Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi ilustrator (Pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi ilustrator (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Perjalanan Yaniar menjadi Ilustrator bermodal handphone

  • Ilustrator buku tak hanya berkecimpung di dunia visual, tetapi juga menghadapi tantangan teknologis dan industri

  • Proses kreatif dalam mengerjakan buku anak memerlukan riset, pembuatan karakter, storyboard, sketsa detail, dan pewarnaan

Jakarta, IDN Times - Di balik petualangan tokoh utama dalam sebuah buku, ada kreasi gambar yang imajinatif untuk menghidupkan suasana cerita. Ilustrasi yang ditorehkan dalam setiap lembar buku cerita adalah buah kreativitas dan imajinasi seorang ilustrator. Tanpa daya cipta yang berseni, buku anak seperti tak punya 'nyawa'.

IDN Times berkesempatan untuk mendengar cerita Yaniar Riska secara daring pada Rabu (25/6/25). Ia adalah ilustrator lokal yang passionate membangun cerita melalui karya gambarnya. Yaniar saat ini aktif sebagai freelence illustrator dengan segudang prestasi. Perjalanan Yaniar akan menginspirasi generasi muda, terutama mereka yang berkecimpung di industri kreatif.

1. Perjalanan Yaniar menjadi Ilustrator, bermodal handphone setelah resign dari BUMN

ilustrasi seorang ilustrator yang sedang bekerja (pexels.com/Michael Burrows)

Dunia visual sudah menjadi ruang eksplorasi bagi Yaniar sejak kecil. Halaman buku Yaniar justru dipenuhi dengan sketsa imajinatif. Ini bagian dari caranya untuk mengekspresikan diri. Semula, menjadi seniman tak ada di bayangannya. Ia bahkan lulus dari jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Ponorogo, bidang keilmuan yang bertolak belakang dengan dunia seni.

Kini, ia tengah berupaya mewujudkan mimpi masa kecil itu. Ketekunan, kreativitas dan kerja kerasnya mengantarkan pada industri kreatif sebagai ilustrator profesional yang penuh dedikasi.

"Sejak kecil, saya telah memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia menggambar. Bahkan saat masih sekolah, buku-buku pelajaran saya sering kali dihiasi dengan coretan-coretan kecil gambar yang spontan. Saya selalu antusias saat mengikuti pelajaran menggambar di sekolah," ujarnya.

Demi mewujudkan mimpi semasa kecil, Yaniar mulai menekuni ilustrasi digital secara otodidak sejak 2021 silam. Perempuan asal Ponorogo, Jawa Timur tersebut, kemudian menekuni dunia ilustrasi dengan mengikuti kelas menggambar. Keputusan tersebut menjadi langkah yang transformatif serta berdampak besar terhadap proses belajarnya.

Lewat kelas tersebut, Yaniar tak hanya belajar menggambar menggunakan aplikasi Medibang, tapi juga meraih juara pertama dalam tantangan menggambar bertema tertentu. Hadiah berupa pensil universal untuk menggambar digital, menjadi simbol awal perjuangannya, mendorongnya untuk terus belajar, bereksperimen, dan membuka jalan menuju dunia ilustrasi profesional.

Dari keputusan tersebut, banyak kesempatan baru menghampiri Yaniar. Di antaranya adalah pesanan ilustrasi untuk tujuan yang spesifik hingga tawaran dari publisher. Meski menekuni bidang tersebut bermodalkan smartphone, namun ia membuktikan bahwa alat yang sederhana tak menghambat keinginannya.

Yanir berbagi pengalaman, "Awalnya, saya hanya menerima pesanan untuk gambar figur saja, tetapi kemudian saya mendapatkan tawaran dari salah satu penerbit Indonesia untuk mengerjakan 4 buku. Saya merasa senang sekaligus sedih karena tidak yakin apakah saya mampu mengerjakan proyek tersebut hanya dengan menggunakan smartphone. Namun, pada kenyataannya, saya bisa melakukannya. Seiring waktu, saya akhirnya bisa upgrade device ke iPad untuk menggambar. Sejak saat itu, proyek buku anak mengalir dengan lancar. Saya telah mengerjakan buku-buku untuk Badan Bahasa Kemendikbud Jatim, Palu, Banten, dan Gerakan Literasi Nasional, serta buku cerita anak di Belanda dan Jerman."

Yaniar bersikap optimis dengan berbagai peluang yang datang. Mengawali karier dengan smartphone, kini ia meneguhkan pilihan untuk mendalami peran sebagai ilustrator buku anak.

"Setelah resign dari salah satu bank BUMN, saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan mencari pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah sehingga saya tetap bisa mendampingi tumbuh kembang anak-anak di rumah. Setelah mencoba beberapa hal, jatuhlah pilihan saya kepada pekerjaan sebagai ilustrator buku anak," tambah Yaniar.

2. Proses kreatif dalam membuat buku anak, punya pakem yang spesifik dan pesan kuat

Ilustrasi orang dewasa mengambil buku anak (unsplash.com)

Dalam dunia literasi anak, ilustrasi bukan sekadar dekorasi visual yang mempercantik halaman. Lebih dari itu, gambar memiliki kekuatan naratif yang mampu menyampaikan cerita, emosi, dan pesan-pesan mendalam yang tidak selalu tertuang dalam teks. Gaya penggambaran buku anak yang dipilih Yaniar, mengarah pada whymsical dengan sentuhan goresan tekstur krayon dan pensil warna yang memberikan kesan unik nan imajinatif.

Bagi Yaniar ilustrasi punya peran yang kuat. Ia berujar, "Ilustrasi dalam buku anak memiliki peran yang sangat penting. Selain memperkaya informasi yang tidak terjelaskan melalui teks naskah, ilustrasi juga dapat membangkitkan imajinasi anak-anak dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka. Bahkan, ada jenis buku yang disebut wordless picture book, yang hanya berisi gambar adegan di setiap lembarnya tanpa keterangan teks. Meskipun tanpa teks, anak-anak masih dapat memahami isi cerita dan bahkan memicu banyak pertanyaan kritis dan imajinasi mereka."

Ilustrasi memperkaya pengalaman membaca anak dengan membangkitkan rasa ingin tahu, membantu pemahaman, dan menciptakan ruang imajinasi. Inilah yang menjadikan elemen visual menjadi bagian yang krusial. Didasari oleh pandangan tersebut, , Yaniar menekuni proses kreatif dalam penciptaan buku dengan kesungguhan.

Yaniar menerangkan, di balik halaman yang penuh warna dan karakter, pertama-tama dia harus melakukan riset isi cerita, yakni melakukan observasi mendalam tentang isi cerita yang akan diilustrasikan. Setelah itu, karakter-karakter unik dirancang sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan.

Tahap berikutnya menyusun storyboard yang akan memperlihatkan komposisi gambar secara keseluruhan dalam satu buku. Lalu, sketsa-sketsa detail digambar untuk menampilkan adegan dengan lebih hidup dan ekspresif. Sebagai sentuhan akhir, pewarnaan dilakukan untuk menghadirkan nuansa, emosi, dan daya tarik visual yang kuat, membuat halaman demi halaman buku anak tampil memikat di mata para pembacanya.

"Lama pengerjaan setiap buku dapat berbeda-beda, tergantung pada jumlah halaman dan tingkat kerumitan. Rata-rata, minimal satu buku memakan waktu satu bulan atau bisa lebih. Paling lama, pengerjaan yang pernah saya lakukan adalah selama enam bulan untuk sebuah buku," ujar Yaniar.

Meski prosesnya panjang dan rumit, Yaniar mengaku puas dengan karyanya. Berbagai prestasi ditorehkan, termasuk keterlibatannya dalam pengerjaan ilustrasi di Balai Bahasa berbagai daerah, mulai dari Banten, Jawa Timur, hingga Palu.

Ditanya buku apa yang paling berkesan, Yaniar berbagi, "Buku yang paling berkesan dalam proses pembuatannya adalah Wonderful Siroh Rasulullah yang kemudian diterbitkan ulang oleh penerbit Jerman dengan judul Die Wunderbare Sira von Rasulullah. Ada banyak tantangan menggambar buku ini, salah satunya adalah menggambarkan isi tanpa menunjukkan wajah tokoh, terutama nabi. Selain itu, juga sebagai pribadi muslim, saya mendapatkan banyak pengetahuan baru tentang kisah nabi selama melakukan riset dalam pengerjaan buku ini."

3. Ilustrator buku anak bukan sekadar pekerjaan menggambar karena punya tanggung jawab besar bagi tumbuh kembang anak

Ilustrasi buku anak. (Dok. Pexels/Lina Kivaka)

Ilustrasi di buku cerita anak tak hanya menghadirkan gambar yang memikat dan menarik secara visual. Ada sederet tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan berbagai aturan ketat yang mengikat proses kreatif. Misalnya, pembatasan penggunaan unsur kekerasan, benda tajam, dan simbol-simbol yang sensitif.

"Tantangannya karena buku ini ditujukan untuk anak-anak, sehingga ada banyak pakem yang harus diperhatikan saat menggambar. Salah satunya adalah pembatasan penggunaan benda tajam, contohnya gunting, pisau dan adegan kekerasan, seperti pemukulan atau perundungan," cerita Yaniar.

Pembuat konten visual juga dituntut untuk mampu menggugah kreativitas dan imajinasi anak melalui penggambaran karakter utama. Tokoh-tokoh dengan kepribadian kuat yang dapat melekat di ingatan pembaca, menjadi concern besar bagi setiap ilustrator.

"Selain itu, karena buku cerita memerlukan penggambaran karakter yang konsisten dari awal hingga akhir, maka saya harus memastikan bahwa karakter cerita digambarkan dengan konsisten di setiap lembar. Saya juga berhati-hati untuk tidak membuat setiap halaman terlalu penuh dengan gambar karena hal ini dapat membuat mata anak menjadi lelah. Oleh karena itu, komposisi gambar dalam buku harus diperhatikan dengan baik, dengan memberikan ruang kosong white space yang cukup untuk memberikan jeda bagi mata pembaca," lanjut Yaniar.

Komponen gambar ternyata tak hanya berfungsi untuk memeriahkan lembar buku, akan tetapi menjadi hal yang esensial dalam proses belajar anak. Sejumlah pedoman juga sangat diperhatikan demi meminimalisir dampak negatif pada psikologis dan tumbuh kembang anak.

Tak heran jika dikatakan profesi ilustrator bukan sekadar pekerjaan menggambar. Ada tanggung jawab besar untuk menyampaikan nilai dan membentuk imajinasi generasi masa depan.

4. Tantangan sebagai ilustrator di tengah kemajuan teknologi dan penggunaan AI

Ilustrasi membeli buku anak (freepik.com/zinkevych)

Sebagai desainer visual, tantangan yang dihadapi oleh Yaniar tak hanya berkutat pada grafis. Diperlukan disiplin dan manajemen diri yang kuat untuk tetap bertahap di bidang tersebut. Bagi Yaniar, setiap proyek bukan hanya soal estetika, tetapi juga perjuangan untuk menjaga integritas di tengah tuntutan industri yang cepat dan kompetitif.

"Sebagai ilustrator freelance, saya menghadapi tiga tantangan utama, yakni mengelola diri sendiri, mengikuti perkembangan teknologi AI, dan berinteraksi dengan client. Mengelola diri sendiri berarti memiliki disiplin waktu yang baik untuk menyeimbangkan peran sebagai ilustrator, ibu, dan istri. Perkembangan teknologi AI menuntut saya untuk terus meningkatkan keterampilan dan kemampuan saya. Sementara itu, berinteraksi dengan klien memerlukan kecakapan bernegosiasi dan komunikasi yang efektif, terutama jika klien dari luar negeri dengan bahasa yang berbeda."

Sayangnya, tantangan sebagai kreator visual menjadi terancam berkat kehadiran artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Isu ini telah berkembang di industri kreatif, terlebih bagaimana kemampuan manusia harus bersaing dengan teknologi.

Yaniar membagikan pendapatnya terkait peran AI untuk membuat ilustrasi, "Keberadaan AI tidak hanya mengancam pekerjaan ilustrator, tetapi juga beberapa sektor pekerjaan lainnya. Perkembangan teknologi tidak dapat dihindari sehingga kita harus beradaptasi dan berkembang seiring dengan zaman.

"Saat ini, AI belum sepenuhnya mengancam keberadaan ilustrator buku anak karena masih memiliki keterbatasan dalam menjaga konsistensi karakter dari awal hingga akhir buku. Meskipun dengan prompt yang sama, hasil akhir penggambaran karakter dapat berbeda-beda. Saya berbicara dari segi AI yang pernah saya coba, koreksi saya jika ternyata menjumpai aplikasi AI yang bisa konsisten menggambar karakter di setiap prompt-nya," Yaniar menekankan berdasarkan pengalamannya menggunakan aplikasi AI.

Meski banyak pro dan kontra terhadap kemunculan kecerdasan buatan, namun ia tetap bersikap optimis dengan kemutakhiran teknologi. Hal ini justru mendorong dirinya untuk terus relevan.

"Namun, sisi positif AI, yaitu saat merasa burnout tentang komposisi gambar, AI dapat dimanfaatkan untuk membantu men-trigger ide komposisi gambar atau POV (point of view atau sudut pandang) dalam menggambarkan adegan dalam suatu naskah," katanya.

5. Harapan untuk industri kreatif

ilustrasi menggambar menggunakan tablet (pexels.com/Berna)

Di balik setiap buku anak yang terlihat atraktif, ada sosok ilustrator yang tak hanya menghadirkan gambar, tetapi juga menyalurkan imajinasi, nilai-nilai, dan cara berpikir kepada para pembacanya yang masih belia. Meski eksistensi ilustrator buku anak di Indonesia masih kerap dipandang sebelah mata, Yaniar berharap para ilustrator lokal tak hanya bisa terus berkarya, tetapi juga berkontribusi lebih besar bagi kemajuan pendidikan dan kreativitas anak-anak Indonesia.

"Semoga ilustrator buku anak di Indonesia dapat lebih dihargai dan diakui karyanya. Tak jarang, beberapa ilustrator lebih memilih proyek luar negeri karena deadline yang lebih panjang dan fee yang lebih besar, yang juga memungkinkan mereka untuk menghasilkan karya yang lebih berkualitas. Semoga program literasi pemerintah seperti SIBI, GLN, dan Buku Anak Dwibahasa dapat terus berlanjut dan meningkat dengan tetap melibatkan ilustrator dalam proses kreatifnya, sehingga dapat menciptakan ekosistem yang seimbang antara penulis dan ilustrator buku anak untuk meningkatkan minat literasi anak sejak dini," Yaniar sampaikan harapan untuk pelaku industri kreatif lokal.

Apresiasi terhadap pelaku industri kreatif lokal memang belum sebanding dengan dampak besar yang ditorehkan dalam proses tumbuh kembang generasi muda. Namun, Yaniar memberikan pesan penutupnya agar hal tersebut tidak menjadi penghalang.

"Jangan takut bermimpi, bisa jadi mimpimu sedang bergerak mendekat untuk terwujud," tutup Yaniar.

Editorial Team