TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Tiga Wanita di Surabaya yang Cari Nafkah dengan Berjualan Koran

#AkuPerempuan Bersama dua temannya, bantu cari nafkah

Sri saat berjualan koran di perempatan Jalan Tambang Boyo, Surabaya, samping Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, pada 21 Desember 2019. IDN Times/Edwin Fajerial

Surabaya, IDN Times - Kondisi ekonomi keluaga, membuatnya harus mencari pemasukan tambahan. Sri, seorang wanita asal Mojokerto, harus berjualan koran untuk membantu suaminya yang hanya menjadi pedagang asongan dan mencari nafkah.

Setiap pagi, dia berjualan koran di perempatan Jalan Tambang Boyo, Surabaya. Tepatnya, di samping Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Bu Sri pada Sabtu (21/12), menceritakan kepada IDN Times bagaimana kisah perjuangannya yang tak kenal lelah untuk membantu suaminya mencari tambahan penghasilan.  

1. Sri memutuskan untuk merantau ke Surabaya dari Mojokerto

Sri saat berjualan koran di perempatan Jalan Tambang Boyo, Surabaya, samping Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, pada 21 Desember 2019. IDN Times/Edwin Fajerial

Sri yang asli Mojokerto, beberapa waktu lalu memutuskan untuk menerima ajakan saudaranya untuk merantau ke Surabaya. Pada awalnya, dia menumpang tinggal di rumah saudaranya yang mengajaknya merantau.

"Kalau tahun pastinya merantau ke Surabaya, saya lupa. Saya ingatnya pindah ke Surabaya waktu presidennya masih Pak Harto," ujarnya. 

Di Surabaya, dia dan suami mulai berjualan apa saja yang bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebetuhan sehari-harinya. Dia tak mau merepotkan saudaranya yang menampungnya tinggal. 

"Tapi, setelah saudara saya meninggal, rumahnya dijual oleh anaknya, sehingga saya harus mencari kos-kosan untuk tinggal dengan suami," ujarnya. 

Tinggal di kos-kosan membuat pengeluarannya semakin bertambah. Selain harus mencari uang untuk makan, dia harus membayar biaya ngekos sebesar Rp3 juta setiap tahunnya. 

"Memilih bayar kosnya setiap tahun agar lebih murah. Kalau per bulan, terlalu berat biayanya dan buat kepikiran terus seperti dikejar-kejar biaya membayar uang kos," ujarnya. 

2. Bu Sri awalnya menjadi pedagang asongan, lalu memilih berjualan koran di perempatan jalan

Sri saat berjualan koran di perempatan Jalan Tambang Boyo, Surabaya, samping Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, pada 21 Desember 2019. IDN Times/Edwin Fajerial

Sri telah berjualan koran selama enam bulan. Sebelumnya, dia membantu sang suami mencari nafkah dengan menjadi pedagang asongan di pinggir jalan. Mulai dari rokok, air mineral, hingga jajanan kemasan kegemaran anak-anak kecil, dia jual. 

"Dulu memang pedagang asongan, bantu Bapak (suami). Jualnya di pinggir jalan ini," ujarnya. 

Akan tetapi, lambat laun barang dagangannya sepi pembeli. Tak banyak lagi orang yang membeli rokok atau air mineral yang dijualnya. Hal inilah yang membuat Sri harus berjualan koran demi mendapatkan uang. 

"Semakin lama, semakin sepi. Akhirnya, jual koran sejak enam bulan lalu. Kasihan suami saya kalau tidak dibantuin," kata dia. 

Baca Juga: Nitchii: Perempuan Hebat Itu Tidak Menjatuhkan Perempuan Lain

3. Alasan Sri memilih untuk berjualan koran

Sri saat berjualan koran di perempatan Jalan Tambang Boyo, Surabaya, samping Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, pada 21 Desember 2019. IDN Times/Edwin Fajerial

Selain dagangannya yang sepi pembeli, kondisi suami yang sakit diabetes membuatnya harus berjualan koran. Ya, koran memang dipilih Sri sebagai barang yang dijual karena untuk kulakan koran, tidak membutuhan modal sepeser pun. 

"Ini koran ada yang antar ke sini. Setiap hari, ada sekitar 45 koran yang harus dijual," ujar dia. 

Koran-koran itu harus habis dalam sehari. Jika tidak, maka dirinya tak mendapatkan uang. Ini karena koran-koran itu tidak boleh dikembalikan ke penerbitnya, jadi harus habis. 

"Kalau sampai siang tidak habis, maka saya jualan sampai sore, terkadang juga sampai magrib," katanya. Karena itulah, setiap hari dia sudah berjualan mulai pukul 06.00 WIB. Dia baru selesai berjualan sekitar pukul 18.00 WIB.

"Meski sore, ya tetap saya jual dengan harga seperti pagi hari, tak saya turunkan. Alhamdulillah masih laku," ujar dia.

4. Penghasilan jualan koran tak tentu, tapi Sri tetap bersyukur

Sri saat berjualan koran di perempatan Jalan Tambang Boyo, Surabaya, samping Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, pada 21 Desember 2019. IDN Times/Edwin Fajerial

Ibu dua orang anak ini menceritakan jika koran-koran yang dijualnya, terkadang hanya laku sedikit. Rata-rata dia mendapatkan untung Rp17 ribu hingga Rp20 ribu per hari dari jual koran.

Akan tetapi, dia juga sering hanya mendapatkan penghasilan Rp5 ribu. Terlebih, jika sedang sepi dan saat cuaca pagi hari tiba-tiba hujan.

"Tak tentu penghasilan saya. Seperti hari ini saja, dari pagi tadi sampai siang ini baru laku dua yang tadi dibeli mas," katanya. 

Meski begitu, Sri merasa bersyukur karena masih diberi penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Paling tidak, dalam sehari dia masih bisa makan bersama suaminya. 

"Saya sama Bapak selama di Surabaya tinggal di kos-kosan. Alhamdulillah, meski dapatnya sedikit, bisa buat makan mas. Disyukuri saja," kata dia. 

Baca Juga: Bu Elfira, Driver Transportasi Daring Tangguh Tulang Punggung Keluarga

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya