TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Devi Raissa, Co-Founder Rabbit Hole yang Serukan Pentingnya Baca Buku

Ada 15 judul buku Rabbit Hole yang bisa kamu nikmati

Devi Raissa, kreator Rabbit Hole. (dok.Devi Raissa)

Jakarta, IDN Times - Pola pengasuhan sangat mempengaruhi perkembangan dan tumbuh kembang anak. Minimnya keterlibatan orangtua dapat menyebabkan berbagai masalah bahkan ketika anak tumbuh dewasa, seperti bullying, kenakalan remaja, hingga merosotnya prestasi akademik. 

Menyadari permasalahan tersebut, psikolog Devi Raissa berinisiatif membuat buku guna mencegah akibat buruk dari rendahnya interaksi anak dan orangtua. Sebab menurutnya, persoalan-persoalan tersebut dapat dihindari dengan membangun ikatan emosional dengan anak.  

Dalam wawancara khusus bersama IDN Times pada Senin (28/8/2023), Devi bagikan pengalamannya membangun Rabbit Hole, perusahaan penerbitan buku cerita anak yang didirikan bersama suaminya, Guntur Gustanto. Simak cerita inspiratif dalam artikel bertajuk #AkuPerempuan dan bagaimana buku dapat mengubah kehidupan seorang anak. 

1. Masalah pada anak kerap kali terjadi karena minimnya kedekatan dengan orangtua

Devi Raissa, kreator Rabbit Hole. (instagram.com/deviraissa)

Kedekatan emosional antara orangtua dan anak yang tidak berjalan lancar dapat membuat hubungan berjalan kurang harmonis. Permasalahan ini bisa meluas ke persoalan lain, sebagaimana banyak ditemukan Devi dari ruang prakteknya.  

Fakta di lapangan itulah yang menjadi latar belakang Devi berinisiatif menulis buku cerita anak. Diharapkan, melalui kegiatan membaca bersama, buah hati dapat menjalin ikatan yang lebih dekat dengan ibu dan ayahnya. 

"Jadi awalnya kan saya sebagai psikolog anak, ketika praktik banyak sekali permasalahan antara orangtua dan anak. Itu dampaknya bisa ke mana-mana, bahkan sampai anak itu remaja dan dewasa yang sebenarnya setelah lihat lagi jurnalnya, lihat lagi buku-bukunya, penelitiannya. Sebenarnya, itu bisa dicegah, masalah-masalah antara orangtua dan anak jika hubungan dan komunikasinya baik dari anak dini. Nah gimana cara membangun hubungan yang baik, itu salah satunya dengan dibacakan buku sedari bayi," ujar Devi menjelaskan latar belakang berdirinya Rabbit Hole

Devi merasa berbagai akibat negatif saat anak dewasa tidak perlu terjadi apabila orangtua dan anak memiliki kedekatan yang baik. Melalui komunikasi yang efektif serta interaksi yang aktif, orangtua dapat membersamai dalam proses tumbuh anak.

"Ketika saya praktik sebagai piskolog, banyak orangtua yang mengeluhkan kesulitan berkomunikasi dengan anak. Terus juga banyak masalah-masalah anak seperti bullying, terus juga narkoba, tawuran, mogok sekolah, itu sebenarnya bisa dicegah jika hubungan orangtua dan anak itu baik sejak dini," kata Devi. 

Baca Juga: Kisah Inspiratif Nyoman Anjani, Lulusan MIT Bangun Bisnis Baby Care

2. Rabbit Hole hadir sebagai inisiasi untuk membersamai anak tumbuh dalam bentuk buku cerita

Devia Raissa, kreator Rabbit Hole. (instagram.com/deviraissa)

Buku menjadi salah satu solusi yang dirasa Devi akan efektif untuk mencegah permasalahan negatif pada anak saat tumbuh dewasa. Oleh karenanya, Devi yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi dan gemar menulis, berinisiatif untuk menulis buku cerita anak. 

"Jadi kami pengin orangtua di Indonesia punya akses buku-buku berkualitas. Jadi akhirnya kami buat buku Rabbit Hole, jadi saya sebagai penulis, suami saya sebagai ilustrator dan designer dari buku ini," kata Devi mengenalkan Rabbit Hole. 

Rabbit Hole akan menjadi media pembelajaran untuk anak dalam proses tumbuh kembangnya. Selain itu, proses membacakan buku atau bercerita juga dapat menumbuhkan kedekatan antara anak dan orangtua. Fokus inilah yang menginisiasi Rabbit Hole untuk terus berkembang dan berinovasi hingga saat ini.

Devi menceritakan awal mula terbentuknya Rabbit Hole dan keresahannya akan buku import yang terbilang kurang terjangkau pada saat itu, "Tapi sayangnya waktu itu tahun 2014 itu belum ada buku untuk bayi di Indonesia. Nah, adanya itu buku import yang harganya cukup pricey. Akhirnya dari situ saya dan suami memutuskan untuk membuat Rabbit Hole ini, jadi membuat buku berkualitas yang sesuai dengan perkembangan anak usia 0-7 tahun karena di situ masa-masa krusial orangtua dekat dengan anak di masa 0-7 tahun dan harganya itu terjangkau."

3. Fokus pada rentang usia golden age, buku dari Rabbit Hole menjadi media bagi orangtua menanamkan nilai kehidupan pada anak

Buku Rabbit Hole. (instagram.com/deviraissa)

Sebagai psikolog, Devi menyadari rentang usia 0 hingga 7 tahun menjadi fase yang sangat penting untuk anak. Pada fase ini banyak orang menyebutnya sebagai golden age, oleh karenanya pendampingan dan keterlibatan orangtua sangatlah berpengaruh.

Rabbit Hole diharapkan bisa menjadi tools bagi orangtua untuk mendampingi anak di momen-momen tersebut. Peran pengasuhan diharap bisa lebih optimal dan efektif dengan buku sebagai media.  

"Jadi kami khusus di usia 0-7 tahun karena di usia itu peran orangtua paling besar. Jadi orangtua tuh bisa menyuburkan hubungan dengan anak, bisa memberikan influence yang besar di usia tersebut. Kalau di usia setelahnya, bisa tapi jauh lebih sulit karena sudah ada peran-peran lain seperti peran dari guru, teman, dan lingkungan. Nah anak itu paling bisa untuk kita berikan nasihat, nilai-nilai, batasan, mendidik dengan efektif adalah di usia 0-7 tahun," tegas Devi seraya memaparkan alasan Rabbit Hole saat ini fokus pada tahap usia tertentu. 

Rabbit Hole didesain untuk rentang usia yang spesifik sehingga lebih mudah diterima dan fokus pada segment tertentu saja. Proses kreatif dalam penciptaannya pun telah melewati tahapan yang panjang, mulai dari riset, hingga uji coba kepada anak, agar orangtua bisa memanfaatkan 15 judul buku dari Rabbit Hole sebagai sarana untuk menanamkan berbagai hal yang pokok secara efisien. 

"(Pesan yang hendak disampaikan) Disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak. Jadi kayak anak usia dini perlu mnegenal emosi, emosi mereka agar lebih optimal kemampuannya, agar meminimalisir tantrum, dan itu belum banyak dibahas di buku-buku di Indonesia, akhirnya kami juga buat buku emosi, terus juga ada buku yang memfasilitasi tummy time," Devi menceritakan Rabbit Hole juga menerbitkan buku yang mendukung stimulasi tumbuh kembang bayi.

Proses pembuatan sebuah buku memakan waktu yang tak sebentar dengan segudang riset sebelum akhirnya dapat dinikmati dan didistribusikan kepada pembaca. Devi ingin setiap buku yang sampai di tangan keluarga dapat memenuhi kebutuhan dan menjadi media yang bermanfaat.

4. Rabbit Hole tak hanya sekadar mendorong orang untuk baca buku, namun juga mengedukasi calon orangtua sebelum memutuskan memiliki anak

ilustrasi baca buku bersama (pixabay.com/superlux91)

Lebih luas, Rabbit Hole tak hanya berfokus menyediakan bacaan bagi orangtua dan anak, namun juga menjadi platform untuk mengedukasi khalayak luas, utamanya calon orangtua. Melalui media sosial isntagram, akun Rabbit Hole digunakan sebagai sarana untuk memberikan edukasi bagi pasangan dalam mempersiapkan diri menjadi orangtua. 

"Makanya kita pakai platform Instagram untuk mengedukasi orangtua tidak hanya untuk membacakan buku, tapi dari hulunya dulu. Orang diajak untuk mengenal kebutuhannya dulu, setelah sudah tahu kebutuhan dirinya termasuk kebutuhan untuk memiliki pasangan dan menikah. Jadi ketika punya pasangan tuh diharapkan bisa punya pasangan yang sesuai, bisa punya komunikasi yang sesuai, bisa punya pola pengasuhan yang juga sejalan, sehingga nantinya ketika punya anak pun bisa lebih meaningful, lebih bermakna, lebih tahu gimana caranya handle anak," ungkap perempuan lulusan Universitas Indonesia ini.

Rabbit Hole membagikan pandangan, pemikiran, hingga edukasi agar generasi muda lebih bijaksana dalam mengambil keputusan terkait pernikahan dan menjadi orangtua. Sebab, bila pola pengasuhan diawali dengan proses dan persiapan yang matang, hasilnya juga lebih optimal. 

"Ketika sudah edukasi dari hulu itu, orangtua lebih minim stres, lebih mindful saat bersama anak, jadi ketika membacakan buku mereka lebih bisa merasakan manfaatnya secara optimal. Jadi memang diedukasi tuh kita bukan edukasi orang untuk bacakan buku, tapi edukasi untuk mengenal kebutuhannya dulu," tambah Devi.

Baca Juga: Cerita Orissa Anggita Bangun Rumah Dandelion Demi Edukasi Orangtua 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya