Tentang Cinta dan Agama

Untuk apa cinta kalau perbedaan mampu memisahkan?

Sesuatu yang berlebihan itu tidaklah baik. Termasuk dalam mencintai seseorang.

“Semakin dalam dan semakin lama kau menyelam, semakin besar kemungkinan kau kehabisan napas dan tenggelam.”

Tetapi bukan berarti tidak serius. Karena ada beberapa orang yang diciptakan dengan hati yang begitu rapuh. Berkali-kali jatuh dan terluka itu membuatnya enggan untuk mencinta.

Apa daya, manusia terlahir dengan hati, dengan perasaan, kecuali untuk orang-orang yang kelainan. Urusan hati memang tidak ada yang tahu. Cara seseorang menghadapi suatu persoalan itu juga berbeda-beda. Ada yang begitu terpuruk hingga akhirnya menutup diri. Ada juga yang berserah diri dan bangkit kembali. Tapi bagaimana dengan orang-orang ini? Orang-orang yang tercipta untuk setia, tercipta untuk mencinta setulus hati, tetapi selalu saja tersakiti. Apa semudah itu?

Mungkin menjadi dilema tersendiri. Ada kala hati ingin bangkit dan memulai lagi bab cerita yang yang baru, tapi tiba-tiba terhenti dan perlahan kembali ke halaman-halaman lama yang sudah terbaca. Meski hanya bayangan, tapi rasanya cukup menyiksa. Andaikan aku begini, andaikan aku begitu, semua kalimat pengandaian pun muncul di kepala. Tidak berguna! Iya, memang. Bekas luka yang ada seolah kembali terbuka dan itu menyakitkan.

Salah satu alasan seseorang untuk bertahan dalam kenangan adalah rasa nyaman. Tidak ada yang bisa mengalahkanya. Tidak ada. Entahlah, jika perasaan nyaman itu ada, semua kekurangan-kekurangan yang ada seolah sirna. Benar, cinta itu buta. Kekuranganmu dan kekuranganku, saling mengisi, saling melengkapi, ah... cuma alibi. Hingga pada akhirnya mata terbuka dan melihat jelas perbedaan itu. Tidak semua orang mampu menghadapi perbedaan, apalagi jika perbedaan itu menyangkut Tuhan.

“Untuk apa cinta kalau perbedaan mampu memisahkan?”

dm-player

“Cinta itu mempertemukan dua insan, tanpa mempersatukan.”

“Cinta itu tidak harus memiliki.”

Awal-awalnya memang biasa saja dan kadang saling meyakinkan, “jalani saja dulu”. Tapi semakin lama, semakin jelas perbedaan sudut pandangnya. Keluarga, lingkungan dan orang-orang sekitar mulai merecoki perbedaan-perbedaan itu. Hingga rasa jengah itu ada, rasa nyaman itu pun perlahan mulai pudar, menghadapi kenyataan. Entah sekuat apa dinding yang dibangun selama ini, akhirnya runtuh dan berserakan.

“Hanya ada dua pilihan, bertahan dalam ketidaknyamanan atau tinggalkan.”

Entah sudah berapa banyak pasangan yang hancur karena pilihan kedua. Tapi bukankah masih ada Tuhan? Terlalu khawatir karena tidak mendapat pasangan sama saja menghina Tuhan. Cukup jalani dan introspeksi diri.

“Karena yang terbaik datang bukan sembarang.”

Orang baik tercipta untuk orang yang baik pula. Jadi lakukan yang terbaik, tidak, cukup lakukan yang lebih baik dari sebelumnya. Kelak si dia yang tepat akan datang. Percaya atau tidak, dialah yang selalu menyebutmu dalam doanya. Atau dialah yang selalu mengharapkanmu sosokmu, entah sifatmu atau kelebihan-kelebihanmu yang bahkan tak pernah kamu sadari.

Tidak ada kisah sempurna, tidak ada kisah yang benar-benar bahagia. Karena pada akhirnya semua akan kembali padaNYA.

A N G Photo Writer A N G

Seorang wanita biasa yang menyukai kebebasan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya