Untuk Kakak Perempuan Terhebatku: Kak, Biarkan Aku yang Memilih Ritme Hidupku Sendiri

Waktunya kau melepasku dan pikirkan dirimu, Kak.

Untuk harta yang paling berharga dalam hidupku: Kakak.

Wanita kedua yang kuhormati setelah ibu. Harta satu-satunya di dunia yang kumiliki. Sahabat terbaik yang selalu memberiku pelajaran berharga tentang kehidupan. Aku belajar menjadi wanita ’strong’ darimu. Dan darimu pula aku berhenti jadi gadis ‘cenggeng’ yang terus merenggek jika keinginanku tak terpenuhi. Kau tak kalah hebat dari ibu kita, Kak. Ibu dan bapak pasti bangga melihatmu di surga sana. Kau mampu mendidik adik kecilmu ini jadi gadis disiplin, mandiri dan penuh tanggung jawab.

Tak sekali pun ku dengar kau mengeluh. Aku tahu kau lelah, Kak. Berjuang sendiri membesarkan aku sampai kau lupa pada dirimu sendiri. Kau abaikan uluran tangan sanak saudara. Katamu mengajariku, “Jangan bergantung pada orang lain”,meski mereka keluarga, tapi bukankah tak semua keluarga itu tulus membantu? Terimakasih dulu kau tak melepasku untuk dibesarkan oleh mereka yang katanya ‘keluarga’.

Kak, bagiku kau wonder woman.

Kau besarkan aku sendiri. Kau lepas mimpimu demi aku. Seharusnya saat ini kau jadi dokter paling cantik. Kau wanita ‘tahan banting’ yang pernah ku temui kak. Tidak salah 'kan jika aku katakan demikian? Kau wanita yang selalu menjadikanku prioritasmu. Tak peduli seberat apapun masalahmu, kau selalu hadapi sendiri tanpa pernah ku dengar kau mengeluhi hidup yang harus kau jalani.

Untuk wanita yang paling cerewet setelah ibu namun selalu aku rindu.

Kau tahu, Kak? Meski sudah belasan tahun ibu pergi meninggalkan kita, aku selalu merindukannya. Aku merindukan ‘ceramah’-nya yang  bisa mengalahkan panjangnya rel kereta api. Panjang dan lama, terkadang sedikit membosankaika. Seandainya saja aku tahu kepergiannya secepat itu, mungkin aku tidak keberatan untuk mendengar ‘ceramahnya’ sepanjang waktu. Aku siap sepanjang hari mendengar ‘ocehannya’. Aku merindukan suara-suara berisik itu kak— suara ibu.

Kau tahu, Kak? Saat aku mendengar kau mengoceh panjang lebar saat aku pulang larut malam, kala itu aku seperti mendengar suara ibu. Serasa ibu hadir malam itu. Sampai sepersekian waktu kemudian aku bangun dari lamunanku. Itu bukan Ibu, tapi dirimu, kakak perempuanku.

Kak, aku bukan gadis kecil lagi yang apa-apa harus disuapi. Menurut usia, aku sudah dewasa. Kak, aku tak keberatan dengan sikap posesif-mu padaku. Aku hargai karena kau menyayangiku. Aku mengerti kecemasan yang kau beri setiap kuperkenalkan laki-laki yang mendekatiku. Percayalah Kak, adikmu ini bisa menjaga dirinya sendiri. Mampu melindungi ‘mahkota paling berharga’ yang ia miliki. Kak, sekali pun aku tak pernah membantah ucapanmu. Karena kutahu semua demi kebaikanku.

Waktunya kau melepasku dan pikirkan dirimu, Kak.

dm-player

Kak, sudahi kekhawatiranmu terhadapku. Hidupku biar aku yang memutuskannya. Bukan aku membangkamg, aku hanya ingin kau melepasku dan fokus pada dirimu. Lihat dirimu, Kak. Kau tak seperti usiamu. Bahkan usiamu belum memasuki kepala tiga. Kakak yang kukenal dulu sangat modis dan selalu memperhatikan penampilannya. Tapi lihat penampilanmu saat ini. Tak ada bedanya dengan ibu-ibu beranak dua.

Maaf Kak jika aku tak sopan. Aku hanya ingin kau memikirkan dirimu. Kejar dan wujudkan mimpimu, Kak. Berhenti mengurusi mimpiku. Mulailah memikirkan masa depanmu. Mimpiku adalah urusanku, biarkan aku sendiri yang membangun dan memperjuangkannya.

Kau hanya perlu duduk manis dan menonton setiap setapak demi setapak langkahku mengejar mimpi, dan menikmati hasilnya nanti. Mulailah membangun rumah tangga dengan laki-laki yang kau pilih. Lihat Kak, teman-temanmu satu per satu telah melepas masa lajangnya, adapun yang telah memiliki anak. Tapi kau? Masih sibuk mengurus adikmu. Masih sibuk dengan duniamu sendiri. Tak terpikirkah dirimu untuk membina kehidupan bersama laki-laki yang kau cintai? 

Kak, lepaskan aku dan mulailah pikirkan dirimu.

Bukan aku ingin meninggalkanmu. Sama sekali tak terlintas olehku untuk pergi jauh darimu. Kau satu-satunya yang kumiliki. Namun hidup terus berjalan, Kak. Lambat laun kau akan menua, dan aku akan dibawa ke mana suamiku berada. Dan masa itu akan datang. Kau ingin tetap sendiri? Kau tak ingin menua bersama belahan jiwamu, suamimu kelak?

Kak, aku akan melepaskan bebanmu. 

Kak, dalam hitungan minggu adikmu ini akan dipinang oleh laki-laki yang dicintainya. Tak perlu cemas, Kak. Dia menerimaku dengan segala kekuranganku. Dia menyayangiku dengan kasih yang sama seperti yang kuterima dari seorang ayah, namun dengan rasa yang berbeda. Dialah yang kupilih jadi imam dalam hidupku dan rumah tempatku kembali. Hari itu tak lama lagi, namun aku serasa berat meninggalkanmu. Perasaanku bergejolak antara senang maupun sedih.

Kak, aku menyayangimu lebih dari apapun. Kau adalah ibuku, Kak — tempatku bersandar. Sahabat terbaikku sepanjang masa. Kak, terima kasih untuk waktumu dan kasih yang kau beri selama ini. Ingatlah Kak, kemana pun aku perg,i aku akan terus meminta restumu. Terima kasih atas kepercayaanmu selama ini. Maafkan aku jika selama ini aku jadi beban dalam hidupmu meski aku yakin kau tak pernah menganggapku seperti itu.

Kak, semoga kau segera menyusulku ya! Supaya kita bisa berbagi cerita bersama tentang kehidupan baru yang kita jalani. Kak, aku semogakan kau segera menemukan laki-lakimu 

Untuk kakak terhebatku, aku mencintaimu. 

Dewi ARyanti Photo Writer Dewi ARyanti

Penikmat cerita Happy Ending

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya