Andy Yentriyani, ketua Komnas Perempuan, di program Real Talk with Uni Lubis pada Selasa (02/03/2023) di Studio IDN Media HQ (youtube.com/IDN Times)
Selepas tugasnya di Komnas Perempuan, akhirnya pada tahun 2009 Andy ditawarkan untuk menjadi komisioner Komnas Perempuan, sehingga, dari tahun 2010-2014 Andy menjadi komisioner di Komnas Perempuan. Selama itu, Ia banyak menyaksikan peristiwa yang menjadikan perempuan sebagai korban. Misalnya adalah di peristiwa Cikeusik.
"Jadi saya ingat pasca peristiwa Cikeusik, ada segerombolan ibu-ibu penghayat yang datang. Mereka datang ke Komnas Perempuan untuk mengadu. Terus, ada satu ibu yang bercerita tentang rasa sedihnya dia gak bisa memakamkan suaminya, karena ditolak, karena bukan umat beragama yang diakui. Saya menangis pada saat itu, saya pikir bahwa ini bukan Indonesia yang selama ini dibayangkan," tuturnya.
Selain itu, Andy juga sering mendengar berita-berita lainnya tentang pengucilan minoritas di Indonesia yang menjadikan perempuan sebagai korbannya. Di situ lah akhirnya Andy merasakan titik nadirnya.
"Pada 2014, ketika ada pertanyaan apakah saya mau melanjutkan atau tidak menjadi komisioner, saya merasa berat sekali, saya merasa kayak future tuh gelap. Kayaknya, jangan-jangan kita gak sampai nih pada ide reformasi ini. Jangan-jangan ini mimpi yang terlalu besar," katanya.
Di titik itu, Andy benar-benar sampai pada tahap yang burn out. Ia merasa, apa yang selama ini diperjuangkan akan sulit mencapai keberhasilannya karena masih banyak, bahkan semakin banyak, peristiwa yang mengorbankan kaum perempuan di Indonesia.
Andy juga mendapatkan pencerahan dari ayahnya yang mengatakan bahwa, jika sudah gak sanggup, maka jangan diteruskan, karena nanti ia akan patah. Ayahnya juga memberikan wejangan kepada Andy dengan sebuah pengibaratan, 'ketika kayu melawan arus, kalau gak sanggup ngikutin arusnya dan terus melawan, maka akan patah.' Sehingga, Andy akhirnya sempat berhenti sejenak untuk menjadi komisioner.