Inilah 5 Ekspektasi vs Realitas Keuangan Rumah Tangga Setelah Menikah

Jika diberikan pertanyaan kepada mereka yang sudah mengalami pernikahan pasti akan mengetahui bagaimana pola keuangan yang harus di hadapi. Tentunya sangat banyak hal yang berubah.
Sebelum menikah, gaji atau penghasilan hanya milik sendiri dan bebas untuk digunakan, namun saat sudah menikah gaji/penghasilan akan digunakan membiayai ekonomi keluarga. Belum lagi faktor keluarga besar atau sekunder yang perlu diperhitungkan. Apalagi mereka yang sampai terjebak di dalam istilah generasi sandwich.
Lalu seperti apakah ekspektasi vs realitas setelah pernikahan? Ini dia jawabannya.
1. Resepsi pernikahan

Ekspektasinya ialah bahwa biaya resepsi pernikahan akan dibiayai orangtua dan calon suami. Hal ini masih bisa dianggap normal karena pemikiran seperti ini masih banyak di masyarakat Indonesia. Secara khusus penyebabnya adalah budaya yang ada.
Padahal realitasnya, biaya untuk resepsi pernikahan cukuplah besar. Hal ini harus segera disadari oleh pasangan dan menciptakan kesepakatan antar keluarga. Jika tidak mampu, makanya lebih baik menghindari diri untuk memaksakan berpesta yang mewah, daripada setelah turun dari pelaminan maka dikejar-kejar oleh cicilan utang
2. Uang sepenuhnya di kontrol istri

Ekspektasinya adalah bahwa semua uang adalah milik istri alias SUAMI. Padahal kenyataannya, suami mungkin harus berbagi gajinya dengan istri dan keluarga besar seperti mengirimkan uang untuk orang tuanya, adiknya yang masih kuliah, bahkan menanggung biaya sekolah keponakannya. Apalagi seperti jika terjebak dalam generasi sandwich.
Bisa jadi, hal-hal tersebut ternyata menghabiskan 50% gaji suami, bahkan lebih. Sementara keluarga kecilmu juga butuh finansial yang kuat. Kalau sudah begitu, apa yang akan kamu lakukan: Melarangnya? Tapi jika keluarganya bergantung kepadanya? Kamu juga tidak mau dibenci hanya karena terlalu kikir dengan uang bukan?
Makanya, hal-hal seperti ini harus kamu bicarakan sebelum cincin disematkan. Kamu juga harus jeli mengamati seperti apa keluarganya, seperti apa calon suami bila dihadapkan dengan keuangan.
3. Soal siapa yang mengelolah semua uang

Ekspektasinya adalah istri menjadi kepala keuangan yang mengelolah semuanya. Padahal tidak semua suami memberikan seluruh gajinya kepada istri. Bahkan, tidak semua istri mengetahui gaji suaminya.
Itulah mengapa di awal hubungan, tekankan bahwa posisi kamu dan calon suami adalah setara. Apabila memang penghasilan hanya akan masuk dari satu pintu (calon suami), tentukan bagaimana kalian berdua akan mengatur penghasilan tersebut baik untuk keperluan keluarga.
4. Individualisme tentang uang

Ekspektasinya istri adalah uangmu uangku, uangku ya uangku. Padahal kebutuhan keluarga semakin besar, harga-harga semakin mahal. Bisa jadi istri akan membantu keuangan rumah tangga.
Makanya, saat belum menikah, penghasilan kamu cukup untuk mandiri dan hiburan sendiri, namun setelah menikah ternyata banyak pengeluaran keluarga yang harus ditopang berdua. Pembagian tugas dalam rumah tangga dan pembagian biaya sangat penting bagi kelangsungan pernikahan jika ingin pernikahan awet hingga tua.
5. Kebiasaan buruk terhadap uang

Ekspektasi di pikiran adalah calon suami boros, gemar berjudi dan suka menghambur-hamburkan uang. Kamu berpikir bahwa dia akan berubah setelah menikah, apalagi setelah punya anak maka otomatis akan membuat laki-laki menjadi sangat bertanggungjawab.
Realitasnya kamu harus membuang jauh-jauh pikiran bahwa keburukan calon suami akan otomatis hilang dan berubah setelah menikah dan punya anak. Coba pikirkan, jika calon suami gemar menghambur-hamburkan uang dan dari awal hubungan kamu menolerir itu, bahkan hingga menikah, kenapa dia harus berubah?
Karena adanya kemungkinan keadaan keuangan berubah setelah menikah, alangkah baiknya kamu dan pasangan membicarakannya sejak awal. Agar tahu kapasitas masing-masing dalam mengelola uang sehingga keputusan yang tepat terkat finansial bisa diatur dengan baik. Aturlah keuanganmu dan keluarga mulai sekarang.