Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan
ilustrasi pasangan (pexels.com/August de Richelieu)

Intinya sih...

  • Kamu menggantungkan harga diri pada perlakuan pasangan.

  • Kamu terus-menerus mencari bukti cinta.

  • Kamu memendam keinginanmu untuk menghindari konflik.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Istilah toxic productivity sering dikaitkan dengan pekerjaan, dimana kamu merasa harus selalu produktif dalam “menghasilkan sesuatu” hingga mengabaikan kesehatan fisik dan mental. Ternyata, hal ini juga berlaku dalam hubungan.

Kamu beranggapan, cinta dan perlakuan baik dari pasangan harus kamu “dapatkan”. Entah melalui pencapaian, perbuatan baik, atau hal lain. Alhasil, hubungan jadi bersifat transaksional alih-alih tulus dibangun dari hati.

Ketika kamu terus dihantui pola pikir toksik seperti ini, selamanya kamu akan bersikap defensif dan sulit untuk menerima cinta orang lain. Karena itu, yuk kenali empat tanda kamu terjebak toxic productivity dalam hubungan. Segera ubah, ya!

1. Kamu menggantungkan harga diri pada perlakuan pasangan

ilustrasi wanita (pexels.com/Anna Alexas)

Salah satu sinyal paling jelas ketika kamu selalu berusaha mendapatkan cinta adalah, kamu menaruh harga dirimu pada cinta yang diterima dari pasangan. Ketika hubungan sedang baik-baik saja dan pasanganmu memberikan seratus persen perhatian, kamu merasa aman.

Tapi, ketika pasanganmu sibuk atau hubungan dilanda masalah, kamu seringkali merasa rendah diri bahkan sensitif. Jauh di dalam, ada rasa tidak aman yang belum selesai. Kamu hanya percaya diri ketika pasanganmu memuji dan memberi perilaku hangat.

Keinginan untuk terus mendapat validasi berakar dari pola pikir bahwa kamu tidak layak dicintai utuh oleh pasangan. Hati-hati, ini bisa jadi pemicu hubungan toksik.

2. Kamu terus-menerus mencari bukti cinta

ilustrasi pasangan saling sayang (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Seseorang yang punya pola pikir bahwa cinta harus diraih, sebenarnya punya rasa tidak aman dalam hubungan. Kamu jadi lebih mudah parno, selalu menafsirkan ambiguitas sebagai potensi pengabaian.

Tanpa disadari, kamu berulang kali meminta menginginkan konfirmasi ulang dalam hubungan. Memang sih, ketika dilakukan bisa memberi kelegaan. Tapi itu sifatnya sementara.

Kalau kamu tidak selesai dengan diri sendiri, semanis, seromantis apa pun pasangan memperlakukanmu, kamu selalu punya ruang curiga dan mempertanyakan sikapnya.

3. Kamu memendam keinginanmu untuk menghindari konflik

ilustrasi pasangan mengobrol (pexels.com/cottonbro studio)

Ketika kamu berpikir bahwa cinta pasangan harus “didapat”, maka kamu akan seringkali memendam kebutuhan, batasan, dan keinginanmu demi menjaga hubungan tetap lancar. Dari luar, kamu kelihatan happy-happy saja. Padahal di dalam, ada banyak uneg-uneg kamu pendam.

Hubungan yang sehat melibatkan pertumbuhan dari kedua belah pihak. Ini berarti, kamu dan pasangan bisa dengan leluasa mengekspresikan kebutuhan, preferensi, dan batasan satu sama lain tanpa takut dihakimi. Di sinilah, kalian belajar untuk menghormati satu sama lain.

4. Kamu terlalu sering meminta maaf bahkan merendahkan diri sendiri

ilustrasi pasangan minum kopi (pexels.com/Eren Li)

Ketika menjalin komitmen dengan seseoran, berbuat salah adalah hal yang lumrah. Dari situlah kamu dan pasangan sama-sama ditempa dan belajar untuk lebih respek ke satu sama lain.

Perbedaannya adalah pada cara menyikapi konflik tersebut. Bila kamu malah berubah jadi pribadi yang overexplaining diri, bahkan meminta maaf berulang untuk kesalahan sederhana, ini bisa jadi tanda kamu punya persepsi keliru dalam hubungan.

Demi mencegah keretakan, kamu jadi rela mengecilkan diri sendiri. Tentu ini bukan cara yang sehat dalam menyikapi kesalahan.

Dari empat tanda di atas, apa kamu menemukan dirimu? Seringkali, tandanya terlihat ambigu sampai kamu tidak sadar. Hubungan yang sehat seharusnya dibangun dari kesiapan. Salah satunya, kesiapan diri untuk beres dari rasa tidak aman dan insecure berlebihan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team