Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fenomena AI Bantu Masalah Percintaan, Apakah Bisa Gantikan Terapis?

Ilustrasi interaksi AI dengan manusia (pexels.com/Pavel Danilyuk)
Ilustrasi interaksi AI dengan manusia (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Penggunaan Artificial Intelligence (AI) saat ini menjadi tools populer untuk mengelola segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam hal cinta. Apakah kamu tahu bahwa generasi muda, seperti Gen Z dan milenial seringkali mengandalkan aplikasi berbasis AI untuk menemukan jodoh, berkencan, hingga mendapatkan relationship advice, lho!

Ya, ini merupakan peningkatan teknologi serta inovasi aplikasi kencan berbasis AI yaitu mampu menjadi 'terapis'. Namun, fenomena ini menuai pro dan kontra, terutama oleh para terapis hubungan yang menyatakan nasihat terkait cinta membutuhkan sentuhan manusia untuk membantu menyelesaikan masalah romansa.

Lalu, apakah kamu penasaran dengan fenomena baru ini? Atau kamu juga menggunakan aplikasi berbasis AI untuk meminta bantuan masalah cintamu? IDN Times bakal mengupas fenomena ini untukmu. So, keep scrolling, guys!

1. Peran AI dalam kehidupan percintaan

Ilustrasi aplikasi kencan (unsplash.com/Nik)
Ilustrasi aplikasi kencan (unsplash.com/Nik)

Peran AI dalam dunia percintaan terus berkembang, didukung oleh popularitas ChatGPT, hingga menjamurnya aplikasi bertema romansa dan intimacy, seperti kencan, mencari jodoh, dan terapi yang bertujuan mengatasi masalah umum dalam hubungan romantis.

Banyak aplikasi yang dirancang untuk digunakan oleh pasangan yang ingin memperbaiki hubungan mereka. Aplikasi dengan model chatbot ini berperan sebagai relationship coach.

Misalnya, ada aplikasi yang memberikan pasangan pertanyaan seputar hubungan mereka untuk direnungkan, layaknya soal-soal dari terapis hubungan asli. Ada juga yang memberikan opsi bahan obrolan di telepon agar kencan atau hubungan menjadi tidak canggung.

Sementara itu, terdapat aplikasi kencan realitas virtual berbasis virtual reality (VR), yang memungkinkan orang untuk berkencan secara digital dalam lingkungan yang imersif sebelum bertemu langsung. Bahkan, ada aplikasi untuk membantu pasangan meningkatkan keintiman seksual mereka.

Hasilnya, banyak dari pengguna aplikasi yang merasa terbantu menyelesaikan masalahnya. Seperti membantu menjembatani kesenjangan komunikasi yang sedang dialami oleh pasangan, permasalahan seks, hingga menemukan pasangan kencan terbaik.

2. Apakah AI bisa mengganti peran terapis?

Ilustrasi berdiskusi dengan terapis (pexels.com/Timur Weber)
Ilustrasi berdiskusi dengan terapis (pexels.com/Timur Weber)

Ketika ditanya apakah AI dapat menggantikan terapis, Shadeen Francis, seorang terapis berlisensi untuk perkawinan dan keluarga, mengatakan bahwa aplikasi AI tidak dapat menggantikan peran manusia. AI dinilai berbahaya, dengan mendorong orang untuk mengisolasi diri hingga memutus hubungan lebih jauh lagi.

Tidak satu pun aplikasi yang mengklaim bahwa mereka dapat menggantikan peran terapis. Sebaliknya, aplikasi ini dipasarkan sebagai chatbot AI pelengkap yang dikembangkan dengan bantuan terapis asli (manusia).

“Terapis mengenal klien mereka, melacak pola perilaku, dan mendukung mereka dalam mencapai tujuan. Namun, peran lain dari terapis yang tidak bisa dilakukan oleh AI, yaitu membantu klien dengan penuh kasih sayang dan membantu mereka tumbuh," ujarnya mengutip Allure.

Francis melanjutkan, banyak aplikasi berbasis AI menggunakan interaksi pengguna yang sudah terkumpul untuk membuat data baru dengan tujuan untuk menyenangkan pengguna. Menurut Francis, ini merupakan masalah etika yang besar.

Sementara itu, Israa Nasir, terapis berlisensi dan penulis Toxic Productivity, menunjukkan beberapa cara mudah memanfaatkan AI untuk meningkatkan produktivitas dalam hubungan.

"Aplikasi AI seperti ini dapat membantu orang mempelajari bahasa emosional dan meningkatkan literasi emosional, serta [membantu pengguna mengidentifikasi] topik untuk dibahas dengan terapis di dunia nyata," ungkapnya mengutip Allure.

Selain dari sisi positifnya, Nasir juga mengungkapkan beberapa kekhawatiran tentang objektivitas AI. AI hanya akan memberikan informasi berdasarkan apa yang diberikan. Mungkin aplikasi yang kamu ajak bicara tidak peka terhadap perbedaan pengalaman manusia, karena terdapat bias inheren dalam cara model AI dibangun.

3. Tujuan dibuatnya aplikasi berbasis AI

Ilustrasi aplikasi kencan (pexels.com/Julio Lopez)
Ilustrasi aplikasi kencan (pexels.com/Julio Lopez)

Seorang terapis, psikolog, dan peneliti Vaile Wright, mengungkapkan bahwa aplikasi AI tidak dibuat untuk menyediakan interaksi yang memuaskan dan berjangka panjang. Sebaliknya, ini diciptakan untuk membuat kamu tetap berada di platform selama mungkin.

"Karena itulah cara aplikasi AI menghasilkan uang. Model AI dirancang agar adiktif," ungkapnya mengutip CNBC.

Pada akhirnya, hubungan dengan bot terasa “palsu” dan “kosong” jika dibandingkan dengan hubungan dengan manusia.

“Bot-bot ini pada dasarnya memberi tahu orang-orang apa yang ingin mereka dengar. Jadi, jika kamu adalah seseorang yang sedang berjuang dan mengetikkan perilaku yang berpotensi merugikan atau tidak sehat, bot jenis ini dirancang untuk memperkuat pikiran dan perilaku merugikan tersebut," tambahnya.

Kelemahan utama lain dari teknologi ini adalah AI memiliki pengetahuan, tetapi tidak memiliki pemahaman. Perbedaan antara mengetahui dan memahami sebenarnya sangat penting ketika sedang mencari nasihat.

4. Alasan mengapa generasi muda meminta saran percintaan pada AI

Ilustrasi menggunakan aplikasi kencan (unsplash.com/Karthik Balakrishnan)
Ilustrasi menggunakan aplikasi kencan (unsplash.com/Karthik Balakrishnan)

Biaya terapis yang mahal, menjadi alasan generasi muda, milenial dan Gen Z menggunakan Ai untuk meminta saran percintaan, serta dukungan kesehatan mental. Entah itu mengubah pesan teks agar terdengar kurang defensif atau mencari bantuan untuk mengatasi kecemasan, banyak yang menemukan penghiburan dalam tools yang selalu tersedia dan tidak pernah mengganggu.

Aplikasi berbasis AI dengan cepat menjadi teman emosional bagi generasi yang tumbuh besar dengan smartphone dan stimulasi berlebihan. Gagasan berbicara dengan "robot" mungkin dulunya tampak absurd.

Namun kini, bagi sebagian orang, hal itu terasa menenangkan. Seperti yang dikatakan terapis Lauren Ruth Martin kepada USA Today, rasanya aman untuk mengetik di tempat yang tahu segalanya tentangmu dan tidak ada ancaman apa-apa setelahnya.

5. Apakah AI bisa menyelamatkan hubungan percintaan?

Ilustrasi interaksi AI dan manusia (pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi interaksi AI dan manusia (pexels.com/cottonbro studio)

Pada dasarnya, AI dibangun sebagai pelengkap kehidupan manusia dengan inovasi teknologi yang mengandalkan kecepatan, terutama di era digital ini. Bagi sebagian orang, aplikasi berbasis AI dimaknai sebagai alat-refleksi digital yang membantu membentuk percakapan yang sulit.

Namun bagi yang lain, terutama mereka yang sedang menghadapi trauma, duka, atau penyakit mental serius, mengandalkan AI sepenuhnya bisa berisiko. Di tengah dunia yang bergulat dengan krisis kesehatan mental, AI menawarkan gambaran sekilas tentang masa depan di mana dukungan lebih mudah diakses, tetapi juga lebih artifisial.

Apakah masa depan itu menyembuhkan atau merugikan akan bergantung pada bagaimana kamu memilih untuk menggunakan teknologi ini. Karena pada akhirnya, meskipun membantu mengungkapkan kembali perasaanmu terhadap pasangan, memperbaiki komunikasi, dan manfaat lainnya, AI tidak dapat merasakannya. Dan hanya hati manusia-lah yang benar-benar dapat memahami perasaan.

6. Tips menggunakan aplikasi AI untuk mencari saran percintaan

Ilustrasi menggunakan aplikasi kencan (pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi menggunakan aplikasi kencan (pexels.com/cottonbro studio)

Jika kamu termasuk orang yang penasaran dengan AI di dunia percintaan, ada beberapa tips tentang cara menggunakan aplikasi AI secara bertanggung jawab.

Tentukan alasan menggunakan AI

Teknologi ini tidak dirancang untuk memahami atau menguraikan emosi manusia. AI tidak memiliki empati yang seharusnya dimiliki oleh terapis manusia. Disarankan untuk menggunakan AI sebagai alat untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan koneksi, bukan sebagai cara untuk memvalidasi perasaan negatif terhadap pasangan.

Lakukan riset

Pilih aplikasi yang membagikan informasi tentang bagaimana model AI mereka dilatih. Model AI ideal adalah yang dilatih dengan riset dan ditinjau sejawat, serta diawasi secara konstan oleh tim manusia. Hindari model generatif karena tanpa pengawasan dan outfput yang dihasilkan hanya dirangkum oleh konten dari pengguna.

Gunakan aplikasi hybrid

Terutama dalam hal hubungan dan seks, pertimbangkan untuk menggunakan aplikasi yang memberikan saran dari terapis manusia sungguhan dengan gelar dan lisensi yang sah. Pastikan kualifikasi terapis dengan mencari nama atau nomor lisensinya di negara bagian tempat mereka mengklaim memiliki lisensi tersebut.

Hati-hati oversharing

Setiap platform memiliki praktik independen untuk penyimpanan dan privasi data, sehingga keamanan data jadi ancaman. Meskipun banyak aplikasi mengklaim telah melakukan yang terbaik untuk melindungi datamu, kebocoran data dapat terjadi. Aplikasi apa pun yang meminta untuk membagikan detail tentang kehidupan pribadi bisa jadi tanda bahaya. Jadi, berhati-hatilah saat sharing data pribadi, ya.

Aplikasi berbasis AI bisa menjadi cara yang ampuh dalam mengambil keputusan. Tetapi lebih baik kamu mengobrol langsung dengan pasangan walaupun sangat sulit, tanpa bantuan teleprompter. Karena pada akhirnya, keintiman tumbuh dengan adanya ketidaknyamanan bersama dan dari rasa rentan di hadapan orang-orang terkasih.

Saat menghadapi masa-masa sulit dalam hubungan, daripada mengandalkan bot AI, pertimbangkan untuk menghubungi teman yang kamu percaya untuk memberikan nasihat. Meski terdengar klise, tak ada yang mengalahkan sentuhan manusia! So, semoga menambah wawasan dan kewaspadaan dalam menggunakan AI saat meminta saran percintaan, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima Wima
EditorPinka Wima Wima
Follow Us

Latest in Life

See More

7 Kebiasaan Ringan Sebelum Tidur agar Lebih Produktif

04 Sep 2025, 12:16 WIBLife