Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
chedonna.it

Aku kira meninggalkanmu adalah langkah tepat untuk membunuh rindu. Apakah salah jika jarak terlalu membuatku takut akan takdir yang tak lagi berpihak?. Yang aku tahu, kita adalah berbeda. Rentangan jarak, rentangan waktu adalah ujian terbesar kesetiaan. Aku memilih mundur karena aku tak mampu berperang, memperjuangkan cinta yang aku tak yakin akan dapat berujung sempurna.

Apakah aku pesimis? Bukan, aku hanyalah terlalu bodoh. Kau tahu? Setelah sekian lama tuhan memisahkan kita. Aku menemukan banyak cinta yang berbeda. Tapi entah aku seperti belum menemukan rumah. Seperti yang kebanyakan orang yakini bahwa hanya rumah sendiri yang akan membuat kita merasa nyaman, dan menjaga kita dengan rasa aman.

Ya, setiap kita akan mempunyai rumah, rumah itu yang kita sebut sebagai masa depan. Karena kemanapun kaki kita melangkah, arah jalan manapun yang akan kita pilih, kendaraan apapun yang akan kita pakai, bersama siapapun setapak demi setapak kaki kita berayun, kita akan tetap sampai pada rumah yang telah digoreskan tuhan melalui takdir. Namun di antara banyak pilihan, adakalanya kita mendapati jarak tempuh yang lebih lama, kondisi jalan yang lebih terjal, atau bahkan kita akan menemui ketersesatan.

Tentu saja kita tidak pernah tahu apa yang sudah Tuhan rencanakan untuk kita.

Default Image IDN

Aku kembali dihadiri keraguan. Saat tuhan membawa kamu kembali. Bukankah aku telah menghabiskan banyak waktu untuk menangisi sesuatu yang harus ku tinggal pergi? aku mengisak dipojok kamar demi membekap sedih yang ku derita bertahun-tahun. membiarkan sisi-sisi hatiku berdebu karena duka di masa lalu.

Dan setelah kakiku mampu tegak berdiri, Tuhan mengujiku dengan kepertemuan itu lagi. Sungguh! Mencintaimu seperti menyimpan kelereng dalam toples, aman, terjaga, pun tak pernah mencoba sedikitpun berpindah tempat. Seperti itu pula, tidak butuh waktu lama untuk bisa mengingat rindu yang tercipta diam-diam. Harapan-harapan kecil yang kian tumbuh menggumpal.

Apakah aku akan kembali dengan pengakuan-pengakuan baru yang ku sebut cinta lama? Merasakan kebahagian-kebagiaan semu yang pura-pura tidak ku sadari bahwa hadirnya tidaklah nyata? Jatuh, dan kecewa dalam kisah yang sama? Menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan ‘menghapus’ yang tak beda? Seperti ada pertentangan besar dalam diriku antara tinggal dan terus pergi.

Mencintaimu seperti memercikkan minyak tanah dalam api, selalu berkobar. Setiap kali aku mencoba membunuhnya aku hanya akan membuatnya semakin membara.

Default Image IDN

Ya, apalah dayaku? Hanya seorang wanita lemah yang kemudian menyadari, bahwa selalu ada rumah ternyaman dari setiap rumah yang pernah disinggahi. Dan aku yakin itu kamu. Aku tidak tahu bahwa maninggalkanmu adalah kesalahan besar yang pernah kubuat. Kukira aku akan menemukan kebahagian-kebahagian nyata dari sekadar mencintaimu. Nyatanya, hanya kebahagiaan semu, keegoisan yang berkedok cinta.

Sekarang aku yakin. Aku akan menerima uluran takdir untuk kembali di pintu rumahmu. Karena aku tahu, Tuhan menitipkan banyak hal padamu yang aku butuhkan, adalah karena keyakinan bahwa tak ada satu pun alasan yang membuatku harus kehilangan lagi rumah kembali yang paling aman.

Yang tersisa saat ini hanyalah sebuah bentuk wujud dari pengharapan, untuk meyakinkan takdir bahwa sejatinya kita adalah penghuni rumah yang sama, mengarungi hidup dalam satu bahtera, dan menggenggam janji dalam kuatnya komitmen yang berlipat ganda.

Editorial Team