Ivan Lanin: Penggunaan Bahasa Formal Sebagai Kebiasaan Berkomunikasi

Biasakan pakai bahasa formal supaya tidak terasa kaku

Turut memeriahkan Indonesia Writers Festival 2019 yang diadakan di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Ivan Lanin hadir untuk memberikan inspirasi seputar komunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ivan Lanin merupakan seorang pejuang bahasa Indonesia. Menurut Ivan, generasi muda cenderung memanfaatkan sosial media sebagai wadah untuk menjalin komunikasi, makanya gak heran banyak di antara generasi muda lebih banyak yang menggunakan bahasa informal daripada bahasa formal.

Lalu bentuk komunikasi yang seperti apa sih yang seharusnya digunakan oleh generasi muda saat ini? Yuk kita cari tahu. 

1. Menggunakan bahasa Indonesia dengan formal di kehidupan sehari-hari bukan bagian dari kebiasaan generasi muda masa kini

Ivan Lanin: Penggunaan Bahasa Formal Sebagai Kebiasaan BerkomunikasiDok. IDN Times

Pada dasarnya bahasa Indonesia memiliki ragam formal dan informal. Hal inilah yang menjadi masalah terbesar bagi generasi millennial maupun gen Z. Pola komunikasi sosial media seperti WhatsApp, Instagram, Facebook dan lainnya dianggap jauh lebih mudah dan biasa dilakukan, sehingga sama sekali tidak merasa canggung saat melakukannya.

Lain halnya, ketika menggunakan ragam formal dalam kegiatan sehari-hari, akan terasa kaku bahkan aneh. Artinya generasi muda tidak ada masalah dengan ragam in formal karena mampu berkomunikasi dengan baik, namun saat mempraktikkan ragam formal akan cenderung gagap. Oleh sebab itu, sebagai pejuang bahasa Indonesia, Ivan Lanin terus menggunakan bahasa formal yang lebih santai namun tidak mengurangi esensi kata tersebut dalam setiap cuitan twitternya. 

2. Ragam bahasa dipengaruhi oleh tingkat kedekatan suatu hubungan antar individu

Ivan Lanin: Penggunaan Bahasa Formal Sebagai Kebiasaan BerkomunikasiIDN Times/Syarifah Noer Aulia

Banyak yang mengatakan bahwa semakin dekat hubungan maka komunikasi akan terasa lebih santai dan informal. Hal ini benar nyata terjadi di lingkungan sosial, pada dasarnya ragam sosial memiliki beberapa tingkatan yang perlu dipahami. Pertama ragam baku (kitab suci dan undang-undang), ragam resmi (penulisan skripsi), ragam percakapan (seminar dan rapat), ragam akrab (komunikasi dengan keluarga dan teman). Sebenarnya yang paling kita butuhkan saat ini adalah keterampilan seseorang untuk mempergunakan ragam bahasa apa sesuai kondisi dan situasi. 

Baca Juga: IWF 2019: Marchella FP, "Cukup Itu Lebih dari Cukup"

3. Fenomena bahasa populer yang terus digaungkan kaum muda

dm-player
Ivan Lanin: Penggunaan Bahasa Formal Sebagai Kebiasaan BerkomunikasiDok. IDN Times

Bahasa Jaksel atau 'gado-gado' merupakan bentuk komunikasi yang menggabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Sejak pertengahan tahun 2017, bahasa 'gado-gado' ini terus digunakan oleh deretan anak 'gaul' dan terus bergulir hingga saat ini. Penamaan Jaksel sendiri merupakan singkatan Jakarta Selatan sebagai daerah yang konsumtif. 

"Fenomena komunikasi dengan menggunakan bahasa populer yang terjadi di kalangan generasi muda saat ini merupakan bagian dari proses kehidupan yang mereka miliki. Namun, hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan seseorang dalam memilih ragam formal dan in formal. Kata yang terus digunakan lambat laun akan menjadi sebuah bentuk komunikasi yang sukar untuk dihilangkan. Karena pada dasarnya, individu tersebut tidak menyadari bahwa kata yang digunakan merupakan konteks yang salah. Fenomena komunikasi Jaksel sendiri sering dilakukan untuk menunjukkan intelektualitas diri seseorang. Artinya, cukup mengkhawatirkan apabila generasi muda terus-menerus menggunakan komunikasi 'gado-gado' yakni campuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing," ungkap penulis buku 'Xenoglosofilia, Kenapa Harus Nginggris' di IWF 2019, Jumat (6/9). 

4. Ketika penggunaan bahasa yang baik dan benar mampu memberikan dampak positif bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar

Ivan Lanin: Penggunaan Bahasa Formal Sebagai Kebiasaan BerkomunikasiIDN Times/Syarifah Noer Aulia

Sebagian besar orang Indonesia umumnya masih belum berani secara lugas untuk mengungkapkan atau menggambarkan apa yang sedang dirasakannya dengan kata-kata. "Gimana ya, gitu deh, hmmm" menjadi pilihan kata yang paling sering digunakan oleh orang Indonesia.

"Berangkat dari permasalahan inilah yang membuat saya terus ingin memberikan kontribusi secara nyata pada followers saya tentang bagaimana memanfaatkan sebuah kata-kata. Karena, sebenarnya ada tiga penyebab yang membuat orang mengalami ketidakmampuan atau kendala dalam berbahasa yakni tidak tahu, tidak cermat dan tidak peduli. Sejak tahun 2006 hingga kini, Ivan mengaku bisa merasakan perubahan positif baik pada dirinya sendiri maupun khalayak luas. Sebelumnya, saya itu introvert kemudian berubah menjadi ekstrovert. Selain itu, dampak besar juga dialami oleh followers saya yang mengungkapkan bahwa ada perubahan yang mereka alami usai membaca cuitan saya di twitter," kata Ivan Lanin.  

5. Melatih kemampuan berbahasa sejak dini dengan cara yang mudah dipahami

Ivan Lanin: Penggunaan Bahasa Formal Sebagai Kebiasaan BerkomunikasiIDN Times/Syarifah Noer Aulia

Untuk memulai kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar memang dibutuhkan pemahaman dan konsistensi. Oleh sebab itu, kita bisa melatih kemampuan berbahasa kita sejak dini. "Seperti yang saya lakukan pada anak-anak saya di rumah, untuk bisa memposisikan diri pada situasi maupun kondisi. Misalnya, gunakan kata 'Aku' pada lingkungan terdekat dan gunakan kata 'Saya' untuk berbicara pada lawan bicara yang lebih tua maupun lingkungan yang baru saja dikenal. Kenapa hal ini dinyatakan penting, karena pada dasarnya kita sering melupakan bagian-bagian sederhana dalam berkomunikasi," tutupnya.  

Nah, itulah penggunaan bahasa yang disarankan oleh Ivan Lanin, kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan sesuai dengan maknanya. 

Baca Juga: IWF 2019: Millennials itu Generasi Eksplorasi, Bukan Anak Malas

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya