ilustrasi wanita membersihkan wajah (pexels.com/ronlach)
Pada fase luteal atau pra-menstruasi, kadar estrogen menurun sementara progesteron meningkat. Dr. Rossi menjelaskan bahwa perubahan ini dapat memicu jerawat pramenstruasi, dengan progesteron yang menyebabkan pembengkakan pada kulit dan munculnya jerawat inflamasi seperti papula dan pustula. Selain itu, ketidakseimbangan testosteron juga meningkatkan produksi minyak yang memicu jerawat.
Untuk perawatan di fase ini, penting untuk mengurangi minyak tanpa memperburuk peradangan. Gunakan produk non-komedogenik dengan bahan anti-inflamasi, seperti niacinamide, untuk menyeimbangkan produksi minyak dan meredakan peradangan. Pembersih berbusa yang lembut dapat menenangkan kulit, sementara eksfoliasi dua hingga tiga kali seminggu serta masker purifikasi membantu mencegah penyumbatan pori.
"Dua faktor kunci dalam mengelola jerawat hormonal adalah mengurangi peradangan dan menggunakan perawatan topikal," kata Madalaina Conti.
Jika jerawat yang muncul terasa kistik dan menyakitkan, sebaiknya konsultasikan dengan dermatolog untuk penanganan lebih lanjut. Dr. Rossi juga merekomendasikan pil KB untuk wanita dengan siklus tidak teratur dan jerawat parah, karena pil ini dapat menstabilkan kadar estrogen dan progesteron, yang berperan penting dalam meredakan jerawat hormonal.
Dengan memahami bagaimana kulit berperilaku selama siklus haid, perawatan kulit yang tepat dapat dipilih di setiap fase untuk mengatasi jerawat hormonal. Mulai dari menjaga kelembapan saat menstruasi, hingga mengontrol minyak dan peradangan saat pra-menstruasi, semuanya dapat membantu kulit tetap sehat. Yuk, sesuaikan perawatan kulit untuk hasil yang lebih maksimal!