Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma Disabilitas

Kata siapa penyandang disabilitas gak bisa berbuat apa-apa?

Jakarta, IDN Times - Manusia terlahir dengan keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Namun, sejatinya keterbatasan bukanlah suatu hal yang bisa menghambat untuk tetap berkarya. Sebagai penyandang disabilitas, Maureen Kartika percaya bahwa tiap orang berkesempatan memberikan dampak positif bagi orang lain.

Bagaimana perjalanan hidupnya untuk bisa berdamai dengan diri sendiri dan mengubah stigma tentang disabilitas? Melalui wawancara khusus dengan IDN Times pada Senin (22/4/2024), Maureen Kartika berbagi kisah hidupnya sebagai penyandang disabilitas yang juga ASN dan konten kreator.

1. Keterbatasan fisik gak menghalangi Maureen untuk melakukan apa yang dia inginkan, seperti menjadi konten kreator

Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma DisabilitasMaureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)

Sejak kecil, Maureen memiliki motorik yang lemah sehingga mengharuskannya menggunakan kursi roda ke mana pun. Namun, kondisi tersebut gak menghalanginya untuk menjalani kehidupan seperti orang lain pada umumnya.

Melalui Maureen, kita bisa melihat bahwa penyandang disabilitas gak melulu keterkungkung dalam keterbatasannya. Justru keterbatasan fisik yang mungkin tidak dialami orang lain, menjadi senjatanya untuk berkembang menjadi seseorang dengan mental baja.

“Aku kuliah di Psikologi. Jadi dari SMA, aku pengen jadi psikolog yang buka praktek sendiri,” ujar lulusan Universitas Atmajaya Jakarta ini.

Maureen bukan seorang yang mudah berputus asa. Dirinya merupakan bukti bahwa semua orang berhak mendapatkan pendidikan terlepas dari apa pun keadaannya. Ia pun mulai merambah ke dunia konten kreator untuk menunjukkan bahwa penyandang disabilitas juga punya potensi dan kesempatan besar di luar sana.

“Aku mau buktikan kalau seorang disabilitas tuh juga punya skill. Salah satunya skill makeup dan kita berhak punya tempat juga di dunia beauty. Kita juga udah tahu kok banyak beauty influencer disabilitas di luar sana. Jadi kenapa di Indonesia gak bisa? Aku mau mematahkan stigma negatif itu,” katanya.

Itulah mengapa di tengah-tengah kejenuhannya mengerjakan skripsi, Maureen memilih untuk membuat konten. Berawal dari menonton beauty vlogger, akhirnya Maureen banyak memanfaatkan media sosial seperti Instagram, YouTube, dan TikTok untuk berbagi banyak hal.

2. Sebagai konten kreator, Maureen punya misi besar untuk memutuskan stigma-stigma negatif mengenai penyandang disabilitas

Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma DisabilitasMaureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)

Hidup di era modern gak bisa menampik kenyataan bahwa stigma-stigma negatif itu masih ada, terutama untuk penyandang disabilitas. Inilah yang menjadi keresahan Maureen sehingga ia ingin menunjukkan bahwa penyandang disabilitas juga punya kesempatan yang sama.

“Orang-orang masih punya stigma kalau disabilitas itu gak bisa apa-apa, ngerepotin doang. Itu masih sering banget kita tuh teman-teman disabilitas mendengar soal itu,” resahnya.

Menurut Maureen, masih banyak orang di Indonesia yang belum paham apa itu disabilitas. Alih-alih disabilitas, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggunakan kata ‘cacat’. Padahal Bahasa Indonesia yang baik dan benar pun sudah mengganti kata tersebut dengan disabilitas. 

Maureen menerangkan, “Masih banyak banget orang yang gak paham apa itu disabilitas. Masih menganggap disabilitas itu sama dengan sakit. Mungkin awalnya karena sakit, tapi bukan penyakit yang bisa cepat sembuh. Memang disabilitas itu jadi bagian dari diri kita.”

Awalnya, Maureen mengaku masih banyak warganet yang melontarkan berbagai komen negatif. Namun, Maureen justru semakin terpacu untuk mendobrak stigma-stigma negatif itu.

“Justru yang seperti itu jadi bahan yang nge-push aku. Berarti aku harus lanjut lagi supaya orang lama-lama terbiasa melihat kontenku dan mereka bisa menerima aku,” ucapnya.

3. Apa yang dialaminya sempat membuat Maureen sangat stres dan hampir putus asa menjalani hidup

Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma DisabilitasMaureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)

Menarik pengalaman ke belakang, sungguh perjalanan yang luar biasa bagi seorang Mauren bisa mencapai titik self acceptance. Sebagai anak remaja kala itu, Maureen tidak seperti anak lainnya yang bisa berjalan dan berlari-lari. Ia mengidap skoliosis ideopatik, yakni jenis skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya.

“Dulu sudah sampai 120 derajat, jadi sudah miring banget. Di operasinya pun karena sudah usia 19 tahun, jadi gak bisa langsung ditarik karena bahaya. Cuma ditarik 50-an derajat, masih ada sisa 79 derajat,” ceritanya.

Nyatanya, skoliosis ini juga menyadarkan Maureen bahwa ia memiliki rongga paru-paru yang besar sebelah. Kondisi ini membuat kinerja paru paru Maureen tidak berjalan maksimal.

“Sebelahnya sudah sesuai dengan besar badanku saat ini, umurku saat ini. Tapi sebelahnya masih kecil, tidak membesar, seperti paru anak-anak,” sambungnya.

Hal tersebut membuat Maureen rentan merasa lelah dan rentan mengalami infeksi. Rupanya, apa yang ia takutkan benar-benar terjadi.

“Setahun kemudian, aku kena infeksi paru-paru. Aku masuk ICU kurang lebih ada 11 hari dan akhirnya dokter bilang tidak ada perkembangan,” jelas perempuan kelahiran 1994 ini.

Itu sebabnya, Maureen sudah memakai trakeostomi untuk membantunya bernapas dan berbicara sejak usia 20 tahun. Tak menampik kenyataan, Maureen sempat merasa down dan hampir putus asa.

“Pas pakai trakeostomi ini, aku sempat gak bisa makan manual lewat mulut karena alat aku yang harusnya nutup kalau makanan masuk, itu gak ketutup. Jadi makanan masuk ke paru-paru. Akhirnya aku gak boleh makan dulu kurang lebih empat bulan. Aku makan di satu selang. Aku benar-benar down. Aku stres banget. Hampir setiap hari nangis karena aku kayak, ‘Tuhan kenapa sih udah gak bisa jalan, skoliosis, sekarang pakai trakeostomi? Makan aja gak bisa,” katanya. 

Baca Juga: Nicky Clara: Disability Womenpreneur Berawal dari Mimpi dan Mindset 

4. Di titik terendahnya, Maureen justru menyadari bahwa masih banyak hal yang bisa ia syukuri. Berkat dari Tuhan kepadanya selalu melimpah ruah dalam bentuk yang lain

Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma DisabilitasMaureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)

Jenuh rasanya berada di kamar selama tujuh bulan dan gak bisa berbuat apa -apa. Itulah yang membuat Maureen merasa hidupnya seperti hanya bisa menyusahkan orang lain. Ia terus mempertanyakan mengapa Tuhan memberinya hidup seperti itu.

“Aku benar-benar down dan nangis. Tapi, Puji Tuhan aku punya circle yang supportive. Teman-teman nyempetin seminggu sekali pasti datang ke rumah untuk support supaya aku jangan down. Yang pasti papa mama, kakak-kakak aku juga selalu ada. Cowok aku juga selalu ngingetin aku, Tuhan gak kasih cobaan yang kita gak bisa laluin kok,” tuturnya.

Mindset akan memengaruhi bagaimana cara seseorang bereaksi dan menghadapi suatu masalah. Itu sebabnya, Maureen berpikir ia harus mengubah cara pandangnya menjadi lebih positif. 

“Dari usia kecil, aku udah terlatih untuk menerima kenyataan seperti itu. Akhirnya ‘oke this is me’. Mau gak mau, ya udah harus diterima kayak gini,” tegasnya.

Ia menambahkan, “Mama dari awal udah selalu dikasih tahu kalau aku itu disabilitas, kalau aku gak bisa jalan. Tapi bukan berarti aku harus diam di rumah. Justru kamu harus berusaha lebih supaya bisa bertahan di dunia ini. Semua punya kekurangan kok. Tapi kita juga punya kelebihan. Aku mulai mikir, ‘ya udah aku gak bisa jalan tapi aku masih punya otak. Aku mau belajar. Aku mau sekolah, aku mau kuliah. Aku mau cari pendidikan setinggi yang aku bisa.”

5. Banyaknya rintangan tak menyurutkan semangat Maureen untuk mengembangkan potensi dirinya

Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma DisabilitasMaureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)

Kini, Maureen bekerja sebagai Assessor SDM di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sejak tahun 2021. Apa yang ia kerjakan sekarang juga merupakan bukti bahwa penyandang disabilitas punya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Maureen menjelaskan, “Di Indonesia, pemerintahan sih udah amat berusaha menyetarakan dengan mengadakan peraturan undang-undang yang mewajibkan perkantoran itu mempekerjakan disabilitas. Kalau negeri setidaknya dua persen, kalau untuk swasta setidaknya satu persen. Tapi hal ini masih minim diterapkan.”

Meskipun ada pekerjaan yang mengakomodasi penyandang disabilitas, tetapi nyatanya belum sebanyak itu. Padahal, Maureen memandang bahwa para penyandang disabilitas memiliki potensi yang luar biasa.

“Teman-teman disabilitas juga punya skill. Mereka bisa IT, mereka bisa desain, beneran jago-jago. Sebagai disabilitas, aku tahu aku punya kebutuhan khusus. Jadi pasti aku akan meningkatan kemampuan aku lainnya yang bisa aku gunakan untuk kehidupanku sendiri,” ungkapnya.

Terlebih, Maureen mampu menilai bahwa masa pandemik membawa keuntungan juga untuk penyandang disabilitas. Ada banyak kursus yang bisa diikuti secara online sehingga gak ada alasan untuk seseorang tidak berusaha meningkatkan skill.

6. Lantas, bagaimana cara Maureen berdamai dengan keadaan ini?

Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma DisabilitasMaureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)

Salah satu hal yang membuatnya bertahan adalah dukungan dari orang-orang sekitarnya. Jadi, sangat penting memiliki support system yang tepat dan bisa saling memahami.

Tentu tidak mudah untuk menerima kondisi yang tidak pernah ia inginkan sebelumnya. Namun, Maureen belajar untuk menerima kekurangan kita apa adanya.

“Nerima kekurangan kita dulu apa gitu ya. Kalau kita gak bisa menerima kekurangan, pasti kita akan terbebani. Jadinya kayak motivasinya lebih negatif. Sebenarnya motivasi yang lebih bagus itu kan motivasi yang lebih positif gitu kan ya. Jadi kita harus terima dulu kondisi kita. Aku nyadar, ‘Oh aku gak bisa jalan. Ya udah, gak apa-apa, sudah jadi bagian dari diriku’,” ujar Maureen.

Artinya, berdamai dengan diri sendiri harus dimulai dengan menyadari apa yang sedang terjadi dan belajar menerimanya. Dengan begitu, seseorang tahu apa yang harus dikembangkan dari dirinya. Jangan terpatok pada apa yang menjadi kekurangan kita!

“Mau gimana pun, mau sampai kapan pun, ya aku bangun tidur, aku akan gak bisa. Untuk saat ini, aku masih gak bisa jalan gitu Kak. Tapi ya udah, aku masih punya tangan, aku masih punya kepala aku, aku masih punya otak aku, aku punya mulut aku, aku bisa bicara. Jadi kayak, kenapa aku harus terpatok di kekurangan aku sih? Ya udah, fokus ke kelebihan aku aja,” ucap Maureen.

7. Maureen berharap pandangan negatif tentang disabilitas bisa berubah

Maureen Kartika, Kartini Muda yang Berjuang Dobrak Stigma DisabilitasMaureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)

Lewat platform media sosial, Maureen berharap banyak orang lebih teredukasi. Banyak konten-konten Maureen yang menunjukkan bahwa disabilitas itu berdaya.

“Aku mau menunjukkan di platform aku kalau disabilitas itu gak sebatas kekurangan mereka aja. Gak sebatas kebutuhan khusus mereka. Gak bisa jalan itu bukan kekurangan aku. Aku bisa jalan kok tapi aku jalan pakai kursi roda,” jelas Maureen.

Sama halnya dengan teman-teman tuli atau teman-teman tunawicara. Mungkin orang lain berbicara pakai suara dan mulut, tetapi mereka juga bisa berbicara menggunakan tanggan melalui Bahasa Isyarat. 

Kata Maureen, “Tapi kan bukan berarti mereka tidak bisa berkomunikasi, mereka berkomunikasi dengan cara yang lain gitu kan. Jadi itu sih yang paling penting buat aku, kayak yang kita mau itu, jangan lihat disabilitasnya kita. Bukan berarti disabilitas itu gak bisa apa-apa, tapi kita bisa kok, tapi menggunakan cara yang lain.”

Obrolan hangat dengan Maureen ini, semoga semakin membukakan mata bahwa kita semua itu sama. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Selebihnya, tergantung bagaimana cara memandang kekurangan tersebut dan mengoptimalkannya.

“Perempuan yang hebat dan berkualitas itu pastinya yang tidak mudah menyerah, selalu berusaha, dan menjadi apa adanya. Gak usah melihat tren ini dan itu karena sebenarnya kita semua itu cantik kok. Apalagi kan, kita pede (percaya diri). Sama balik lagi ke bisa self acceptance,” pesannya kepada semua perempuan.

Baca Juga: Dr. Astrid HW-Levi, EdD: Tiap Anak Itu Unik dan Gak Bisa Disamakan

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya