Eklin Amtor de Fretes, Mendongeng untuk Menyatukan Maluku

Sebarkan pesan perdamaian ke anak-anak Maluku lewat dongeng

Perdamaian adalah anugerah terindah yang kita semua ingin rasakan. Akan tetapi, merasakan hidup berdampingan dengan tenang dan penuh kasih sayang nyatanya adalah hal yang sangat mahal dan tak bisa dirasakan oleh semua orang. 

Pasca konflik kekerasan yang pecah pada awal reformasi 1999 di Ambon, kehidupan masyarakat di Maluku tak lagi sama. Eklin Amtor de Fretes adalah putra daerah Maluku yang menjadi saksi hidup bagaimana kelamnya masa-masa kerusuhan paling berdarah di Indonesia itu.

Sejak saat itu, perdamaian dan toleransi adalah hal yang langka. Konflik antar etnis dan agama yang terjadi 20 tahun lalu hingga saat ini masih menyisakan luka yang tak kunjung pulih. Masyarakat Maluku saling memisahkan diri dan tak lagi hidup berdampingan seperti sedia kala. 

Pria yang akrab disapa Eklin ini menangkap sinyal darurat yang begitu kuat. Harapan dan cita-citanya akan sebuah perdamaian dan toleransi kian membuncah tak terbendung. Tekad inilah yang membuatnya untuk mengabdikan diri menjadi pejuang penjaga perdamaian di antara masyarakat Maluku.

Berbekal boneka, Eklin bergerilya melakukan dongeng keliling dari satu daerah ke daerah lainnya di Maluku. Berkat inisiatifnya ini, Eklin menerima apresiasi SATU Indonesia Award 2020 dalam bidang pendidikan. 

Baca Juga: Semangat Eklin Ajarkan Perdamaian pada Anak-Anak Maluku lewat Dongeng

1. Mulai mendongeng keliling untuk memupuk toleransi dan perdamaian pada anak-anak Maluku

Eklin Amtor de Fretes, Mendongeng untuk Menyatukan MalukuEklin Amtor de Fretes, penggagas Dongeng Damai di Maluku (instagram.com/kak_eklin)

Maluku saat ini memang sudah terlihat pulih dan bangkit, namun tak bisa dipungkiri dampak dari konflik antar agama dan etnis yang terjadi dua dekade lalu masih terus terjadi. Menurut Eklin, konflik tersebut menyebabkan terjadinya segregasi wilayah pada masyarakat Maluku. Akibatnya masyarakat di Maluku saat ini hidup dan menetap secara berkelompok berdasarkan agama atau etnis. 

“Saya melihat akibat konflik itu terjadi segregasi wilayah. Saudara-saudara muslim terpisah dari saudara-saudara Kristen. Kita tinggal terpisah-pisah dengan jarak yang disekat jauh. Kita tinggal jauh terpisah sekali,” jelas Eklin saat diwawancarai.

Tak hanya itu, ternyata segregasi wilayah menciptakan efek domino yang cukup mengkhawatirkan, yaitu terciptanya segregasi pemikiran, di mana hal ini terjadi secara turun temurun kepada anak-cucunya. Pria yang saat ini juga mengabdi sebagai seorang pendeta di Pulau Damer, Maluku ini juga menceritakan kegelisahannya terhadap fenomena ini. Tidak seharusnya anak-anak yang akan menjadi penerus bangsa ini menjadi korban. Oleh karena itu, ia ingin sekali merajut dan memupuk rasa cinta damai dan toleransi kepada anak-anak. 

“Segregasi wilayah bisa berdampak pada segregasi pemikiran. Bahwasannya orangtua atau orang dewasa sering menceritakan cerita-cerita konflik kepada kita anak-anak yang tidak mengalami konflik pada 1999 itu. Yang terdampak juga adalah anak-anak. Oleh sebab itu, bisa dilawan juga dengan penuturan atau cerita yang lebih membangun kepribadian anak-anak dengan lebih baik,” ucapnya penuh semangat.

2. Mendongeng keliling bersama “sahabat” setianya yang bernama Dodi

Eklin Amtor de Fretes, Mendongeng untuk Menyatukan MalukuEklin Amtor de Fretes, penggagas Dongeng Damai di Maluku (instagram.com/kak_eklin)

Berawal dari keresahan itu, Eklin memulai aksinya ini dengan membentuk komunitas JMP (Jalan Merawat Perdamaian) pada 2017 dan memprakarsai Gerakan Dongeng Damai yang sudah ia mulai sejak 2018. Baginya, mendongeng adalah metode paling ampuh untuk mewujudkan perdamaian di antara anak-anak Maluku.

Permasalahan selanjutnya yang dihadapi Eklin adalah bahwasanya ia tidak bisa bermain dengan anak-anak dan bahkan tidak tahu bagaimana caranya mendongeng. Namun, karena niat dan tekadnya sudah bulat, ia memulainya dengan cara membeli sebuah boneka dari hasil tabungannya sendiri. Boneka inilah yang akhirnya menjadi sahabat setianya dalam usahanya untuk menyampaikan pesan-pesan perdamaian kepada anak-anak Maluku. Nama boneka itu adalah Dodi, akronim dari “Dongeng Damai”.

Eklin memilih untuk menggunakan metode ventriloquist, yaitu seni berbicara tanpa menggerakkan bibir. Ia mempelajarinya sendiri secara otodidak melalui YouTube selama 2 minggu. Setelah menguasainya, Eklin memulai memberanikan diri mendongeng keliling bersama Dodi dari satu daerah ke daerah lainnya di Maluku. Menurutnya, ventriloquist ini adalah metode yang efektif dan mudah diterima oleh anak-anak. 

“Saya lebih suka boneka karena anak-anak pasti suka boneka. Untuk mengembalikan fokus anak saat mendongeng itu kita harus memperhatikan gaya belajarnya. Gak semua gaya belajar anak itu sama. Ada visual, audio visual, dan kinestetik. Dengan metode ventriloquist, gaya belajar anak itu bisa digabungkan,” terangnya. 

Dongeng-dongeng yang ia bawa kepada anak-anak adalah jenis cerita dongeng fabel. Ia memilih cerita fabel karena menurutnya ceritanya lebih disukai oleh banyak kalangan baik anak-anak maupun orangtua. Selain mendongeng dari buku-buku cerita, ternyata Eklin juga menciptakan cerita dongengnya sendiri. Bahkan, ia juga berhasil menelurkan buku cerita dongeng hasil karyanya sendiri. 

3. Pernah disangka melakukan kristenisasi saat akan mendongeng di pedalaman Maluku

dm-player
Eklin Amtor de Fretes, Mendongeng untuk Menyatukan MalukuEklin Amtor de Fretes, penggagas Dongeng Damai di Maluku (instagram.com/kak_eklin)

Eklin bersama Dodi sudah mendongeng keliling ke puluhan daerah di Maluku, mulai dari daerah terpencil bahkan sampai daerah perbatasan konflik. Perjalanan Eklin dan Dodi untuk mendongeng tentu saja tak selalu mulus. Ia kerap mendapat penolakan dan diusir oleh warga setempat. Bahkan pada misi pertamanya, Eklin diusir oleh warga karena dikira akan melakukan kristenisasi pada anak-anak di daerah tersebut. 

“Saat mulai pertama kali pada 1 Januari 2018, saya mau mendongeng di pedalaman agama suku, di Pulau Seram. Sayangnya saya ditolak, saya diusir karena mereka berpikir saya seorang calon pendeta. Mereka berasumsi bahwa saya hendak melakukan proses Kristenisasi menggunakan media mendongeng itu atau dengan masuk melalui anak-anak,” ceritanya sambil tertawa.

Banyak cerita jatuh bangun Eklin selama melakukan Gerakan Dongeng Damai. Baginya, berhenti bukanlah pilihan meski ia kerap ditolak bahkan diusir. Berkat tekad dan kegigihannya yang besar, hingga saat ini ia sudah berkeliling ke lebih dari 70 daerah dan mendongeng ke ribuan anak-anak di pedalaman Maluku. 

Eklin merasakan sebuah kebanggaan dan kebahagiaan yang luar biasa ketika usaha yang ia lakukan membuahkan hasil. Salah satu ceritanya yang mengharukan adalah saat ia berhasil mempertemukan dan menyatukan anak-anak dari dua daerah perbatasan konflik.

“Saya ke daerah perbatasan konflik, di daerah yang namanya Saleman dan Horale di Maluku Tengah. Di situ dari tahun 1999 sampai beberapa tahun ke setelahnya terjadi konflik lebih dari empat sampai lima kali konflik antar agama. Saya bisa bawa anak-anak dari Islam ke daerah pemukiman Kristen dan anak-anak Kristen ke daerah muslim, mereka bersatu. Selama puluhan atau belasan tahun itu mereka tidak pernah bertemu, mereka bersatu dengan dongeng. Mereka bisa berpelukan dengan dongeng. Mereka bisa tertawa dengan dongeng. Itu satu kepuasan tersendiri bagi saya,” cerita Eklin dengan bangga.

Dalam melakukan aksi mendongeng keliling ini, Eklin bersama Dodi dibantu oleh teman-teman relawan yang tergabung dalam komunitas JMP (Jalan Merawat Perdamaian). Beberapa relawan juga sudah ia latih untuk mendongeng, tentunya dengan ciri khas mereka masing-masing.

Meski, sudah ada relawan yang siap membantu, namun jika daerah yang dikunjungi terlalu jauh dan membutuhkan dana besar, Eklin terpaksa hanya berangkat seorang diri. Hal ini lantaran dana operasional masih dari uang pribadi milik Eklin yang jumlahnya juga terbatas. 

Baca Juga: 4 Tantangan Eklin De Fretes dalam Merajut Perdamaian di Maluku

4. Eklin butuh teman lebih banyak lagi untuk bergerak bersamanya melawan segregasi pemikiran di Maluku

Eklin Amtor de Fretes, Mendongeng untuk Menyatukan MalukuEklin Amtor de Fretes, penggagas Dongeng Damai di Maluku (instagram.com/kak_eklin)

Ketika ditanya sampai kapan ia akan mendongeng keliling untuk anak-anak di Maluku, Eklin menjawab dengan jujur bahwa ia tidak tahu sampai kapan akan melakukan ini semua. Karena ia tidak akan berhenti melakukan ini sampai mimpi besarnya terwujud, yaitu perdamaian di Maluku. 

Meski sudah menjalani misinya ini bertahun-tahun, menurutnya mimpinya masih jauh dari wujudnya. Ia merasa sendirian dalam memperjuangkan perdamaian di Maluku. Oleh sebab itu, hal yang paling diinginkannya saat ini adalah teman yang lebih banyak lagi untuk bersama-sama dengannya bergerak melawan segregasi pemikiran di Maluku. 

“Saya butuh banyak orang yang bisa bergerak bersama-sama dengan saya. Sampai 6 tahun saya mendongeng, saya masih merasa bahwa saya berjalan sendiri. Tidak ada yang bisa topang saya lebih banyak lagi untuk bisa bergerak bersama-sama. Kalau saya sendiri, untuk mengubah ribuan atau jutaan orang itu agak susah sepertinya. Percaya atau tidak, cerita-cerita konflik masih tetap diceritakan orangtua ke anak-anak yang tidak merasakan konflik itu,” ucapnya.

Lebih jauh lagi, Eklin mengungkapkan mimpi-mimpinya tentang betapa manis dan indahnya kelak hidup berdampingan dengan damai tanpa ada prasangka buruk. Ia berharap dari usahanya ini, nantinya generasi muda di Maluku akan saling percaya, memahami, dan menghargai. Ia ingin merasakan nikmatnya kembali toleransi beragama seperti yang ia rasakan saat masih kecil dulu. 

“Saya punya mimpi kita bisa lebih percaya. Seperti awal masa kecil, saya tinggal di daerah yang mayoritas muslim. Saya bisa merasakan indahnya hidup persaudaraan di masa kecil itu dan saya tidak rasakan itu di saat ini sampai sudah jadi pendeta. Hal itu terlalu manis.” ungkapnya.

5. Pesan perdamaian Eklin untuk anak-anak Indonesia

Eklin Amtor de Fretes, Mendongeng untuk Menyatukan MalukuEklin Amtor de Fretes, penggagas Dongeng Damai di Maluku (instagram.com/kak_eklin)

Hidup di Indonesia yang masyarakatnya punya banyak perbedaan dalam etnis, daerah, budaya, agama, dan sebagainya berisiko memicu adanya perselisihan dan konflik. Oleh sebab itu, penting bagi setiap individu dan kelompok untuk sepakat saling menjaga perdamaian di manapun ia berada. 

Eklin Amtor de Fretes, sang penjaga perdamaian dari Maluku, juga punya pesan yang indah tentang perdamaian untuk anak-anak bangsa Indonesia. Menurutnya, nyawa dan nilai perdamaian itu harus dipupuk dan ditumbuhkan dalam diri sendiri terlebih dahulu. Ia berpesan bahwa kita semua harus berdamai dengan diri sendiri terlebih dahulu. 

“Damai itu dimulai dari diri sendiri. Ketika kita berharap damai yang besar itu bertumbuh tapi gak bisa berdamai dengan diri sendiri atau sesama di lingkungan, maka tidak akan pernah tercapai. Jadi mulailah berdamai dengan diri sendiri. Mulailah ciptakan damai dengan orang lain Supaya dari diri sendiri tetap terpancar kedamaian untuk sekitar kita. Damai itu bisa dirasakan oleh orang lain dan damai itu bisa dirasakan tersebar lebih luas. Buatlah hal-hal baik dimulai dari diri sendiri,” ucap Eklin.

Ruth Christian Photo Verified Writer Ruth Christian

@ruthchristian

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya