Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan berpisah
ilustrasi pasangan berpisah (pexels.com/a-darmel)

Intinya sih...

  • Terlalu mengutamakan orang lain, jadi lupa sama diri sendiri.

  • Takut konflik, akhirnya banyak hal dipendam sendiri.

  • Cenderung menarik orang yang suka mengambil manfaat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kamu merasa sudah jadi pasangan yang suportif, perhatian, gak posesif, bahkan sering mengalah. Sayangnya, entah kenapa, setiap hubungan yang dijalani selalu berakhir dengan cara yang menyayat hati. Rasanya gak adil karena kamu gak pernah main-main soal perasaan. Bahkan selalu berusaha jadi yang terbaik, tau batas, ngerti timing, dan gak neko-neko.

Hubungan yang gagal gak selalu tentang siapa yang salah dan siapa yang benar. Kadang, justru karena kamu terlalu berusaha jadi “baik”, kamu malah kehilangan batas, identitas, dan sinyal red flag yang seharusnya kamu tangkap dari awal. Jadi, kalau kamu sering merasa cinta selalu kandas meski udah all out, mungkin ada sesuatu yang perlu direfleksikan dari sikapmu selama ini.

1. Terlalu mengutamakan orang lain, jadi lupa sama diri sendiri

ilustrasi pasangan saling sayang (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Menjadi sosok yang penuh empati dan perhatian itu luar biasa. Namun, kalau kamu terlalu fokus pada kebutuhan pasangan sampai lupa kebutuhan pribadi, itu bukan hubungan yang sehat. Misalnya, kamu selalu menyesuaikan jadwal untuknya, menuruti semua keinginannya, bahkan rela memendam perasaan agar dia nyaman bersamamu.

Lama-lama, kamu sendiri yang kelelahan secara emosional. Hubungan yang sehat seharusnya memberi ruang buat kamu berkembang, bukan malah menguras energimu. Ketika kamu terlalu baik sampai mengorbankan diri sendiri, pasangan justru kehilangan rasa hormat dan malah merasa bisa seenaknya.

2. Takut konflik, akhirnya banyak hal dipendam sendiri

ilustrasi cowok menangis (pexels.com/a-darmel)

Banyak orang memilih diam karena terlalu sayang, takut ribut, takut ditinggal, atau merasa gak enak hati. Kamu mungkin berpikir, “Daripada berdebat, mending aku sabar aja”. Padahal, setiap hubungan pasti butuh komunikasi yang jujur, termasuk menyampaikan hal-hal yang mengganggu perasaanmu.

Dengan terus memendam, kamu justru membiarkan masalah menumpuk sampai meledak. Pasanganmu pun gak pernah benar-benar tahu batasan dan ekspektasimu. Akhirnya, hubungan berjalan satu arah dan kamu merasa gak pernah benar-benar dipahami. Saat emosi itu meledak, semuanya udah terlambat.

3. Cenderung menarik orang yang suka mengambil manfaat

ilustrasi pasangan bersedih (pexels.com/rdne)

Orang yang terlalu baik kadang justru menarik tipe pasangan yang manipulatif. Bukan karena kamu layak disakiti, tapi karena dia melihat celah untuk memanfaatkan kebaikanmu. Kamu jadi target empuk bagi orang yang mencari pasangan yang gak banyak nuntut, gampang diatur, dan selalu memaklumi.

Dia mungkin gak menganggapmu sebagai pasangan setara, tapi lebih sebagai “support system gratis”. Tanpa sadar, kamu terjebak dalam relasi yang timpang alias merugikan. Dan ketika hubungan itu berakhir, kamu yang akan kebingungan, “Aku udah kasih semuanya, kenapa tetap ditinggal?”

4. Menghindari standar dan batasan dengan alasan fleksibel

ilustrasi pasangan saling mencintai (unsplash.com/allan_fdias)

Punya standar dalam hubungan bukan berarti kamu jadi keras kepala atau sulit kompromi. Justru itu yang menunjukkan kalau kamu tahu apa yang kamu butuhkan dan apa yang pantas kamu terima. Banyak orang yang terlalu baik, sehingga melepas standar mereka demi menyesuaikan dengan pasangan.

Mereka bilang, “Dia memang belum mapan, tapi aku percaya dia akan berubah.” Atau, “Dia suka ghosting karena sibuk, jadi aku harus ngerti.” Sayangnya, sikap fleksibel yang kebablasan bisa bikin kamu terjebak dalam hubungan yang menyakitkan. Setiap orang punya batas sabar dan saat kamu terlalu sering menoleransi hal toksik, akhirnya akan tetap patah hati.

5. Terlalu cepat memberi tanpa mengenali niat asli pasangan

ilustrasi pasangan kencan (pexels.com/Los Muertos Crew)

Jika kamu tipe orang yang gampang percaya dan langsung memberi cinta sepenuhnya begitu merasa klik, itu gak baik. Memang gak sepenuhnya salah, tapi penting juga buat menilai niat dan karakter pasangan terlebih dahulu sebelum kamu invest terlalu jauh secara emosional.

Sebab, terlalu cepat memberi segalanya bisa bikin kamu rentan kecewa kalau ternyata dia gak sepenuhnya serius. Kamu perlu waktu untuk mengamati konsistensi sikapnya, niat aslinya dan juga banyak hal lain. Memberi cinta itu penting, tapi jangan lupa memberi dengan bijak.

Jadi pasangan yang baik bukan berarti harus terus mengorbankan diri. Kalau hubunganmu sering kandas meski kamu udah jadi pasangan yang baik, sudah waktunya mengubah caramu mencintai. Tetap jadi baik, asal punya standar, batasan, dan cinta yang cukup untuk dirimu sendiri, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team