Perancang Undang-Undang Ahli Utama DPR RI, Inosentius Samsul mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) sebagai calon Hakim MK di Komisi III DPR RI, Rabu (20/8/2025) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Status nonaktif anggota DPR tidaklah sama dengan pemecatan. Jika merujuk pada Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, pemberhentian antarwaktu dapat dilakukan jika yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
Anggota DPR dipilih melalui partai politik sehingga partai memiliki wewenang untuk memberhentikan atau mengganti anggotanya melalui mekanisme pergantian antarwaktu. Alasan pergantian antarwaktu antara lain meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan partai karena melanggar aturan internal, juga jika terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun.
Selain itu, anggota DPR juga dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum atau etik. Untuk proses ini, dapat dilakukan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan putusan pengadilan.
Sementara itu, merujuk pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), "pecat" atau "memecat" memiliki arti sebagai berikut:
melepaskan (dari jabatan); memberhentikan (dari keanggotaan perkumpulan dan sebagainya)
mengeluarkan (dari sekolah dan sebagainya)
membebaskan dari pekerjaan (jabatan dan sebagainya untuk sementara waktu)
mengabaikan; tidak mengindahkan
Dalam masyarakat umum, istilah "pecat" biasanya digunakan di dunia kerja. "Pemecatan" yang lazim dipahami adalah pada makna nomor satu dan dua di atas. "Memecat" dipahami sebagai melepaskan, memberhentikan, dan mengeluarkan seseorang dari suatu pekerjaan untuk selamanya. Artinya, jika seseorang dipecat, maka orang itu tidak akan bekerja lagi di kantor yang sama untuk seterusnya, bukan hanya sesaat.