Meet The Makers bertema 'Eastern Expressions of Weaving Craft Traditions'. (18/11/22) (IDNTimes/Dina Fadillah Salma)
Kain tenun tak sekadar menampilkan corak dan warna yang indah. Setiap motifnya memiliki makna mendalam dengan nilai historis yang tinggi. Wastra Nusantara ini menggambarkan kondisi alam dan manusia melalui rangkaian benang yang disulam menjadi suatu karya.
Hal tersebut dijelaskan oleh Aleta, "Jadi, tenunan itu kalau di Nusa Tenggara Timur itu, bagian dari membungkus bumi, juga membungkus tubuh manusia. Tetapi ada nilai historis yang sebenarnya terdapat dalam kain tenun itu sendiri. Kalau kita lihat ada corak-corak, ada tenun yang berwarna-warna ini, sebenarnya menceritakan tentang kekayaan alam yang ada di tempat itu."
Di Nusa Tenggara Timur, proses pembuatan kain tenun dimulai dari penanaman pohon kapas hingga jadi suatu kain yang berharga. Proses panjang mulai dari membersihkan kapas, memintal benang, pewarnaan, hingga penenunan juga dipercaya menjadi penggambaran kedekatan dengan Tuhan, alam, dan manusia.
"Nah, kain tenun sebenarnya punya hubungan dengan Allah, juga dengan bumi, dan dengan leluhur. Dengan leluhur adalah pengetahuan lokal yang dituangkan dari zaman ke zaman kepada leluhur. Sedangkan kalau untuk terhadap bumi itu karena ada benang, kayu-kayu, terus pewarna, terus upacara untuk bagaimana mereka upacara untuk mendapat pengetahuan itu dari alam. Karena awalnya tidak ada gurukan untuk mengajarkan perempuan-perempuan bahwa harus menenun begitu, tapi itu yang mengajarkan mereka adalah alam. Sumber daya alam yang ada itu menjadi kekuatan untuk menginspirasi para perempuan-perempuan untuk menenun," cerita Aleta.
Hal ini menggambarkan kedekatan perempuan penenun dengan alam. Aleta juga menyampaikan, orang Molo atau orang Timur mengatakan bahwa tanah adalah daging, air adalah darah, hutan adalah rambut atau pori-pori, batu adalah tulang. Sehingga, apabila salah satu hilang, maka semua aktivitas akan lumpuh, baik itu pangan, sosial, ekonomi, hingga kesehatan.