Tantangan Perempuan dan Upaya Mendobrak Fenomena Glass Ceiling

Perempuan berperan ganda masih hadapi dilema dan stereotype

Di era ini, bukanlah hal yang tabu untuk perempuan menempati posisi manajerial atau posisi yang tinggi dalam perusahaan. Sebenarnya perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama. Rupanya kenyataan di lapangan, masih ada banyak tantangan hingga diskriminasi yang ditujukan pada perempuan.

Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, Katadata Indonesia menggelar Women Leaders Forum 2022 secara virtual pada Selasa (8/3/2022). Dalam diskusi bertajuk "Breaking The Glass Ceiling", terungkap bahwa banyak sekali hambatan tak terlihat yang membuat perempuan susah mencapai posisi tertinggi dalam organisasi. Untuk tahu ulasan lengkapnya, cek artikel ini, ya!

1. Mendobrak glass ceiling tidak mudah tetapi bukan berarti tidak mungkin

Tantangan Perempuan dan Upaya Mendobrak Fenomena Glass CeilingWomen Leaders Forum 2022: Breaking The Glass Ceiling. Selasa (8/3/2022). IDN Times/Adyaning Raras

"Glass Ceiling merupakan metafora yang menggambarkan adanya hambatan tak terlihat yang membatasi perempuan untuk menempati posisi tertinggi dalam organisasi atau perusahaan. Meskipun memiliki visi yang jelas, perempuan kerap terhenti di posisi menengah," jelas Sorta Tobing selaku Head of Multimedia Katadata.co.id.

Sesungguhnya selalu ada potensi untuk bisa menembus glass ceiling. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Katadata secara global, terdapat 38 persen perempuan yang menduduki direktur HR. Diikuti oleh 36 persen perempuan yang berhasil menduduki jabatan Chief Finance Officer. Artinya, tidak begitu banyak perempuan yang berhasil mencapai jabatan tinggi dibandingkan laki-laki.

Banyak faktor yang melatarbelakangi hal ini. Maya Juwita selaku Direktur Eksekutf IBCWE menjelaskan bahwa budaya paternalistik secara global mendominasi. Menurutnya, fenomena ini pasti terjadi di seluruh dunia, di mana perempuan dinilai kurang tepat menjadi pemimpin karena adanya bias gender.

2. Stereotype kerap ditemui perempuan dalam beragam aspek hidup, termasuk pekerjaan

Tantangan Perempuan dan Upaya Mendobrak Fenomena Glass CeilingWomen Leaders Forum 2022: Breaking The Glass Ceiling. Selasa (8/3/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Maya Juwita menyatakan bahwa masih ada stereotyping gender, yang beranggapan bahwa perempuan lebih baik berdiam diri atau menjadi ibu rumah tangga. Secara tidak tertulis, bias gender inilah yang membuat masyarakat memandang kedudukan laki-laki lebih tinggi sehingga perempuan kurang tepat menjadi pemimpin.

"Sumber masalahnya itu budaya paternalisme global yang menunjukkan bahwa posisi laki-laki lebih tinggi sehingga nilai kepemimpinan kerap dikaitkan dengan nilai maskulinitas" ujarnya.

Maya juga menyebutkan bahwa terkadang ada gender blind dalam proses birokrasi perusahaan, misalnya rekrutmen atau promosi jabatan. Gender blind ini merujuk pada kondisi di mana perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama dan diberikan cara yang sama. Padahal perempuan dan laki-laki punya pengalaman hidup yang berbeda.

"Sebagian besar perempuan dibesarkan dengan cara dan pengalaman hidup yang berbeda dengan laki-laki, misalnya hamil, melahirkan, punya anak. Jadi fokusnya karena punya banyak peranan. Itu yang sering jadi penghambat. Belum lagi tuntunan dari masyarakat," ungkapnya tentang penghalang utama dalam mencapai posisi tinggi.

3. Dilema perempuan juga jadi faktor penyebab glass ceiling paling dominan

Tantangan Perempuan dan Upaya Mendobrak Fenomena Glass CeilingWomen Leaders Forum 2022: Breaking The Glass Ceiling. Selasa (8/3/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Stereotype termasuk budaya yang ada di masyarakat Indonesia. Budaya ini mungkin sulit untuk didobrak, tetapi bukan hal yang tidak mungkin. Selain masalah bias gender, perempuan juga dihadapkan dengan konflik tanggung jawab antara keluarga dan pekerjaan.

