TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bagaimana Mencintai tanpa Merendahkan Diri? Ini Kata Pakar

Sayangi diri terlebih dulu

instagram.com/perempuanberkisah

Platform Perempuan Berkisah menggelar diskusi virtual melalui Live Instagram yang bertemakan "Mencintai Tanpa Merendahkan Diri, Bisa?" pada Rabu 22/7/2020 pukul 20.00-21.00 WIB. Diskusi mengenai permasalahan hubungan ini dipandu oleh Gabriella Regina, tim redaksi dari Perempuan Berkisah.

Psikolog Anak dan Remaja yang kerap membahas isu kesehatan mental terkini, Anastasya Satriyo, M.Psi., Psi., didapuk sebagai narasumber. Berikut kata pakar mengenai bagaimana manusia seharusnya mampu berelasi secara sehat.

1. Relasi terhadap diri menentukan bagaimana relasi dengan orang di lingkungan sekitar

IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

Anastasya Satriyo, M.Psi., Psi., Psikolog Anak dan Remaja, memaparkan betapa pentingnya individu menerima dirinya sebelum berada dalam hubungan. 

"Esensinya manusia, kita bukan hanya memenuhi kebutuhan fisik, tapi juga kebutuhan berelasi. Kita percaya bahwa relasi kita dengan diri menentukan standar relasi dengan orang-orang di lingkungan kita. Jadi kalo kita ada dalam hubungan pasangan toksik, kita bisa tahu. Dalam hubungan itu seharusnya ada respect dan boundaries. Ini adalah tentang penerimaan kita sama diri sendiri", terang Anastasya. 

Menurut Anastasya, healing is possible. Namun sebelumnya, seseorang perlu memahami konsep 'connection before correction, I love you but I can't give all to you'.

Konsep ini yang membuat individu embracing diri mereka. Ketika tahap ini sudah diperoleh, individu belajar bagaimana merawat diri dari pengalaman masa lalu. Individu mampu membawa pengalaman yang baik, mengeliminasi yang buruk, serta berproses secara berkesadaran.

2. Perlu untuk mengenali emosi yang ada dalam diri ketika individu tengah berada dalam hubungan toksik

IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

Ada langkah-langkah tertentu yang bisa dilakukan individu untuk mengenali emosinya saat berada dalam hubungan tosik. Anastasya menjelaskan beberapa cara release emosi, yang di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Menyadari emosi yang dirasakan. Emosi ini tidak ada benar dan salah, karena ini merupakan preferensi yang berbeda di setiap orang.
  2. Mengenali emosi yang dialami. Tahu bahwa itu emosi sedih, marah, bahagia, kecewa, takut, bangga dan lainnya.  
  3. Mengakui dengan cara validasi. Menanyakan pada diri apakah kita juga senang ketika menunjukkan sikap tertentu pada pasangan. 
  4. Melepaskan dengan cara relaksasi. Individu memiliki kemampuan untuk afirmasi dengan cara berbicara hal positif untuk diri mereka. Seperti misalnya, 'Aku merasa cukup sama diri aku' atau 'saya mau belajar menerima dan mencintai diri saya hari ini'. 

Anastasya juga memaparkan bahwa otak manusia memproses bahaya dengan cara sama secara fisik maupun secara emosi. Lingkungan individu yang terlalu toksik dapat dianalogikan seperti luka bakar level tiga. Apabila lingkungan toksik itu sudah di luar kapasitas untuk ditangani sendiri, individu dapat mencari bantuan profesional melalui konseling ke psikolog atau psikiater. 

Baca Juga: Ubah Toxic Relationship Jadi Healthy Relationship? Bisa, Asal...

3. Bagaimana membiasakan diri tanpa pasangan setelah keluar dari hubungan toksik?

IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

Selanjutnya, Anastasya menerangkan bahwa seseorang setidaknya harus mendeskripsikan perasaannya secara nyata. Individu perlu melewati tahapan kehilangan yaitu denial, anger, sedih, bargaining, dan terakhir adalah acceptance. 

"Belajar menemukan lagi apa yang membuat kita dihargai. Handle our self with care. Banyak orang ketika emosinya gak ditangani secara benar, maka akan masuk ke lembah depresi", terang Anastasya. 

Namun ia juga menambahkan bahwa ketika individu berhasil keluar dalam hubungan toksik, ada tanda tertentu yang dapat dilihat. Salah satunya adalah individu mampu mengenali daya kekuatan yang ada dalam dirinya. 

4. Bagaimana menemukan kepercayaan diri atau value yang hilang karena hubungan toksik?

IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

"Ada dalam relasi atau tidak kita tetap manusia independen. Misalnya saya dengan pasangan punya waktu diri sendiri untuk mengembangkan diri. Kamu juga perlu waktu untuk memproses diri kamu dulu. Setelah itu, kamu akan tahu bagaimana berdaya dari dalam." terang Anastasya.

Ia juga memaparkan bahwa perempuan perlu belajar tentang secure. Di mana ketika hal ini sudah didapat, maka mereka gak perlu kode-kodean atau ngambek lagi dengan pasangan.

Individu mulai menyadari bahwa ia adalah manusia dan pasangan juga manusia. Mengingat hal ini adalah cara sederhana untuk menumbuhkan rasa saling menghargai dengan pasangan.

Baca Juga: Sering Terjebak Toxic Relationship? Ini Langkah Move On dari Pakar!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya