Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan (pexels.com/William Fortunato)

Ketika kita mencintai seseorang, kita tentu ingin orang itu bahagia. Namun, bila fokusmu hanya pada emotional monitoring, dimana kamu terus memindai, mengartikan, bahkan mengelola perasaan pasangan seolah itu adalah tanggung jawabmu.

Hal ini terlihat ketika kamu selalu berusaha melakukan apa pun demi memperbaiki suasana hati pasanganmu yang sedang buruk. Meski ini lahir dari kepedulian atau perhatian, pola ini sebenarnya tidak sehat, lho. Malah, bisa memimpin pada relasi toksik bila kamu tidak hati-hati.

Bukankah perasaan seharusnya tetap menjadi tanggung jawab setiap pribadi? Walau kamu dan pasangan bisa saling membantu dan mengandalkan, itu tidak berarti satu pihak jadi bertanggung jawab atas perasaan pihak lain. Bila diteruskan, tiga bahaya ini bisa mengintai.

1.Kamu jadi lebih mudah "was-was" ketika bersama pasangan, bukan mencintai apa adanya

ilustrasi pasangan (pexels.com/William Fortunato)

Ketika fokusmu adalah untuk pasangan selalu bahagia, kamu mulai mendapati dirimu untuk selalu overanalyzing sikap, kebiasaan, dan kata-kata pasangan. Kamu mengantisipasi setiap perubahan bahkan sebelum itu terjadi.

Kewaspadaan emosional yang berlebihan seperti ini hanya menguras energi. Kamu tidak bisa sepenuhnya merasa aman dan nyaman dalam hubungan, karena merasa suasana hati doi bisa berubah sewaktu-waktu.

Tidakkah kamu tahu bahwa itu hanya memperlebar jarak emosional yang ada? Hubungan jadi kehilangan esensinya, karena kamu fokus hanya untuk menyenangkan hati doi alih-alih menikmati dinamika yang ada.

2.Menciptakan rasa kontrol yang keliru

Editorial Team

Tonton lebih seru di