Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock Project)
ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock Project)

Seorang people pleaser hobi memprioritaskan kebutuhan dan keinginan orang lain di atas kebutuhannya sendiri. Walau kelihatannya baik, kebiasaan ini dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri dan hubungan. Keintiman emosional yang seharusnya dibangun atas dasar kerentanan dan keterbukaan akhirnya tidak bisa terbentuk.

Dengan menekan perasaan dan menutupi kebutuhan diri sendiri, sebenarnya kamu sedang membangun tembok ketidakjujuran yang membuat hubungan semakin tegang. Semakin berjalannya waktu, kebiasaan ini justru mengundang beragam dampak buruk.

Berikut tiga tanda hubunganmu berubah toksik karena sikap people pleasing.

1.Tidak ada keterbukaan yang tulus dalam hubungan

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock Project)

Bila kamu adalah seorang people pleaser, kamu akan cenderung membuat pilihan atau keputusan berdasarkan apa yang diharapkan pasanganmu. Demi menghindari konflik, kamu mengubur keinginan dan perasaanmu sendiri.

Namun seiring berjalannya waktu, terus-menerus mengesampingkan perasaan dapat menyebabkan rasa lelah dan benci. Lambat laun, kamu yang akan kewalahan dengan hubunganmu.

Ingatlah bahwa hubungan yang sehat melibatkan rasa percaya. Dan rasa percaya yang tulus hanya dapat dibangun dengan keterbukaan dan keintiman. Bila hal ini tidak ada, maka patut dipertanyakan, sebenarnya apa esensimu membangun hubungan?

2.Kamu dan doi mulai merasa asing satu sama lain

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock Project)

Bagaimana mau saling mengenal bila tidak ada kejujuran di dalam hubungan? Mungkin awalnya tidak terasa, tapi lambat laun, sikap people pleasing bisa memimpin pada kepura-puraan.

Memang, sih, dari luar hubungan kalian tampak adem ayem, rukun, dan suportif. Tapi saat ditilik lebih dalam, kalian tidak benar-benar mengenal satu sama lain.

Ketika seseorang menekan keinginannya sendiri untuk menyenangkan orang lain, ia sebenarnya sedang mengalami tekanan atau konflik internal. Hal ini berbahaya karena bisa meledak sewaktu-waktu.

3.Adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan

ilustrasi pasangan (pexels.com/Thirdman)

Hubungan yang sehat juga dibangun dengan dinamika yang sehat pula. Dalam artian, baik kamu dan pasangan sama-sama punya porsi yang pas dalam mengungkapkan pendapat, sama-sama punya bagian dalam mendengar dan didengar.

Namun, bila hanya pasanganmu yang meminta sementara kamu terus mendengar dan menurut, hal tersebut akan menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan yang membuat hubungan akan terasa berat sebelah.

Mungkin kamu melakukan hal tersebut demi kebahagiaan hubungan, tapi realitasnya justru membuat pasanganmu merasa tidak nyaman.

Kamu tidak bisa terus menyenangkan hati orang. Termasuk, pasanganmu. Kamu harus menerima fakta bahwa terkadang kalian mengalami gesekan pendapat, dan itu hal yang lumrah. Justru dari perbedaan inilah, kamu dan doi akan semakin mengenal satu sama lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team