Sikap Tegas Desainer Indonesia Terhadap Fenomena Thrifting
Desainer IFC tolak impor baju bekas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Fenomena thrifting pakaian bekas impor semakin marak di masyarakat Indonesia. Bukan hanya di ibu kota Jakarta, kini praktik tersebut pun telah merambah ke berbagai daerah. Data BPS menunjukkan kenaikan impor pakaian bekas di tahun 2022 sebanyak 623 persen jika dibandingkan dengan 2021.
Gempuran pakaian bekas impor ini pun menimbulkan keresahan pelaku industri fashion, terutama UMKM di tanah air. Pasalnya, praktik impor pakaian bekas sebenarnya telah lama dilarang oleh pemerintah sejak tahun 2015 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
Kemudian, pelarangan kembali dipertegas melalui Permendag No 40/2022 tentang Perubahan Permendag No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Gak hanya itu, ada pula larangan untuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya sesuai HS 6309.00.00.
Untuk itu, desainer tanah air yang tergabung dalam IFC (Indonesia Fashion Chamber) pun bersikap tegas dan menyampaikan mosi penolakan terhadap hal tersebut lewat rilisnya pada Selasa (21/3/2023). Terkait peraturan di atas, ketika ada pakaian bekas impor yang dijual di Indonesia, mereka memastikan hal tersebut masuk secara ilegal dan hasil dari selundupan.
1. Desainer Indonesia menyatakan sikap penolakan terhadap fenomena dan aktivitas thrifting
Indonesian Fashion Chamber (IFC) secara resmi menyatakan sikap penolakan terhadap thrifting pakaian bekas impor ilegal. Ali Charisma, National Chairman Indonesia Fashion Chamber (IFC), menegaskan bahwa industri fashion Indonesia benar-benar harus memperhatikan dampak dari pakaian bekas ilegal yang diimpor.
Dampak paling utama terkait dengan ekonomi dari impor pakaian bekas ilegal yang dapat mengancam keberlanjutan sektor industri tekstil dan fashion, terutama UMKM di tanah air. Membanjirnya impor pakaian bekas dapat menurunkan angka penjualan pakaian produksi lokal karena harga kalah bersaing.
Dengan merosotnya permintaan produk lokal, maka menyebabkan penurunan produksi produk lokal, termasuk pengurangan tenaga kerja di dalamnya. Hal ini benar-benar bisa membahayakan keberlangsungan ekosistem dari industri fashion tanah air.
Baca Juga: 5 Tips Membeli Lemari Pakaian, Perhatikan Fungsi dan Ukuran
Baca Juga: 9 Modest Fashion ala Kami. di New York Fashion Week 2023, Kece!