Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
proudphotography.com

Artikel ini merupakan hasil karya peserta kompetisi menulis #CintaDalamKata yang diadakan oleh IDNtimes.com. Kalau kamu ingin artikelmu eksis seperti ini, yuk ikutan kompetisi menulis #CintaDalamKata! Informasi lebih lengkapnya, kamu bisa cek di sini.


Ayah. Kata yang sangat asing bagiku. Tapi itulah engkau.

Halo Ayah,

Tak pernah terlintas sedetik pun ratusan kata-kata ini akan kugoreskan untukmu, sesosok tersayang yang tidak pernah, bahkan mungkin tidak akan pernah, aku kenal. Ya, sebenarnya sangat sulit menulis dan meredakan keingingan merengkuh seseorang yang hanya bisa berputar-putar di dalam anganku ini.

Meski betapa ingin aku bercakap-cakap denganmu; duduk bersama, menyesap dua cangkir kopi bersama, saling menatap dan melalaikan tembok tinggi yang diletakkan dunia di antara kita, tetap saja itu hanya seberkas cahaya yang bersinar redup jauh dalam lubuk hatiku.

Hanya surat inilah cara agar aku bisa merasa dekat denganmu.

Default Image IDN

“Apa kabar” bukanlah pertanyaan yang perlu lagi aku tanyakan pada seseorang yang selalu menjadi misteri seumur hidupku. Meski aku tahu kehangatanmu mengalir lembut di pembuluh darahku.

Ayah, apakah engkau tahu? Terkadang aku membayangkan mendengar suaramu, serak dan mendayu merdu seperti aliran sungai di pundak pegunungan, memberikan rasa tenang, menggema menebar harapan agar aku terus hidup dalam langkah tegap menuju puncak.

Suaramu yang berbisik “Selamat tidur”, sembari mengecup keningku dan wajahmu yang membekas di kenang. Garis yang terlihat di setiap cekung wajahmu menceritakan kisah tiap senyum yang kau lemparkan bagi orang lain. Bagi banyak orang lain, kecuali aku.

Tak apa, Ayah. Jangan sedih. Itu semua cuma bayang ciptaanku, kok. Bayangan yang kuciptakan dari keping kenangan yang terkumpul dari foto di jari-jariku yang gelisah ini saat malam makin larut.

Aku tak ingat lagi rasanya berusia 3 tahun berada dalam gendongan yang dulu terasa seperti “rumah”. Di mana aku ingin terus mendekap dan menepis rindu yang tertumpah. Sekarang, hanya senyap yang kudengar saat aku berkata ingin pulang. Hanya air mata menitik di pipiku yang terdengar samar-samar mengingat pertemuan terakhir itu.

Engkaulah orang pertama yang mengajarkanku arti perpisahan. Orang yang membiarkan aku terjatuh agar aku bisa mengangkat diriku sendiri.

Default Image IDN

Halo Ayah,

Apakah ini saat yang tepat untuk bertanya “Apa kabar”? Aku tahu engkau pasti tersenyum, bahagia bersama dua malaikat kecilmu. Meski aku tak diizinkan bertemu kembali denganmu, boleh ‘kan aku berpikir aku pernah menjadi malaikat kecilmu juga?

Aku pernah jadi malaikatmu saat aku tak tahu bagaimana melangkah. Namun, aku cukup menginjak ujung jari kakimu, mengait kedua tangan mungilku di jemarimu yang terus menumpuku untuk berjuang hingga aku menemukan ritmeku sendiri. Hingga aku mampu berjalan tanpa genggamanmu lagi.

Oh bukan. Mungkin saat itu, engkaulah malaikatku.

Itu guratan sejarah penting yang senantiasa membuat aku bergerak terus tanpa menghitung 22 masa dan ribuan rembulan yang kulewatkan tanpamu.

Default Image IDN

Berkali seringnya aku berharap engkau membaca pesan yang kutinggalkan dan tersenyum pada setiap kata yang mewujud rindu dalam remang. Berkali seringnya aku berharap engkau membuka pintu yang kuketuk dan membiarkan aku menapak untuk melukis baru lembar kenangan. Berkali seringnya aku berharap engkau belum mau hengkang menjadi “Ayah” di tumpukan semogaku.

Ayah,

Sebentar lagi aku akan melanjutkan hidup ke jenjang baru, mewujudkan mimpi yang sudah lama dirajut. Aku akan terus berlari, tanpa lelah, tanpa henti. Tahukah engkau, Ibu selalu berada di sampingku saat aku bersiap untuk terbang ke langit, berusaha menguak rahasia di balik biru yang merentang, menemukan apa yang kucari dalam hidup. Aku harap Ayah menyadari, Ibulah yang mengajarkanku tiada cinta tanpa pengorbanan, dimana ia menjadi topangan hidupku yang terindah.

Ayah, aku harap engkau bangga kepadaku. Meski engkau pernah menoreh rasa kecewa di hatiku, tapi engkau masih menjadi pahlawan dalam bayangku. Tanpamu, kekuatan untuk berdiri tegap ini takkan pernah bisa kurengkuh. Mungkin memang beginilah harusnya. Mungkin caramu mencintaiku berbeda dengan yang aku tahu.

Mungkin.

Sampai juga lagi, Ayah. Semoga.

 

Salam sayang,

Putrimu yang terus menanti.

#CintaDalamKata

Editorial Team