Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Salahku Mencintaimu Saat Kamu Hanya Menganggapku Teman Saja?

Photo by Alan Labisch on Unsplash

Aku mengenal seseorang yang sangat baik padaku. Tidak seperti lain jenis umumnya, ia benar-benar membuat aku merasa istimewa. Tidak ada yang memperlakukan aku semanis ini sebelumnya. Bahkan kekasih-kekasihku yang pernah ada pun tak begitu. Sayangnya, hal ini membuatku terjebak pada perasaan yang disebut cinta sendiri.

Kadang, aku ingin tahu apakah aku berarti untukmu. Karena kamu membuatku merasa berharga

Photo by Allef Vinicius on Unsplash

Setiap perhatian, perkataan, dan hal-hal yang kamu rela korbankan untukku, membuatku bertanya-tanya dalam hati. Apakah kamu menjadikan aku seseorang yang berarti? Apakah kamu menyukaiku hingga kamu seperti ini? Aku ingin menanyakan ini padamu saat kita hanya berdua saja. Tapi lidahku tercekat. Aku hilang nyali. Pertanyaan-pertanyaan nekat tapi penuh penasaran itu urung kulontarkan.

Kamu sering memujiku, tapi mungkin kamu hanya bersenda gurau. Tapi sungguh, aku terlalu ingin tahu faktanya

Photo by Allan Ferreira on Unsplash

Kamu pernah memuji aku cantik. Bahkan kamu mengatakan aku pujaan hatimu yang dipikirkan setiap malam pada orang-orang di sekitar. Aku pesimis jika kamu sedang serius mengatakannya. Tapi sekali lagi, aku terlalu ingin tahu faktanya. Aku ingin membuktikan dengan kepala mataku sendiri, jika aku adalah pujaan hatimu. Hanya saja, aku belum menemukan momen itu.

Lama-lama, yang kupikirkan hanya perhatianmu. Dari ketika kamu tersenyum hingga mengusap air mataku kala duka

unsplash.com/Kyle Sterk

Kamu sudah layak jika kusebut sebagai sahabat. Kamu menggenapi semua syarat-syarat yang dibutuhkan sebagai seorang sahabat. Tapi, aku terlalu tersanjung dan membuat semua yang kamu lakukan terasa berlebih. Buatku, apa yang kamu lakukan terlalu menyanjung.

Saat aku merasa yakin jika aku sedang cinta, kamu tak kerap lagi di sekitarku. Aku tahu jawaban pertanyaanku sekarang

unsplash.com/Leon Biss

Belakangan, aku tahu jika aku mencintaimu. Pepatah orang tua yang mengatakan, cinta hadir karena terbiasa mungkin benar adanya. Sayang, aku menyadari ini saat ironi terjadi. Sekarang kamu jarang ada saat aku membutuhkan. Kamu tak lagi-lagi ada di akhir pekanmu. Kita tak lagi menghabiskan waktu dengan seteguk kopi dan obrolan ngalor ngidul.

Aku sadar, usia dan aktivitas telah mendewasakanmu. Kamu berusaha meraih cita-citamu yang selalu didengungkan sejak dulu. Tapi di balik semua itu, aku mengerti jawaban atas segala pertanyaan-pertanyaanku.

Tak sedikit pun kamu mencariku, bahkan meluangkan waktu untukku di tengah-tengah rutinitasmu. Artinya bukanlah aku sosok yang kamu butuhkan dan kamu bela-belakan.

Aku tak paham, apakah ada orang lain yang memang mempesonamu. Mungkin juga, kamu hanya terlibat dengan masalah dan segala problematikamu yang sekarang.

Jujur, aku putus asa karena kehadiranmu masih kuperlukan. Tapi, apa aku salah mencintaimu saat kamu menganggapku teman?

Photo by Sarah Diniz Outeiro on Unsplash

Barangkali, kebersamaan denganmu di masa lalu adalah sebuah candu. Nyatanya, kini aku tak sanggup tanpa sehari pun memikirkan nasib dan sekaligus merindukanmu. Diam-diam, aku selalu berharap kalau saat ini kamu baik-baik saja. Sehat dan mencapai apa yang diinginkan. Selepas itu, kamu kembali lagi, menyapaku, dan mengulang semua lagi. Terlalu berharap memang.

Tapi jika kamu bisa mendengar suara-suara keras dalam benakku, aku berharap kamu menjawab "tidak" pada pertanyaan ini.

Apakah aku salah mencintaimu saat kamu hanya menganggapku teman biasa saja?

Share
Topics
Editorial Team
Tania
Febriyanti Revitasari
Tania
EditorTania
Follow Us