Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi menolak permintaan. (Dok. Freepik/benzoix)
Ilustrasi menolak permintaan. (Dok. Freepik/benzoix)

Intinya sih...

  • Memahami nilai diri sendiri untuk berhenti jadi people pleaser dan fokus pada bagaimana cara memandang diri sendiri.

  • Pahami kapan mau berkata “ya” untuk hal-hal yang baik untukmu, sehingga kamu bisa mengetahui kapan harus berkata “tidak”.

  • Berkata “tidak” ke hal yang mudah terlebih dahulu, tanpa bertele-tele dan tetap sopan dalam menolak permintaan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Apakah kamu seorang people pleaser? Orang seperti ini selalu mau membuat orang lain senang, bahkan jika dampaknya merugikan dirinya sendiri. Jadinya, dia selalu mengiyakan permintaan orang meski sebenarnya gak punya waktu atau tenaga. Ujung-ujungnya, diri sendiri yang jadi gak nyaman.

Kalau kamu tipe orang seperti ini, mulailah berlatih menolak permintaan orang yang gak sesuai keinginan atau kenyamananmu. Memang di awal gak mudah dan kamu mungkin bakal merasa bersalah. Namun kalau kamu gak berubah, maka kamu akan terus dirugikan. Nah, bagi para people pleaser yang ingin mulai belajar menolak permintaan, kamu bisa coba 7 langkah ini.

1. Memahami nilai diri sendiri

Ilustrasi self love. (Dok. Freepik/kroshka__nastya)

Kadang, people pleaser merasa sungan menolak permintaan karena takut disangka jahat, malas, atau dicap sebagai teman atau pekerja yang buruk. Padahal, daripada memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kita, lebih baik berfokus pada bagaimana cara kita memandang diri sendiri.

Maka dari itu, langkah pertama agar kamu berhenti jadi people pleaser adalah memahami nilai atau value diri sendiri. Apa tujuan dalam kehidupan personal dan profesional kamu? Kenapa kamu mau mencapai tujuan itu? Setelah memegang teguh value diri, kamu akan paham apa dan siapa saja yang penting dalam hidup kamu.

2. Pahami kapan mau berkata “ya”

Ilustrasi mengacungkan jempol. (Dok. Unsplash/Afif Ramdhasuma)

Sebelum kamu bisa mengetahui kapan harus berkata “tidak”, kamu harus tahu juga kapan mau berkata “ya”. Daripada berkata “ya” ke semua hal, kamu perlu berkata “ya” untuk hal-hal yang memang baik untukmu.

Jadi, ketika diminta melakukan sesuatu di pekerjaan ataupun kehidupan personal, cobalah bertanya ke diri kamu sendiri. Apakah permintaan ini sesuai dengan jadwal dan keinginan kamu? Kalau kamu melakukannya, apakah kamu akan semakin dekat dengan tujuan profesional atau personal? Atau kamu malah melakukan hal-hal gak penting yang cuma bikin kamu lelah?

3. Berkata “tidak” ke hal yang mudah

Ilustrasi menolak. (Dok. Freepik/cookie_studio)

Mungkin kamu takut berkata “tidak” ke orang bisa merusak hubunganmu dengan orang itu. Jadi, belajarlah menolak permintaan dengan berkata “tidak” ke hal-hal yang gak terlalu penting.

Misalnya, mungkin kamu gak sanggup menolak permintaan teman yang mengajakmu jalan-jalan, padahal kamu lelah dan mau istirahat. Kamu bisa berlatih menolak hal yang lebih remeh dulu, misalnya ajakan mengobrol lewat telepon.

4. Menolak tanpa bertele-tele

Ilustrasi menyilangkan tangan di depan dada. (Dok. Freepik/cookie_studio)

Jika menolak permintaan atau ajakan, cukup katakan “tidak” dengan tegas. Kamu gak perlu memberi alasan panjang lebar, karena lawan bicara justru bisa mengubah permintaan mereka agar lebih sesuai dengan alasanmu. Kalau sudah begitu, kamu jadi gak tahu bagaimana cara menolak lagi tanpa membuat alasan baru.

Hindari juga pakai kata-kata seperti “mungkin” atau “belum tentu.” Ini membuat penolakanmu jadi lebih lemah dan jadi celah agar lawan bicara menekan kamu terus, sampai akhirnya kamu menyerah.

5. Tetap sopan

Ilustrasi dua orang mengobrol. (Dok. Unsplash/Christina @ wocintechchat.com)

Menolak permintaan bukan berarti kamu jahat atau kasar. Kamu tetap bisa berkata “tidak” dengan tegas dan tetap sopan. Ketika kamu menolak permintaan, cobalah berempati dengan lawan bicara. Pahami kenapa orang tersebut meminta kamu melakukan sesuatu.

Dengan begitu, kamu tetap bisa menjalin hubungan baik dengan lawan bicara, bahkan jika kamu menolak permintaannya. Lawan bicaramu jadi mengerti value dirimu dan jadi lebih respek pada kamu karena tahu kamu memegang teguh value diri sendiri.

6. Mengubah mindset

Ilustrasi orang berpikir. (Dok. Unsplash/Anthony Tran)

Seorang people pleaser berpikir kalau menolak permintaan adalah tanda egoisme. Mereka percaya sifat ini gak baik dan harus dihilangkan.

Kenyataannya, semua orang punya waktu dan energi yang terbatas. Waktu dan tenaga harus kamu pakai untuk hal-hal yang memang ingin kamu lakukan. Membuat prioritas itu wajar, jadi kalau ada permintaan yang gak sesuai prioritasmu, sebenarnya gak apa-apa untuk jadi “egois” dan menolak.

Awalnya pasti sulit mengubah cara pandang kamu yang lama. Semakin lama kamu berlatih, kamu pasti bisa membiasakan diri dengan mindset baru ini.

7. Tawarkan alternatif

Ilustrasi orang mengangkat bahu. (Dok. Freepik/8photo)

Mungkin kadang kamu memang mau mengiyakan suatu permintaan atau ajakan, tapi kondisi gak mendukung. Atau, kamu ingin membantu si lawan bicara dengan cara lain yang lebih cocok dengan kemampuan dan waktu luangmu. Nah, memberikan alternatif adalah trik biar penolakan terkesan lebih halus.

Misalnya, kamu gak bisa atau gak mau datang ke acara atau pesta teman secara langsung. Kamu bisa menawarkan alternatif dengan mengirimkan hadiah. Kalau diajak jalan-jalan, kamu bisa menolak dan menawarkan alternatif tempat atau waktu berbeda. Atau, kalau diminta melakukan sesuatu di pekerjaan, kamu bisa menolak dengan mengarahkan si lawan bicara ke orang lain.

Sebagai people pleaser, menolak permintaan memang gak mudah. Namun, kamu harus tahu kapan perlu berkata “tidak” ke hal-hal yang merugikan kamu, agar kamu punya waktu dan tenaga untuk berkata “ya” untuk hal-hal yang memang penting buatmu. Teruslah berlatih dengan tujuh cara di atas biar kamu bisa menolak permintaan tanpa rasa bersalah!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team