"Apalagi pandemik ini terasa lebih berat karena ada pekerjaan rumah, pekerjaan profesional. Perempuan juga harus mengurus anak yang bersekolah dari rumah. Itu menjadi beban dan menimbulkan pandangan lagi bahwa perempuan gak bisa bekerja maksimal karena harus berbagi fokus," tutur Maya.

dm-player

Maya juga memandang bila perempuan terlalu mudah mengasimilasi nilai tersebut karena sedari kecil sudah diajarkan untuk patuh dan tidak boleh membantah. Ada pula budaya masyarakat yang melihat perempuan kurang pantas jadi pemimpin dengan karier tinggi, karena berisiko menyebabkan permasalahan dalam rumah tangga.

"Sayangnya, perempuan masih meng-absorbing hal itu. Perempuan dihadapkan dengan pilihan yang sulit. Kalau maju, rumah tangga dianggap berantakan. Kalau gak maju, nanti dianggap gak bisa mengaktualisasi diri. Faktor lingkungan paling berpengaruh terhadap glass ceiling ini," tambahnya.

Baca Juga: Menaker Ungkap Langkah Cegah Bias Gender di Lingkungan Kerja

4. Upaya mendobrak bias gender dan glass ceiling

Tantangan Perempuan dan Upaya Mendobrak Fenomena Glass CeilingMaya Juwita dalam Women Leaders Forum 2022: Breaking The Glass Ceiling. Selasa (8/3/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Sebagai Direktur Eksekutif, Maya melihat kepentingan ekonomi merupakan alasan yang sejauh ini efektif mendobrak bias gender. Menurutnya, keseteraan gender itu masih mengarah ke isu sosial. Sedangkan dalam hal ekonomi, sebenarnya peran perempuan sangat menguntungkan.

"Perempuan diasumsikan sebagai risk averse dan laki-laki sebagai risk taker. Sebenarnya ini menguntungkan secara bisnis agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan," ungkap Maya.

Bila kita membayangkan suatu meeting dengan karakter risk taker semua, maka risiko yang diambil terlalu besar. Harus ada risk averse yang berperan. Untuk itu, feminine trait dibutuhkan dalam suatu organisasi atau perusahaan untuk menjalankan bisnis.

Sayangnya dalam proses binsis pun, Maya memaparkan bahwa masih ada orang yang menganut nilai konservatif. Artinya, mereka yang ambisius dipandang kurang baik. Akhirnya kondisi ini membuat perempuan takut dihakimi dan tidak memilih maju mengembangkan karier mereka.

5. Keberpihakan terhadap perempuan sangat diperlukan untuk mendorong mereka mengembangkan karier

Tantangan Perempuan dan Upaya Mendobrak Fenomena Glass CeilingAstranivari dalam Women Leaders Forum 2022: Breaking The Glass Ceiling. Selasa (8/3/2022). IDN Times/Adyaning Raras

Ada yang memandang sebelah mata karakter ambisius dalam diri perempuan. Astranivari selaku Chief Marketing Officer Investree justru mengatakan bahwa perempuan perlu karakter ini agar orang lain tidak semena-mena nentukan nasib hidup.

"Untuk perempuan pekerja keras, jangan biarkan orang lain menentukan nasib kalian. Kalian bisa menentukan karier kalian sendiri. Saya kerjain apa yang menurut saya bisa dan benar," kata perempuan yang akrab disapa Vari ini.

Untuk mendorong perempuan terus berkembang, Vari dan Maya terus memberikan dukungan. Keberpihakan terhadap perempuan merupakan cara yang tepat untuk membuat perempuan lebih berdaya. Misalnya memberikan pelatihan tentang hard skill hingga menerapkan hak cuti khusus perempuan di perusahaan.

Isu tentang diskriminasi dan tantangan perempuan masih menjadi perjuangan yang harus kita hadapi bersama. Maka dari itu, dengan informasi di atas, semoga awareness tentang keseteraaan gender juga semakin tinggi.

Baca Juga: Hambatan dan Tantangan Kepemimpinan Jurnalis Perempuan di Indonesia

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya