TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menjadi Perempuan Berdaya di Tengah Budaya Patriarki, Pahami Kodratnya

kodrat perempuan bukan mencuci piring

Tania Artawidjaya dalam stage Future is Female. (IDNTIMES/Dina Fadillah Salma)

Dominasi laki-laki di tempat kerja maupun kehidupan sehari-hari mungkin masih dirasakan dan dialami oleh kaum perempuan. Budaya patriarki dapat menumbuhkan dampak negatif, seperti hilangnya rasa percaya diri bagi perempuan. 

Dalam acara Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2022 pada stage Future is Female, Tania Artawidjaya sebagai pilot Garuda Indonesia, membagikan pengalamannya berkecimpung di dunia yang masih didominasi laki-laki. Dalam sesi "How to Gain A Respected Position in A Patriarchal Culture" pada Jumat (30/9/22), Tania serta beberapa perempuan lain membagikan pemahaman baru untuk jadi perempuan yang berdaya di tengah budaya patriarki.

1. Tania kerap dituntut untuk memiliki standar yang lebih dari laki-laki karena profesinya sebagai pilot perempuan

Tania Artawidjaya dalam stage Future is Female. (IDNTIMES/Dina Fadillah Salma)

Tania kerap mendapat pertanyaan dan komentar terkait profesinya sebagai pilot yang didominasi oleh laki-laki. Orang kerap memandang sebelah mata profesi pilot perempuan yang kurang umum dan lebih banyak diisi laki-laki.

"Jadi, hal yang aku hadapi setiap hari, ketika aku dipandang sebagai wanita, dan dituntut untuk memiliki standar yang lebih dari laki-laki, ya itu yang aku rasakan selama aku bekerja. That's why itu yang driven aku juga untuk bisa 'lebih' every single stage in my life, supaya untuk membuktikan kalau memang wanita itu bisa banget sama bahkan lebih dari laki-laki, so it's genderless," cerita Tania.

Tak sampai di situ, Tania juga kerap mengalami perlakuan berbeda saat berinteraksi dengan gender lain. Hal ini ia rasakan berdasarkan pengalaman yang dialami oleh Tania.

"Jadi, karena aku perempuan, pertama, aku itu dituntut memiliki standar yang lebih tinggi. Kedua, karena aku perempuan juga, terkadang hasil kerja keras aku tidak begitu dihargai oleh orang lain. Ketiga adalah ketika aku memberikan suatu opini atau memberi masukan, mencoba ikut andil dalam komunitas sosial, itu suara aku tidak begitu terdengar atau bisa dibilang dibungkam dengan alasan basic wanita itu biasanya lebih pakai hati, lebih pakai perasaan," kisahnya. 

Baca Juga: Millennial Ternyata Lebih Suka Bayar Tunai saat Beli Rumah, Wow! 

2. Bagaimana perempuan dapat tetap berdaya di tengah kultur patriarki?

Tania Artawidjaya dalam stage Future is Female. (IDNTIMES/Dina Fadillah Salma)

Di tengah budaya patriarki yang masih kuat, perempuan kerap kali berusaha keras untuk membuktikan eksistensinya. Nova Riyanti Yusuf sebagai Secretary General Asian Federation of Psychiatric Associations menjelaskan bahwa perempuan tak harus memaksakan diri untuk mendapatkan validasi agar keberadaannya bisa diterima.

"At the same time, memang kita tidak harus merasa perlu membuktikan diri kita. Aku tidak mau kita merasa tertekan bahwa kita harus membuktikan bahwa kita layak," ujar Nova. 

3. Memahami kodrat perempuan menjadi hal yang penting di tengah budaya patriarki

Tania Artawidjaya dalam stage Future is Female. (IDNTIMES/Dina Fadillah Salma)

Banyak salah kaprah yang terjadi di tengah budaya patriarki, seperti pemahaman mengenai kodrat perempuan. Kesalahpahaman ini dapat membuat dominasi patriarki semakin kuat dan perempuan merasa tak berdaya.

Sebagai perempuan, hendaknya kita memahami apa saja yang disebut sebagai kodrat perempuan. Iim Fahima Jachja selaku Founder Queenrides, menegaskan bahwa kodrat perempuan bukanlah melakukan pekerjaan domestik, namun kodrat adalah sesuatu yang berhubungan dengan biologis perempuan yang tidak dimiliki laki-laki.

"Kemudian, pahami bahwa yang disebut sebagai kodrat perempuan itu bukan di rumah, kodrat perempuan bukan cuci piring, bukan masak. Kodrat itu adalah sesuatu yang terkait dengan tubuh kita. Kodrat kita apa perempuan, menyusui, mens, hamil. Kodrat adalah segala sesuatu yang kita punya, yang laki-laki gak bisa melakukan," kata Iim.

4. Perempuan dapat berdaya dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya

Tania Artawidjaya dalam stage Future is Female. (IDNTIMES/Dina Fadillah Salma)

Tania juga menerapkan kesetaraan gender dalam bisnis yang dibangunnya. Ia tidak membeda-bedakan seseorang karena gendernya, namun lebih fokus pada kemampuan dan keahliannya.

"Kalau kita bicara tentang bisnis, creativity, ideas is genderless," kata Tania.

Hal tersebut yang membuat Tania yakin bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi individu yang lebih berdaya. Tania juga berharap, perempuan bisa lebih yakin dan percaya akan kemampuan dirinya. 

"Jadi, aku berharap ke depannya dengan pemikiran gen Z yang sekarang itu, bisa membuka jalan untuk para wanita lebih aware dan lebih yakin kalau sebagai wanita kita juga bisa menjadi wanita yang multiperan," jelas Tania.

Baca Juga: Generasi Sandwich Millennial Indonesia, Terhimpit Beban Ganda

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya