Fahmi Mubarok, Ilmuwan Material. (dok.EPO)
Fahmi telah tertarik dengan dunia sains sejak duduk di bangku sekolah. Hal ini terinspirasi dari guru matematika semasa ia berada di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Jadi saya suka sains, suka IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) itu karena diajar matematika oleh guru saya waktu SMP. Cara mengajar beliau itu sangat asyik menurut saya, sangat menarik. Dan itu akhirnya yang membuat saya jatuh cinta lah istilahnya dengan bidang IPA. Akhirnya suka dengan matematika, dengan fisika, dengan kimia, dan sebagainya," cerita Fahmi.
Kecintaan Fahmi terhadap dunia pendidikan dan sains terus tumbuh hingga ia duduk di bangku kuliah. Setelah lulus sarjana (S1), Fahmi semakin tertarik bergabung ke dunia pendidikan dan muncul keinginan untuk menjadi dosen.
Fahmi mengawali karier sebagai dosen ITS pada tahun 2004 sekaligus melanjutkan pendidikan progam magister di tahun yang sama. Saat melakukan program magister ini, Fahmi meneliti tentang karbida yang kelak akan jadi senyawa penting dalam penelitiannya.
"Karena memang saya punya basis waktu S2, saya juga meneliti tentang karbida juga. Karena ada dasar, terus profesor juga melihat, 'Kayaknya kamu mampu karena kamu punya basic. Jadi, ayo kita bergerak bersama-sama,'. Memang tantangannya banyak. Jadi, dua tahun kita habiskan dengan trial eror, mulai desperate juga. ‘Aduh, ini kalau gak update, ya sudah kita cari yang lain saja,’." kata Fahmi.
Setelah masa percobaan sejak tahun 2010 hingga 2012, Fahmi dan partner, Nuria Espallagras berhasil menemukan apa yang dicarinya. Fahmi bersyukur setelah berbagai percobaan dan kegagalan, akhirnya teknologi yang ditelitinya bisa membuahkan hasil.