Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi red string (pexels.com/cottonbro studio)

Buat Swifties pasti gak asing dengan lagu Taylor Swift yang berjudul Invisible String? Selain lirik dan instrumennya yang easy listening, lagu ini punya makna mendalam. Di dunia ini ada sebuah fenomena tak terduga tentang jodoh yang tersembunyi dan tidak disadari keberadaannya. Tapi sebenarnya saling terhubung satu sama lain.

Ternyata lagu ini juga relate dengan sebuah kepercayaan dari Tiongkok yakni Red String Theory. Belakangan istilah ini semakin banyak dikenal, salah satunya karena banyak orang yang merasakannya juga.

Sebenarnya apa itu Red String Theory dan bagaimana hal ini bisa berkaitan dengan jodoh? Simak ulasan selengkapnya di sini.

1. Apa itu red string theory?

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/Vija Rindo Pratama)

Red String Theory (Teori Benang Merah) merupakan konsep yang berasal dari mitologi Jepang dan Tiongkok, yang kemudian diadaptasi ke dalam budaya populer dan kepercayaan spiritual.

Secara harfiah, teori ini mengatakan bahwa setiap orang dihubungkan dengan benang merah tak terlihat yang sudah ditentukan sejak lahir, yang menghubungkan mereka dengan orang-orang yang mereka takdirkan untuk bertemu.

Dalam kepercayaan ini, benang merah ini bisa mewakili ikatan takdir, cinta sejati, atau hubungan penting dalam hidup seseorang. Walaupun teori ini lebih sering diasosiasikan dengan hubungan romantis, dalam konteks yang lebih luas, ia juga bisa mencakup hubungan persahabatan, kolaborasi bisnis, atau bahkan ikatan keluarga yang kuat.

Secara budaya, ide ini sering muncul dalam sastra, film, dan media populer di mana karakter-karakter utama dijalin bersama melalui benang merah takdir mereka, sering kali menunjukkan bahwa meskipun rintangan dan jarak memisahkan mereka, akhirnya mereka akan bersatu.

Namun, penting untuk diingat bahwa teori ini lebih merupakan metafora atau konsep spiritual daripada teori ilmiah yang dapat diuji atau dibuktikan secara empiris.

2. Asal usul Red String Theory

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/Jasmin Wedding Photography)

Asal usul Red String Theory (Teori Benang Merah) dapat ditelusuri kembali ke tradisi mitologi dan kepercayaan populer di Jepang dan Tiongkok.

1. Mitologi Jepang

Konsep benang merah pertama kali muncul dalam mitologi Jepang, yang mengaitkannya dengan ikatan takdir atau pertemuan yang sudah ditentukan sejak awal. Dalam mitos Jepang, dikatakan bahwa dewa cinta dan pernikahan, disebut "Akai Ito" (benang merah), mengikat jari-jemari orang-orang yang sudah ditakdirkan untuk bertemu sebagai pasangan hidup.

2. Kepercayaan Tiongkok

Di Tiongkok, terdapat konsep serupa yang disebut "Yuanfen", yang berarti hubungan takdir atau nasib. Konsep ini juga mencakup keyakinan bahwa orang-orang yang berhubungan oleh Yuanfen atau benang merah ini akan bertemu dalam kehidupan mereka.

3. Pengaruh Budaya Populer

Selain akar-akar mitologis dan kepercayaan tradisional, Teori Benang Merah juga mempengaruhi budaya populer di berbagai negara Asia Timur dan kemudian menyebar ke seluruh dunia melalui media, sastra, dan film. Konsep ini sering diadaptasi dalam cerita cinta atau hubungan penting antar karakter dalam karya fiksi.

Secara umum, Teori Benang Merah mencerminkan keyakinan akan ikatan takdir atau hubungan yang lebih besar daripada kebetulan semata. Meskipun tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, konsep ini tetap memiliki daya tarik yang kuat juga.

Di mana sebenarnya bentuk visualisasi bagaimana hubungan antar individu dapat dianggap sebagai bagian dari rencana semesta atau nasib yang sudah ditentukan. Seperti istilah yang berkembang di Indonesia, banyak yang mengatakan "kalau jodoh pasti gak kemana" yang ternyata relate juga dengan ini.

3. Memaknai Red String Theory

ilustrasi sepasang kekasih (pexels.com/Rodrigo Souza)

Memaknai Red String Theory sering kali terkait dengan memahami hubungan antar individu sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan atau pilihan semata. Berikut adalah beberapa cara untuk memaknainya:

1. Hubungan takdir

Teori ini mengajukan bahwa orang-orang yang kita temui dalam hidup kita tidaklah acak, melainkan sudah ditentukan oleh nasib atau takdir. Ini dapat memberikan rasa, makna, dan tujuan dalam hubungan-hubungan kita. Baik itu hubungan romantis, persahabatan, atau profesional.

2. Ikatan emosional

Benang merah juga dapat dimaknai sebagai ikatan emosional yang kuat antara individu-individu tertentu. Ini bisa mencerminkan kedalaman hubungan, saling pengertian, dan dukungan yang kuat di antara mereka.

3. Ketabahan dan keterhubungan

Konsep benang merah juga dapat mengilustrasikan ketabahan dalam hubungan, bahwa meskipun terjadi jarak atau rintangan, ikatan tersebut tetap kuat dan tidak terputus.

4. Pertemuan kembali

Dalam beberapa interpretasi, Teori Benang Merah juga menyarankan bahwa meskipun orang-orang mungkin terpisah untuk sementara waktu, mereka akan dipertemukan kembali di masa depan karena benang merah takdir mereka.

5. Pilihan dan kebebasan

Meskipun ada keyakinan tentang nasib, Teori Benang Merah tidak mengabaikan pilihan individu dalam membentuk hubungan mereka. Ini lebih menggarisbawahi bahwa ada aspek-aspek kehidupan yang kita tidak dapat kendalikan secara langsung, tetapi kita masih memiliki kebebasan dalam cara kita merespons dan membangun hubungan tersebut.

Memaknai Teori Benang Merah bisa memberikan pandangan yang lebih romantis atau spiritual dalam melihat hubungan interpersonal, dan sering kali dianggap sebagai cara untuk merenungkan keterhubungan kita dengan orang lain di dalam kehidupan ini.

Setiap orang sudah punya garis takdirnya masing-masing, terutama soal jodoh yang selalu dinantikan kehadirannya. Siapa sangka sosok tersembunyi di depan mata tapi ada di sekitar kita ternyata berjodoh dengan kita selama ini. Tidak pernah ada yang tahu mengenai rahasia ini. So, apakah kamu percaya dengan teori satu ini?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team