Hubunganmu Tidak Dewasa Jika Masih Punya 5 Pandangan Ini!

Kemungkinan besar bikin kamu merasa gak bahagia menjalaninya

Intinya Sih...

  • Pandangan keliru dalam hubungan bisa membuatmu rentan terhadap situasi merugikan
  • Siklus putus-nyambung menunjukkan ketidakmatangan emosi dan kognitif, serta kurangnya manajemen konflik
  • Kompromi dalam hubungan seharusnya mengurangi tuntutan, bukan hanya salah satu pihak yang harus mengalah

Pandangan dan nilai yang kamu pegang dalam sebuah hubungan adalah salah satu pondasi yang membentuk sehat atau tidaknya hubunganmu. Ketika kamu masih memiliki false belief atau kepercayaan yang keliru dalam memandang sesuatu, kamu bisa menjadi rentan terhadap situasi yang merugikan dalam hubungan yang sedang kamu jalani. Contohnya seperti terjebak dalam hubungan yang tidak dewasa dan saling menuntut, mudah dimanipulasi, hingga membuatmu tidak berkembang secara maksimal sebagai individu.

Sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan ataupun melanggengkan hubunganmu ke tahap yang lebih serius, coba perhatikan dulu lima pandangan keliru dalam hubungan berikut ini yang justru sering diromantisasi. Apakah kamu atau pasanganmu melakukan salah satunya?

1. Dikontrol = bentuk cinta

Hubunganmu Tidak Dewasa Jika Masih Punya 5 Pandangan Ini!Ilustrasi pasangan sedang berkonflik. (pexels.com/RDNE Stock project)

Masih banyak yang menyalahartikan sikap mengontrol atau posesif sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang, padahal tidak sama sekali. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan seharusnya terasa nyaman, bukan terasa membebani atau terasa berlebihan.

Misalnya saat kamu sedang berkumpul bersama teman-temanmu. Jika pasanganmu bertanya di mana tempat kalian bertemu, bisa jadi itu adalah bentuk perhatian. Tapi jika ia menuntut untuk share location bahkan mengirimkan foto bersama sebagai "bukti" kalau kamu benar-benar sedang bersama teman, kemudian dia akan marah kalau kamu tidak melakukannya, mungkin ini menjurus pada sikap posesif.

Pandangan yang keliru ini juga sering dijadikan senjata bagi orang yang manipulatif. Misalnya dia bisa bilang, "Kalau kamu percaya sama aku, kamu akan kasih tahu semua password sosial media dan ponselmu, karena kamu yakin gak ada yang ditutupi dari aku." Padahal, ini merupakan privasi dan kamu berhak menolak untuk memberikan informasi pribadimu kepada orang lain.

Sebagian orang mungkin tidak menyadari jika ia sedang dimanipulasi dan mencari pembenaran dengan dalih "Aku percaya dia ingin yang terbaik buat aku dengan caranya sendiri, ini memang caranya mencintaiku."

Mari berhenti menormalisasi perilaku suka mengontrol sebagai bentuk cinta. Ada banyak cara lain untuk mengekspresikan perasaan, bukan dengan kekangan, rasa cemburu berlebihan, melarang, hingga memata-matai. Ketika seseorang mencintaimu, ia akan memberimu ruang yang aman untuk bertumbuh dan menjadi versi terbaik dirimu, menghargai setiap perbedaan sifat dan cara pandang yang kalian miliki, serta percaya pada kemampuan yang ada pada dirimu. Hubungan yang sehat akan membuatmu merasa dihargai dan berdaya. 

2. Putus-nyambung termasuk salah satu upaya untuk memperbaiki hubungan

Hubunganmu Tidak Dewasa Jika Masih Punya 5 Pandangan Ini!Ilustrasi pasangan sedang bertengkar. (pexels.com/Keira Burton)

Awalnya kamu dan pasangan tidak bisa menghadapi konflik dengan baik lalu bersepakat (atau mungkin salah satu pihak) minta putus. Kemudian kalian merasa hampa, menyesal, dan kesepian hingga pada akhirnya kalian memutuskan untuk kembali bersama dan saling berjanji untuk tidak mengulangi lagi. Namun kamu dan  dia saling berharap jika pasangan bisa berubah sesuai dengan apa yang kalian mau, berujung pada saling menuntut, "menagih" janji, merasa menemukan jalan buntu lalu putus lagi. Familiar dengan pola ini? Kamu salah satu yang mengalami gak?

Siklus "putus" dan "balikan" ini bisa jadi lingkaran yang terulang terus-menerus. Sedihnya, masih banyak yang beranggapan kalau hal ini merupakan situasi yang wajar dan normal. Bahkan ada yang merasa kalau putus-nyambung merupakan salah satu "upaya" untuk memperbaiki hubungan.

Padahal, upaya terbaik yang bisa dilakukan adalah memperbaiki komunikasi dan manajemen konflik secara sehat untuk menemukan akar utama masalahnya. Jika ternyata tidak bisa juga menemukan titik terang, barulah keputusan untuk berpisah dimaknai sebagai pilihan terbaik. Itupun perpisahan yang dilakukan secara sadar dan penuh komitmen, bukan kata putus yang dilontarkan secara impulsif untuk mengancam atau bentuk ungkapan sakit hati saja.

Keadaan putus-nyambung juga bisa menjadi indikator kalau seseorang mungkin belum matang secara emosi dan kognitif, tidak mampu meregulasi emosi, tidak menghargai komitmen, atau menunjukkan adanya ketidakcocokan satu sama lain.

3. Adil artinya 50:50

Hubunganmu Tidak Dewasa Jika Masih Punya 5 Pandangan Ini!Ilustrasi pasangan bertdebat. (pexels.com/Alex Green)

Baca Juga: 5 Bentuk Sikap Manipulatif yang Harus Dikenali Agar Bisa Kamu Hindari

Apa yang muncul dalam benakmu ketika mendengar kata "adil"? Sebagian besar mungkin akan menjawab membagi sesuatu dengan porsi yang sama, alias 50:50. Padahal, sebenarnya tidak semua hal bisa dibagi dengan rasio 50:50 untuk dibilang adil atau seimbang. 

Misalnya saja, memaknai pembagian me time dengan pasangan. Ada orang yang butuh me time lebih sering namun dengan cara yang sederhana, misalnya dengan tidur siang tanpa diganggu atau jajan di luar sendiri. Ada yang dia baru merasa recharge ketika bisa touring bersama komunitas motornya walaupun hanya sebulan sekali. 

Atau misalnya membagi kuantitas pekerjaan rumah. Sekalipun kamu membagi tugas domestik 50:50, akan ada suatu momen di mana satu orang hanya sanggup mengerjakan 20 persen dan yang lainnya melakukan 80 persen. Atau bahkan saat di mana tugas rumah tangga seluruhnya ditinggalkan karena kalian sama-sama lelah.

Tidak ada aturan baku dalam sebuah hubungan. Aturan dalam suatu hubungan bisa jadi sangat berbeda satu dengan lainnya. Sehingga sangat penting mendiskusikan hal ini dengan kompromi dan empati terhadap pasangan maupun diri kita sendiri. Artinya, tidak ada yang harus merasa berkorban atau merasa harus melakukan lebih banyak dari lainnya.

4. Kompromi = mengalah dan berkoban

Hubunganmu Tidak Dewasa Jika Masih Punya 5 Pandangan Ini!Ilustrasi pasangan berdebat. (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Ada yang bilang, kalau hubungan berpasangan isinya sebagian besar adalah ngobrol dan berkompromi. Tapi apa sih kompromi itu? Kenapa dia berbeda dengan mengalah dan berkorban?

Kompromi adalah proses penyelesaian perselisihan lewat diskusi untuk mendapatkan jalan tengah alias kesepakatan atas konflik yang terjadi. Biasanya output-nya adalah batasan-batasan dan aturan dalam hubungan tersebut.

Harapannya, kompromi yang terjalin bisa mengurangi tuntutan terhadap kedua belah pihak, bukan hanya salah satunya saja. Maka dari itu, opini dan kebutuhanmu harus masuk dalam pertimbangan kesepakatan. Bukan kamu harus atau terpaksa mengalah biar masalah cepat selesai.

Misalnya, kamu dan pasangan punya preferensi berbeda untuk menghabiskan waktu. Kamu lebih suka menyalakan musik keras-keras sambil berkegiatan, sedangkan pasanganmu lebih suka melakukan sesuatu dalam kondisi sunyi.

Kompromi yang terjadi mungkin berupa kamu berkegiatan memakai earphone agar bisa tetap mendengarkan musik, bukan dengan memaksakan diri berkegiatan dalam suasana sunyi yang membuatmu tidak senang. Kompromi yang bisa dilakukan pasanganmu mungkin berkegiatan di ruangan terpisah, bukan memaksakan diri untuk mendegarkan suara keras dalam ruangan yang sama.

Jika mindset mengalah dan berkorban yang sering disalahartikan sebagai kopmpromi ini terus terjadi dalam jangka waktu lama, maka bisa dipastikan konflik-konflik serupa akan tetap muncul atau bahkan memburuk.

5. Wanita adalah pengasuh

Hubunganmu Tidak Dewasa Jika Masih Punya 5 Pandangan Ini!Ilustrasi seorang wanita sedang mengasuh. (pexels.com/Kampus Production)

Sekilas, kok rasanya gak ada yang aneh, ya? Memang wanita kan sosok yang lemah lembut dan keibuan, seharusnya wajar dong dia bertugas untuk mengasuh, baik mengasuh pasangannya atau anaknya. Karena stereotipe ini sudah sangat umum dan sering kita jumpai, maka kita jadi kurang aware terhadap hal ini.

Stereotipe ini yang juga kadang membuat perempuan jadi mudah masuk ke
lingkaran toxic. Merasa bahwa pasangan kita perlu dibantu, perlu diasuh, perlu
dilayani karena tidak mampu, merasa bertanggung jawab terhadap pasangan.

Padahal, kemampuan seperti memasak dan menyiapkan makanan, melakukan tugas domestik, menyiapkan baju untuk berangkat kerja, adalah segelintir kemampuan dasar atau basic lifeskill yang wajib dimiliki manusia untuk bertahan hidup. Seseorang gak perlu wanita untuk melakukan dan memenuhi itu karena itu tanggung jawab tiap individu bernyawa.

Iya memang benar wanita memiliki hati yang lembut untuk mengasuh. Iya memang benar ada wanita yang merasa "terpanggil" dan lebih enjoy melakukan peran tersebut. Tapi bukan berarti kamu perlu melakukan semuanya sendiri sampai mengorbankan perasaan, kualitas hidup, sampai harga dirimu. 

Misalkan nih, kamu memilih bertahan dengan pasangan yang melakukan KDRT dengan alasan kasihan karena dia seperti itu akibat masa kecilnya yang berat. Atau kamu memilih resign dari kantor meskipun sebenarnya kamu tidak ingin (digarisbawahi ya, kamu tidak ingin), dengan alasan kasihan suami tidak ada yang melayani, kasihan gak ada yang masakin di rumah, kasihan karena suamimu merasa kurang perhatian atau tidak merasakan kehadiran istri. Coba pastikan, apakah memang benar alasan-alasan itu cukup kuat untuk mendukung keputusanmu? 

Baca Juga: 10 Kalimat yang Biasa Diucapkan oleh Pasangan Manipulatif, Hati-Hati!

putriana cahya Photo Verified Writer putriana cahya

Tryin to be hooman

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya