Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Sebab Seseorang Tidak Mampu Mengendalikan Keserakahan

ilustrasi serakah (pexels.com/Cottonbro studio)

Tanpa perlu dijelaskan lebih jauh, kamu juga pasti sudah paham jika serakah bukan sikap yang baik. Bahkan perilaku serakah yang membuat hidup terasa tidak tenang dan selalu kekurangan. Tapi ternyata, tidak semua orang mampu mengendalikan keserakahan dalam dirinya.

Jika boleh, seluruh dunia ingin berada dalam genggamannya. Bahkan menjadi orang yang paling unggul dan tidak terkalahkan. Seseorang yang tidak mampu mengendalikan keserakahan juga dilatarbelakangi oleh suatu sebab. Mari kita cari tahu sebab-sebab tersebut.

1. Terlalu mementingkan ambisi

ilustrasi sosok ambis (pexels.com/Olia Danilevich)

Ambisi bisa menjadi sumber semangat dan motivasi. Tapi dengan catatan, ambisi tersebut dikelola secara tepat. Di sisi lain, juga ada orang yang mementingkan ambisi buta secara berlebihan. Bagi mereka, keinginan dan tujuan pribadi harus dicapai apapun yang terjadi.

Jangan heran dengan seseorang yang tidak mampu mengendalikan keserakahan. Karena mereka ini terlalu mementingkan ambisi. Jika sudah memiliki keinginan, berusaha mencapai dengan segala cara. Tidak peduli jika harus melanggar tatanan.

2. Tidak pernah mensyukuri hidup

ilustrasi berpikir (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sifat serakah jika dibiarkan tentu mengganggu keseimbangan hidup. Seseorang kerap berkonflik dan melanggar norma serta tatanan. Tentu menjadi pertanyaan, mengapa seseorang tidak bisa mengendalikan sifat serakah yang terdapat dalam dirinya?

Perlu diketahui, orang-orang seperti mereka tidak pernah mensyukuri hidup. Rasa kurang selalu mendominasi diri. Jika diibaratkan, seluruh dunia dalam genggaman tidak mampu membuat mereka merasa beruntung. Orang-orang tersebut selalu melirik pencapaian yang sudah di luar jangkauan.

3. Haus akan pengakuan

ilustrasi bersalaman (pexels.com/Karolina Grabowska)

Untuk apa sebagai manusia kita harus pengakuan? Apakah hanya ingin memperoleh hanya mementingkan sudut pandang materialistisujian? Atau merasa bangga jika sudah diagungkan dan diistimewakan oleh orang lain? Tanpa disadari, masih banyak orang dengan perilaku seperti ini.

Orang-orang yang memiliki sifat harus pengakuan ternyata tidak mampu mengendalikan diri dari keserakahan. Mereka rela melakukan segala cara agar diistimewakan lingkungan sekitar. Tidak terkecuali dengan menampilkan sikap manipulatif dan membuat orang lain terlihat buruk.

4. Tidak mampu berpikir dengan logika

ilustrasi berpikir (pexels.com/Anastasia Vragova)

Manusia dikaruniai akal dan pikiran. Inilah yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain. Seseorang yang mampu memfungsikan akal dan pikiran dengan baik, tentu mampu berpikir berdasarkan logika. Termasuk mempertimbangkan tujuan hidup yang ingin dicapai.

Hal demikian ini yang tidak dimiliki oleh orang-orang serakah. Mereka tidak mampu berpikir dengan menggunakan logika. Fokusnya hanya memperoleh kesenangan dan rasa bangga sesaat. Namun tidak mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang.

5. Tingkat kepuasan yang rendah

ilustrasi merasa tertekan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Seringkali kita dibikin heran dengan orang-orang yang tidak mampu mengendalikan sifat serakah. Demi memuaskan ambisi dan tujuan pribadi, sampai rela mengorbankan orang lain. Termasuk mengkambinghitamkan orang-orang yang tidak bersalah.

Perlu diketahui, ada alasan mengapa seseorang tidak mampu mengendalikan keserakahan. Salah satunya tingkat kepuasan yang rendah. Dorongan untuk mendapatkan lebih banyak kekayaan atau kedudukan dianggap mampu mengisi kekosongan emosional dan menjadi sumber kebahagiaan.

6. Tidak memiliki kehidupan yang bermakna

ilustrasi merasa bosan (pexels.com/Maria Geller)

Menghadapi orang yang tidak bisa mengendalikan keserakahan memang repot. Mereka cenderung bertindak sesuka hati dan tidak bisa diingatkan. Bahkan sampai berani merusak tatanan dan nilai-nilai kehidupan.

Ternyata ada sebab mengapa seseorang tidak mampu mengendalikan keserakahan. Karena mereka ini tidak memiliki kehidupan yang bermakna. Kehidupannya hanya seputar pengakuan dan kedudukan sesaat. Bahkan tidak mampu mengenali kebahagiaan secara utuh.

7. Memiliki sudut pandang materialistis

ilustrasi memegang uang (pexels.com/Oleksandr P)

Apakah ada yang salah jika kita ingin memperoleh kekayaan atau status sosial tinggi? Sebenarnya boleh saja memiliki cita-cita tersebut. Tapi harus diimbangi kesadaran berpikir agar tidak melanggar nilai-nilai yang sudah ditetapkan.

Tapi lain jadinya saat seseorang memiliki sudut pandang materialistis. Kondisi demikian sudah menutup empati dan logika. Dalam upaya meraih tujuan cenderung bertindak asal dan tidak mau mengikuti aturan. Kekayaan dan status sosial tinggi mutlak harus dicapai.

Keserakahan identik dengan dorongan kuat untuk memiliki keuntungan pribadi dengan melebihi batas. Di sisi lain, tidak semua orang mampu mengendalikan diri dari sikap buruk tersebut. Beberapa hal menjadi sebab. Mulai dari ambisi, sikap tidak tahu syukur, sampai sudut pandang materialistis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tania Stephanie
EditorTania Stephanie
Follow Us