Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi belanja di supermarket (pexels.com/Jack Sparrow)
ilustrasi belanja di supermarket (pexels.com/Jack Sparrow)

Intinya sih...

  • Perempuan lebih sering mengatur belanja rumah tangga

  • Tanggung jawab finansial rumah tangga lebih banyak diemban perempuan

  • Perempuan lebih cermat dalam menilai harga

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah gak sih, kamu merasa harga barang di supermarket makin gak masuk akal setiap kali belanja? Dari minyak goreng sampai cokelat kesukaan, semuanya naik sedikit demi sedikit tapi bikin dompet terasa makin tipis.

Ternyata, ada satu fakta menarik di balik semua ini: perempuan cenderung lebih peka terhadap inflasi dibanding laki-laki. Bukan cuma perasaan semata, tapi ada data ilmiah yang mendukung hal tersebut.

Menurut penelitian dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, perempuan punya ekspektasi inflasi yang lebih tinggi dibanding laki-laki, bahkan ketika realitanya gak seburuk itu. Dalam survei besar terhadap pasangan menikah di Amerika, para istri memperkirakan kenaikan harga lebih parah daripada suaminya.

Lalu, kenapa bisa begitu? Berikut lima alasan logis di balik fenomena ini.

1. Perempuan lebih sering mengatur belanja rumah tangga

ilustrasi anggaran belanja (pexels.com/Kaboompics.com)

Sebagian besar perempuan terbiasa mengatur kebutuhan harian rumah, mulai dari urusan dapur sampai kebutuhan anak. Karena itu, mereka lebih sering berhadapan langsung dengan perubahan harga di toko atau supermarket. Saat harga telur atau minyak naik, mereka langsung merasakannya di daftar belanja mingguan.

Menurut penelitian dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, frekuensi belanja inilah yang bikin perempuan lebih “terpapar” fluktuasi harga dibanding laki-laki. Jadi, wajar kalau perempuan jadi lebih sensitif terhadap inflasi karena mereka melihat dan menghitung dampaknya secara nyata.

2. Tanggung jawab finansial rumah tangga lebih banyak diemban perempuan

ilustrasi pelajar sekolah Indonesia (pexels.com/ROMAN ODINTSOV)

Meskipun banyak pasangan kini berbagi peran, tetap banyak perempuan yang memegang kendali dalam pengelolaan keuangan rumah tangga. Dari bayar listrik, cicilan, sampai biaya sekolah anak, semuanya sering lewat tangan mereka.

Kondisi ini bikin perempuan lebih cepat menyadari perubahan kecil dalam pengeluaran. Saat inflasi meningkat, mereka bukan cuma melihat angkanya di berita, tapi langsung memikirkan cara menyesuaikan anggaran. Akibatnya, kesadaran mereka terhadap inflasi jauh lebih kuat.

3. Perempuan lebih cermat dalam menilai harga

ilustrasi belanja kebutuhan sehari-hari (freepik.com/jcomp)

Perempuan biasanya punya memori harga yang tajam. Mereka ingat harga sabun cuci minggu lalu, atau berapa diskon minyak goreng bulan lalu. Kemampuan ini muncul dari kebiasaan membandingkan harga untuk mencari penawaran terbaik.

Ketika harga naik meski sedikit, otak mereka langsung menangkap perubahan itu. Berbeda dengan laki-laki yang mungkin gak terlalu memperhatikan detail kecil seperti itu. Sensitivitas ini bikin perempuan lebih cepat “alarm” terhadap kenaikan harga, sebuah tanda nyata dari kepekaan terhadap inflasi.

4. Media sosial dan tren finansial lebih banyak diikuti perempuan

ilustrasi main medsos (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Di era digital sekarang, banyak perempuan yang aktif mengikuti tren penghematan di media sosial seperti “No Buy 2025” atau komunitas “Buy Nothing”. Gerakan ini muncul sebagai respons terhadap kenaikan harga dan dorongan untuk hidup lebih hemat.

Fenomena ini memperkuat kesadaran perempuan terhadap inflasi. Mereka gak cuma merasakan dampaknya secara langsung, tapi juga saling berbagi strategi menghadapinya di dunia maya. Di sisi lain, partisipasi laki-laki dalam gerakan semacam ini masih jauh lebih sedikit.

5. Faktor psikologis: perempuan lebih empati terhadap dampak ekonomi

Ilustrasi belanja di supermarket (pixabay.com/Vika_Glitter)

Selain soal logika keuangan, ada faktor emosional juga. Perempuan umumnya lebih empati terhadap kondisi ekonomi keluarga. Mereka cenderung memikirkan efek jangka panjang inflasi terhadap kesejahteraan rumah tangga, apakah nanti biaya sekolah anak bisa tetap terpenuhi, atau uang tabungan cukup untuk kebutuhan darurat.

Menurut pengamatan para peneliti ekonomi, empati dan rasa tanggung jawab ini membuat perempuan menilai kenaikan harga dengan lebih serius. Inflasi bukan cuma angka di berita, tapi sesuatu yang bisa memengaruhi keseimbangan hidup keluarga secara nyata.

Inflasi memang jadi tantangan bagi semua orang, tapi dampaknya terasa lebih kuat bagi perempuan. Kebiasaan mengatur keuangan, keterlibatan dalam belanja rumah tangga, hingga faktor emosional bikin mereka lebih peka terhadap setiap perubahan harga.

Hal ini sebenarnya gak sepenuhnya fair buat perempuan karena sistem sosial masih cenderung menempatkan mereka di posisi yang lebih rentan terhadap beban ekonomi sehari-hari. Ketika tanggung jawab mengatur keuangan rumah tangga dan urusan belanja lebih banyak dibebankan ke perempuan, otomatis tekanan akibat inflasi juga lebih berat dirasakan di pundak mereka. Sementara itu, kerja emosional dan finansial yang mereka lakukan sering gak diakui sebagai “beban ekonomi” yang nyata. Akibatnya, perempuan bukan cuma harus menghadapi kenaikan harga, tapi juga ekspektasi sosial untuk tetap bisa mengelola semuanya dengan tenang dan efisien. Ketimpangan inilah yang bikin dampak inflasi terasa jauh lebih tidak adil bagi perempuan dibanding laki-laki.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team