Aku adalah “seekor burung” yang lain daripada yang lainnya. Tak seperti burung lain yang memiliki sayap, sayapku patah sejak cangkang pembungkusku retak. Kupikir setiap burung memiliki sayap yang sama, tapi ternyata hanya sayapku saja yang tak bisa memeluk angin.
Sejak lahir hidupku dua kali lipat lebih berat daripada burung-burung lain, mulai dari susuah mencari makan sampai menanggung cemoohan tiada henti. “Dasar burung tidak bisa terbang.” begitu katanya. Bukan hal yang mudah hidup dengan sayap yang patah, apalagi jika engkau adalah pengangum “langit”.