumlah tokoh seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir melontarkan pernyataan yang menampilkan sikap merendahkan hingga melukai hati rakyat.

Menurut Ahli Hukum Kepemiluan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Titi Anggraini, status nonaktif bukan merupakan istilah hukum dan tidak diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Hanya ada istilah pemberhentian antarwaktu, pergantian antarwaktu, dan pemberhentian sementara. Berikut adalah keterangan lebih lanjut terkait perbedaannya.

1. Pemberhentian anggota DPR dilakukan oleh partai politik

Perancang Undang-Undang Ahli Utama DPR RI, Inosentius Samsul mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) sebagai calon Hakim MK di Komisi III DPR RI, Rabu (20/8/2025) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Status nonaktif anggota DPR tidaklah sama dengan pemecatan. Jika merujuk pada Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, pemberhentian antarwaktu dapat dilakukan jika yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

Anggota DPR dipilih melalui partai politik sehingga partai memiliki wewenang untuk memberhentikan atau mengganti anggotanya melalui mekanisme pergantian antarwaktu. Alasan pergantian antarwaktu antara lain meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan partai karena melanggar aturan internal, juga jika terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun.

Selain itu, anggota DPR juga dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum atau etik. Untuk proses ini, dapat dilakukan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan putusan pengadilan.

Sementara itu, merujuk pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), "pecat" atau "memecat" memiliki arti sebagai berikut:

  1. melepaskan (dari jabatan); memberhentikan (dari keanggotaan perkumpulan dan sebagainya)

  2. mengeluarkan (dari sekolah dan sebagainya)

  3. membebaskan dari pekerjaan (jabatan dan sebagainya untuk sementara waktu)

  4. mengabaikan; tidak mengindahkan

Dalam masyarakat umum, istilah "pecat" biasanya digunakan di dunia kerja. "Pemecatan" yang lazim dipahami adalah pada makna nomor satu dan dua di atas. "Memecat" dipahami sebagai melepaskan, memberhentikan, dan mengeluarkan seseorang dari suatu pekerjaan untuk selamanya. Artinya, jika seseorang dipecat, maka orang itu tidak akan bekerja lagi di kantor yang sama untuk seterusnya, bukan hanya sesaat.

2. Diberhentikan sementara, anggota DPR tetap dapat gaji dan tunjangan

Infografis tunjangan anggota DPR RI (IDN Times/Aditiya Pratama)

Seperti yang disebutkan Titi Anggraini, tak ada istilah nonaktif dalam undang-undang. Namun, jika nonaktif merujuk pada pemberhentian sementara, artinya anggota DPR tidak menjalankan tugas dan wewenang sebagai wakil rakyat untuk sementara waktu hingga ada keputusan selanjutnya. Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun alasan seorang anggota DPR diberhentikan sementara adalah menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum atau menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. Jika terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, maka anggota diberhentikan sebagai anggota. Sementara jika terbukti tidak melakukan tindak pidana, anggota akan direhabilitasi dan diaktifkan.

Jika diimplementasikan pada kondisi saat ini, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir tidak kehilangan status sebagai anggota DPR. Mereka masih tercatat sebagai anggota dewan sehingga tetap berhak menerima gaji dan fasilitas lainnya.

3. Berbeda dengan nonaktif, ini mekanisme pemberhentian anggota DPR

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendesak penegak hukum tahan Silfester. (IDN Times/Amir Faisol)

Pemberhentian anggota diusulkan oleh ketua umum partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tebusan kepada presiden. Usulan pemberhentian anggota DPR, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian dalam jangka waktu 7 hari setelah usulan diterima. Presiden kemudian meresmikan pemberhentian dalam jangka waktu 14 hari setelahnya.

Jika merujuk pada pasal 7C UUD 1945, presiden tidak dapat membekukan atau membubarkan DPR. Presiden juga tidak bisa memberhentikan anggota DPR serta tidak memiliki wewenang untuk memecat anggota DPR.

Itulah sekilas perbedaan nonaktif dan dipecat dalam isu status anggota DPR RI pasca demo yang berlangsung akhir-akhir ini. Semoga bisa memberikan pandangan untukmu.

Editorial Team