5 Penyebab yang Membuat Seseorang Menyukai Pasangan Orang Lain

Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan manusia bukan hanya tentang dua orang yang saling jatuh cinta, tetapi juga soal batas dan kendali terhadap perasaan. Tidak sedikit situasi di mana seseorang mendapati dirinya tertarik pada pasangan orang lain, sebuah kondisi yang rumit dan sering kali sulit untuk dijelaskan secara rasional. Perasaan seperti ini memang bisa datang tanpa diduga, membuat hati gelisah dan pikiran tidak tenang.
Bukan soal benar atau salah, tetapi lebih kepada bagaimana memahami akar dari ketertarikan itu. Rasa suka memang tidak bisa dilarang, tapi arah dan dampaknya tetap harus dikendalikan. Berikut lima alasan yang bisa menjelaskan kenapa seseorang bisa menyukai pasangan orang lain, dari sisi psikologis hingga emosional.
1. Individu merasa kehilangan koneksi dalam hubungan pribadi

Ketika seseorang tidak lagi merasa dihargai, didengar, bahkan dipahami dalam hubungan yang sedang dijalani, muncul kebutuhan untuk mencari pemenuhan akan semua itu di luar. Ketertarikan terhadap pasangan orang lain bisa muncul karena orang tersebut hadir dengan perhatian yang konsisten dan sikap yang membuat nyaman, seolah menjadi penawar dari hubungan yang mulai hambar. Dalam banyak kasus, hal ini bukan semata-mata soal fisik atau daya tarik luar, tetapi soal emosi yang terbangun lewat keintiman kecil dari percakapan, perhatian, hingga kebiasaan berbagi cerita.
Perasaan ini bisa berkembang tanpa disadari, apalagi jika hubungan utama tidak memberikan ruang untuk kejujuran atau koneksi emosional yang sehat. Seseorang bisa mulai merasa lebih dipahami oleh orang lain dibanding pasangan sendiri. Ketika ini terjadi, batas antara kekaguman dan ketertarikan pun jadi kabur. Penting untuk menyadari bahwa sumber masalah utamanya bukan di luar hubungan, tetapi dari dalam. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi celah besar dalam komitmen.
2. Orang tertarik pada citra positif yang ditampilkan di depan umum

Pasangan orang lain sering kali terlihat sempurna di mata luar karena kita hanya melihat sisi baiknya yakni perhatian, sikap sopan, atau cara mereka memperlakukan pasangannya di muka umum. Citra inilah yang membuat seseorang terpesona, tanpa menyadari bahwa yang dilihat belum tentu mencerminkan kenyataan secara menyeluruh. Gambaran ideal ini menjadi proyeksi dari apa yang sebenarnya diinginkan dalam sebuah hubungan, bukan bagaimana orang tersebut secara utuh.
Kita cenderung membandingkan pasangan sendiri dengan pasangan orang lain yang tampak lebih peduli atau romantis. Padahal, dalam hubungan, semua pasangan punya konflik dan kekurangannya masing-masing. Jika hanya melihat dari permukaan, kita jadi mudah mengidealkan orang lain dan mengabaikan kompleksitas hubungan mereka. Ketertarikan seperti ini tidak jarang lahir dari ilusi, bukan kedekatan yang nyata. Maka penting untuk membedakan antara kekaguman sesaat dengan perasaan yang benar-benar tumbuh dari kedalaman interaksi.
3. Kedekatan emosional tumbuh lewat interaksi sehari-hari

Kedekatan bisa tumbuh dari interaksi yang intens, misalnya teman kerja, rekan organisasi, atau kenalan yang sering berbagi cerita personal. Saat seseorang berada dalam satu lingkaran yang sama dan sering berkomunikasi, perasaan bisa berkembang secara perlahan tanpa disadari. Hubungan emosional yang awalnya netral bisa berubah menjadi ketertarikan jika tidak disikapi dengan batas yang sehat.
Perasaan ini muncul karena terbentuknya rasa aman, kenyamanan, dan pemahaman yang dalam. Situasi seperti ini rentan menjerumuskan seseorang untuk berpikir bahwa ada koneksi spesial, padahal itu hanya efek dari intensitas dan keintiman emosional yang tidak dijaga jaraknya. Oleh karena itu, penting untuk tetap waspada terhadap ruang interaksi yang terlalu dekat, terutama jika salah satu pihak sudah berada dalam hubungan yang sah. Rasa nyaman bukan alasan untuk membiarkan hati melangkah terlalu jauh.
4. Seseorang merasa tertantang oleh hal yang terlarang

Hal yang tidak bisa dimiliki sering kali justru memancing rasa penasaran dan ketertarikan. Fenomena ini dikenal dalam psikologi sebagai "forbidden desire", yaitu keinginan terhadap sesuatu karena sifatnya yang dilarang atau mustahil untuk dimiliki. Dalam konteks hubungan, pasangan orang lain menjadi simbol dari batas yang tidak boleh dilewati, namun justru menimbulkan rasa ingin tahu yang besar.
Ketertarikan ini sering kali tidak berakar pada cinta atau koneksi nyata, melainkan hanya karena rasa tertantang. Saat seseorang berhasil menarik perhatian orang yang sudah berpasangan, muncul rasa superior dan pencapaian emosional semu. Namun di balik itu, ada risiko besar yang tidak sebanding dengan rasa puas sesaat. Menyukai karena tantangan bisa menjadi awal dari keputusan yang melukai banyak pihak, termasuk diri sendiri. Mengenali motivasi ini sejak awal bisa membantu menahan langkah sebelum terlambat.
5. Mengalami kekosongan identitas atau tujuan emosional

Seseorang yang sedang merasa kehilangan arah dalam hidup, baik secara emosional maupun identitas pribadi, cenderung mencari makna dari relasi yang ia anggap lebih "hidup". Dalam kondisi ini, pasangan orang lain bisa terlihat seperti jalan keluar dari rasa hampa yang sedang dialami. Perasaan suka pun lahir sebagai bentuk pelarian dari konflik batin, bukan karena benar-benar mengenal orang tersebut.
Kekosongan batin menciptakan ilusi bahwa kebahagiaan bisa ditemukan lewat sosok lain yang terlihat stabil atau penuh kasih. Ketika individu tidak mampu menemukan rasa cukup dalam dirinya sendiri, ia cenderung menempel pada figur yang dianggap mampu menyelamatkannya. Padahal, solusi dari masalah ini bukan menggantungkan diri pada orang lain, apalagi yang sudah berkomitmen, melainkan membangun pemahaman dan penerimaan terhadap diri sendiri. Refleksi diri dan kejujuran terhadap apa yang sebenarnya dibutuhkan bisa menjadi kunci untuk mengatasi hal ini.
Menyukai pasangan orang lain bukan hal yang aneh, tapi tetap perlu disikapi dengan kesadaran dan batas yang jelas. Perasaan memang tidak bisa diatur, tetapi perilaku dan keputusan tetap sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Menjaga hubungan tetap sehat dimulai dari mengenali akar emosi dan memilih untuk tetap bijak dalam bertindak.