Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi teman saling diam (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi teman saling diam (pexels.com/Anna Shvets)

Intinya sih...

  • Friendship burnout adalah fenomena baru yang muncul karena tuntutan sosial dan rentan terjadi pada usia 20-30 tahun.
  • Respon alami terhadap friendship burnout adalah slow response, cuek, dan aktivitas menjadi berat serta menguras energi.
  • Refleksi diri dan tetapkan batasan dalam pertemanan untuk menjaga kesejahteraan mental dari friendship burnout.

Istilah burnout dengan pekerjaan mungkin sering kita dengar atau justru pernah kita alami. Namun, bagaimana jika yang membuat burnout adalah pertemanan? Teman yang harusnya jadi salah satu tempat bersandar, berbagi cerita, dan teman bermain yang menyenangkan, kini terasa beban. Fenomena ini disebut friendship burnout. Kondisi ini bisa muncul karena tuntutan sosial, dimana kita harus selalu hadir dan bisa mengerti semua orang.

Friendship burnout adalah istilah baru yang belum banyak orang tahu, dan mungkin banyak orang yang merasakannya. Menurut penelitian, fenomena ini rentan terjadi pada usia 20-30 tahun. Di usia tersebut seseorang memang butuh banyak dukungan. Akan tetapi ditengah banyaknya tuntutan, teman yang juga menuntut ini dan itu justru membebani. Untuk itu, kenali tanda-tanda dari fenomena ini dan sebaiknya kamu ambil jeda jika merasakannya.

1. Mulai malas balas chat, padahal biasanya antusias

ilustrasi sedang menatap layar ponsel (pexels.com/mikoto.raw Photographer)

Biasanya yang setiap hari sering chat random, saling kirim video-video lucu, terasa seru dan menyenangkan, sebaliknya kita jadi lebih slow response dan cenderung cuek. Ini bukan berarti kita jahat atau berniat sombong, melainkan respon alami ketika mental merasa lelah atau muak, sehingga membuat kita menjauh. Bahkan aktivitas sesederhana membalas pesan terasa berat dan menguras energi.

Untuk menghindari kesalahpahaman, sebaiknya kita jujur terhadap apa yang kita rasakan. Jika takut akan membuat temanmu tersinggung, maka kita tidak harus menjelaskannya secara detail. Cukup katakan bahwa kita butuh waktu sejenak untuk rehat dari aktivitas sosial. Kemudian luangkan waktu untuk mengisi ulang energimu, dengan melakukan hobi, refleksi diri, atau solo traveling.

2. Nongkrong yang dulunya seru, sekarang terasa 'dipaksa'

ilustrasi wanita sedang berdiam diri (pexels.com/MART PRODUCTION)

Pertemuan yang dulunya jadi momen seru dan ditunggu-tunggu, kini justu terasa seperti sebuah paksaan dan kewajiban. Kamu mulai mencari-cari alasan agar bisa absen dari nongkrong. Bahkan ketika akhirnya ikut nongkrong, saat pulang kita merasa lelah, bukannya lega atau recharge energi. Itulah dinamika pertemanan yang bisa berubah ketika kita merasa jenuh. Otak akan menilainya sebagai beban, bukan hiburan.

Jika hal ini terjadi, refleksi diri adalah cara terbaik untuk menilai, ‘apakah kamu merasa tidak lagi cocok dengan mereka, atau kamu cuma butuh jeda karena sering bertemu sehingga mudah lelah’. Kemudian sesuaikan cara komunikasi dan interaksi dengan kondisi saat ini. Misal, jika keberatan dengan pertemuan seminggu sekali, maka ubah dan bicarakan sesuai kesepakatan. Bisa dua minggu sekali saja atau sebulan sekali, untuk menjaga hubungan.

3. Merasa harus selalu hadir atau hanya jadi pendengar saja

ilustrasi mendengarkan teman bercerita (freepik.com/stockking)

Hubungan yang sehat itu harus saling support dan timbal balik. Namun, jika kita selalu jadi tempat curhat tanpa diberi ruang untuk berbagi, maka hubungan tersebut bisa terasa berat sebelah. Kita mulai merasa seperti ‘tempat menampung’ masalah orang lain, tetapi tidak pernah punya ruang aman untuk diri sendiri. Beberapa orang memang memiliki kecenderungan menjadi people pleaser, rasa ingin selalu hadir dan membantu. 

Kebiasaan menjadi people pleaser kurang baik, jika akhirnya kita yang menderita sampai mengalami burnout. Untuk itu, mulai tetapkan batasan. Sesekali kamu boleh menolak ketika temanmu ingin cerita hal yang berat, saat keadaanmu sedang tidak baik. Atau, terkadang memang ada orang yang kurang inisiatif. Jadi, sebaiknya jika kita punya unek-unek, langsung ceritakan saja. Namun, pilih teman yang bisa ‘mendengar’, ya!

4. Takut dibilang berubah karena menjauh sementara

ilustrasi menjaga jarak dengan teman (freepik.com/freepik)

Perasaan bersalah sering muncul saat kita mulai menarik diri. Takut dibilang cuek, berubah, atau tidak peduli. Padahal kita hanya sedang butuh waktu sendiri untuk memulihkan diri, berpikir, atau sekadar diam. Perasaan takut tersebut bisa membuatmu memaksakan diri untuk hadir saat hati merasa lelah. Banyak yang beranggapan bahwa teman yang baik adalah yang selalu ada. Namun kenyataannya, ‘selalu ada’  bisa juga melelahkan.

Sangat manusiawi apabila kita merasa jenuh, lalu menjaga jarak demi kesejahteraan mental. Tanamkan bahwa menarik diri bukan berarti menghilang selamanya. Sampaikan pada temanmu dengan jujur, misalnya, ‘akhir-akhir ini saya sedang butuh waktu sendiri dan bukan karena marah atau menjauh’. Teman yang baik pasti akan mengerti dan menghargai keputusanmu.

5. Merasa tidak dihargai dalam pertemanan

Ilustrasi sedang merenung (pexels.com/Liza Summer)

Kamu yang selalu menyapa lebih dulu dan berinisiatif mengatur pertemuan. Kamu yang memahami, memaafkan, dan mengalah. Saat kamu berhenti melakukan itu semua, hubungan tiba-tiba hening. Kamu pun mulai mempertanyakan, 'apakah saya penting dalam hubungan ini?'. Hubungan jika dijalankan sepihak saja, akan ada rasa ketidakseimbangan dan seiring berjalannya waktu bisa menumpuk menjadi luka emosional.

Hubungan yang baik membuat kita lelah terus-menerus. Berhenti memaksa diri untuk selalu hadir. Kita boleh sesekali menguji hubungan pertemanan itu dengan membiarkan mereka memulai. Apakah mereka akan mencarimu atau sekedar menanyakan kabar. Jika tidak, mungkin itu sinyal untuk memikirkan kembali hubungan pertemananmu. Teman yang menghargaimu akan tetap ada, meski kamu tidak selalu hadir.

Pertemanan yang sehat bukan tentang seberapa sering bertemu, seberapa cepat membalas pesan, atau seberapa banyak cerita yang dibagikan setiap hari. Pertemanan adalah tentang saling memahami ritme hidup masing-masing, termasuk ketika ritme melambat karena lelah dan sedang butuh ruang untuk diri sendiri. Merawat hubungan  susah-susah gampang dan apapun bentuknya harus selalu dirawat supaya langgeng.

Jika saat ini kamu sedang merasa jenuh dengan pertemananmu, maka jaga jarak sesaat dan dengarkan dirimu. Jangan merasa bersalah dan takut dicap berubah, sebab kamulah yang tahu batasan dirimu. Rasa lelah itu wajar dan tidak bisa dipaksakan. Teman yang baik tidak akan pergi hanya karena kamu rehat sejenak, sebelum kembali dengan energi yang lebih baik. Friendship burnout bukanlah akhir dari sebuah hubungan pertemanan. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team