Infografis: Persepsi Perselingkuhan dan Dampaknya pada Hubungan di Masa Depan. (IDNTimes/Aditya Pratama)
Perselingkuhan dinilai sebagai bentuk pengkhianatan dalam hubungan dimana salah satu pihak ingkar janji terhadap komitmen yang dibentuk. Psikolog Klinis, Ratih Ibrahim, menyimpulkan selingkuh sebagai perilaku keluar dari komitmen kesetiaan terhadap pasangan. Definisi tersebut merujuk pada seluruh tindakan berpaling kepada orang lain, baik dari skala besar maupun kecil, misalnya one night stand, chatting dan lain sebagainya.
Meski selingkuh bukan perbuatan yang dapat dibenarkan, terdapat beberapa penyebab seseorang melakukan pengkhianatan. Menurut pandangan orang-orang yang pernah menjadi korban, alasan terbesar perselingkuhan adalah adanya kesempatan dan peluang (46,6 persen). Selain itu, hasrat seksual dan perasaan bosan turut menjadi alasan kuat bagi seseorang berselingkuh (36,4 persen).
Alasan di atas selaras dengan keterangan Ratih yang menyebutkan beberapa pemicu lainnya dari kasus perselingkuhan. Pertama, tentunya salah satu pihak jatuh cinta pada orang di luar hubungannya, kejadian ini biasanya tidak terduga dan terencana. Kedua, tren perselingkuhan meningkat, banyak orang-orang di sekitar melakukan perbuatan serupa. Selain kedua hal tersebut, ada juga faktor kebosanan akan hubungan, kebutuhan libido atau gairah yang besar, faktor trauma karena melihat orangtua bercerai, hingga ketidakpercayaan akan kemampuan membina hubungan yang serius.
Menghadapi pengkhianatan seperti mimpi buruk yang tiba-tiba datang tanpa pernah diprediksi sebelumnya. Kondisi psikologis seseorang yang terlibat perselingkuhan, terutama korban sebagai pihak terakhir yang mengetahui peristiwa ini, pasti terguncang.
AN sebagai salah satu responden survei memberikan pendapatnya terkait perselingkuhan, “Sangat kesal dengan orang itu (orang yang berselingkuh_red). Kepercayaan terhadap orang itu menurun dan mungkin menghilangkan rasa simpati ke orang yang berselingkuh. Dia menjadi orang paling kejam di dunia. Untuk apa dia menikah kalau untuk menyakiti orang lain, apalagi jika sudah punya anak. Tentu pasangan akan merasa sangat sakit hati jika diselingkuhi, muncul perasaan seperti 'apakah aku seburuk itu sehingga dia selingkuh?’.”
Jatuh cinta kepada orang yang keliru ternyata bisa menimbulkan masalah besar. Bagi sebagian orang, selingkuh menyebabkan rasa sakit hati bagi pasangan, bahkan melukai nilai dirinya. Tak jarang, proses ini memakan waktu yang panjang hingga mengganggu aktivitas, sebab kondisi psikologis tak stabil.
Beragam emosi negatif dirasakan korban perselingkuhan hingga membuat dirinya kurang nyaman, disampaikan Efnie Indrianie, psikolog anak, remaja dan keluarga dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, “Ada kecenderungan mereka merasa harga dirinya lebih rendah, mulai insecure dengan kondisi diri. Bahkan kadang mereka merasa tidak percaya diri. Ada kecenderungan seperti itu.”
Pada tahap ini, peran ahli sangat diperlukan untuk membantu proses pemulihan. Nantinya, seseorang yang memilih mengobati luka diri dengan bantuan ahli akan dibantu memperbaiki self concept dalam dirinya. Kemudian, dibangkitkan hal-hal positif yang mungkin selama ini tereliminasi dari pikirannya. Tahap berikutnya, disampaikan Efnie, adalah proses terapi trauma.