TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dariku Korban Pemerkosaan yang Telanjur Hamil: Aku Tak Akan Membunuh Anakku Sendiri

Sudah jadi korban, jadi bahan gunjingan pula

pexels.com

Dunia di depanku tampak gelap, hanya dalam sekejap. Tak ada canda yang mampu mengubah rautku menjadi ria. Kala itu, masa depan bagiku tak lebih dari sebuah pernyataan imajiner.

Kejadian malam itu mengubah segalanya. Pria tak beradab, yang bahkan tak pernah ku ketahui namanya, menggerayangi tubuhku, merenggut hak paling hakiki yang ku miliki: keperawanan.

Siapa sangka nafsu manusia seberingas itu...

favim.com

Tak ada yang tahu bahwa air mata rasa-rasanya ingin ku tumpahkan semua, sampai kering, sampai aku tak bisa lagi menangis. Menyakitkan bila memandang tubuhku, yang kini menjadi seakan sangat ternoda, terlangkahi oleh penjahat kelamin kelas teri.

Ini bukan salahku. Namun cemoohan datang bertubi-tubi, memekikkan telingaku dengan kalimat-kalimat yang tak ramah. “Salah siapa pakai baju terbuka.” Begitu kata orang-orang sekelilingku. Siapa sangka nafsu manusia seberingas itu, yang mudah terpantik hanya karena melihat betis jenjang. Sudah jadi korban, jadi bahan gunjingan pula aku.

Baca Juga: Kenapa Sih Cewek Lebih Sering Jadi Korban Pelecehan Seksual Dibandingkan Cowok?

Hamil buatku bukan pilihan, tapi kecelakaan, paksaan, atau lebih tepatnya peristiwa yang tak mampu ku elakkan.

pexels.com

Beberapa waktu setelah peristiwa kelam itu, tubuhku aneh. Perutku serasa tebal. Tamu yang ku nanti datang tiap bulan, kini tak juga menampakkan batang hidungnya. Hatiku berdesir. Ada kengerian sekaligus kegamangan.

Aku hamil.

Kini hidupku makin terasa culas karena janin yang tak ku tahu benihnya milik siapa ini telanjur berkembang menjadi besar. Di perutku ada nyawa. Orang-orang di sekitarku tambah berkicau. Makin nyaring bunyinya, membuat daun telingaku makin panas.

Siapa yang mau berbadan dua tanpa pasangan? Hamil buatku bukan pilihan, tapi kecelakaan, paksaan, atau lebih tepatnya peristiwa yang tak mampu ku elakkan. Siapa yang mau hidup membesarkan bocah, yang bahkan tak ku ketahui bibitnya milik siapa. Setan memberi aba-aba untuk aborsi. Kekalutan ini menggerayangi pikiranku bertubi-tubi.

Kerikil-kerikil tajam tak boleh melumpuhkan kakiku.

foodmatters.tv

Haruskah aku bertindak jahat setelah dijahati? Layakkah aku membunuh nyawa yang masih terkungkung dalam rahim, yang mencecap aroma udara saja belum?

Kelam dan membingungkan.

Tapi apakah kelam ini harus terus ku turuti? Apakah hidup hanya sebatas meratapi peristiwa tanpa menghadapi fakta di depan mata?

Sejatinya, lama-lama aku sadar. Jalan masih panjang di depan. Kerikil-kerikil tajam tak boleh melumpuhkan kakiku. Cemoohan, bayang-bayang jahat, suara-suara keji harus jadi bahan cambukan untuk bangkit. Ketahuilah, hidupku memang terasa hancur. Nasi sudah menjadi bubur. Tapi kini aku akan membuatnya menjadi bubur yang lezat untuk disantap.

Karena aku adalah orang terpilih, yang mendapat warisan keturunan tanpa harus menunggu kapan aku siap.

storiesofworld.com

Hamil di luar nikah bukan dosa yang sengaja ku perbuat. Paradigmaku berputar. Kuanggap ini sebagai hadiah dari Sang Pencipta, karena aku adalah orang terpilih, yang mendapat warisan keturunan tanpa harus menunggu kapan aku siap. Aku pikir, Tuhan telah memandangku mampu mengasuh malaikat kecilnya. Caranya tak terduga, membuatku makin dewasa.

Aborsi bukan pilihan. Sebab, menghabisi nyawa bayi yang ku kandung sendiri, walau tak ku kehendaki kedatangannya, adalah kejahatan paling besar. Itu berarti aku lebih keji dari penjahat kelamin yang menggagahi keperawananku.

Kita adalah korban, tapi bukan berarti harus terus berkubang dalam kepedihan.

rd.com

Bagaimanapun, nyawa ini sudah menyatu dengan rahimku. Hidup si jabang bayi adalah bagian dari hidupku. Membunuhnya berarti membunuh sebagian tubuh dan hidupku sendiri.
Ini bukan akhir dari segalanya, tapi justru awal kehidupan.

Aku tak boleh terus-terusan menjadi orang yang merasa ternoda. Kini hidupku akan ku curahkan untuk dia, sang bayi titipan Pencipta. Membesarkan dia, merawatnya dengan baik adalah kewajiban sekaligus tantangan.

Kini aku bisa menghadapi hidup lebih berkualitas, lebih tenang, dan lebih dewasa. Keadaan lah yang mendewasakan pikiranku. Hal-hal yang menimpa diriku kuanggap sebagai pembelajaran bagi perempuan-perempuan yang nasibnya sama denganku. Kita adalah korban, tapi bukan berarti harus terus berkubang dalam kepedihan.

Baca Juga: Mengapa Kasus Pelecehan Seksual oleh Dosen FISIPOL UGM Baru Terkuak Sekarang?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya