Kontribusi Laki-laki dalam Menciptakan Ruang Aman di Kampus

#IDNTimesLife Perspektif maskulinitas jadi sorotan 

Badan Legislasi (Baleg) DPR menetapkan 33 Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021 pada (14/1/2021). Salah satu RUU yang akan menjadi pembahasan adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sempat dikeluarkan oleh Baleg DPR pada Juli 2020. Dalam mengawal rancangan undang-undang ini, berbagai pihak bekerja sama menyuarakan urgensi pengesahannya.

Berangkat dari persoalan ini, Magdalene dan The Body Shop Indonesia menyelenggarakan webinar Campus Online Talkshow Series 3 yang bertajuk "Ciptakan Kampus Aman: Laki-laki Perlu Kontribusi" pada (19/2/2021). Seberapa penting kontribusi laki-laki dalam menciptakan ruang aman di kampus? Berikut rangkumannya!

1. Laki-laki membicarakan isu kekerasan seksual seharusnya bukan lagi jadi sesuatu yang ganjil

Kontribusi Laki-laki dalam Menciptakan Ruang Aman di Kampuspexels.com/fauxels

Dalam webinar yang diadakan secara virtual ini, CEO dari The Body Shop Indonesia Aryo Widiwardhono, mengatakan keterlibatan penuh dalam kampanye stop violence. Ia mendukung gerakan dalam mengajak laki-laki ikut kontribusi dalam isu kekerasan seksual, khususnya pada ranah kampus.

Saat ditanya apakah keikutsertaannya berdampak pada perspektif tentang gender, Aryo menekankan bahwa dengan membicarakan isu kekerasan seksual tak lantas membuatnya kehilangan maskulinitas. 

"Jadi buat saya membicarakan ini tidak membuat saya kehilangan maskulinitas. Kita dilahirkan oleh seorang ibu, saya punya banyak keponakan perempuan, dan saya banyak dikelilingi perempuan dalam keluarga. Jadi bagi saya, perjuangan The Body Shop sama dengan saya memperjuangkan keluarga saya", ujarnya. 

2. Ada tantangan besar dalam menangani isu kekerasan seksual, khususnya pada mahasiswa laki-laki

Kontribusi Laki-laki dalam Menciptakan Ruang Aman di KampusWebinar Magdalene dan The Body Shop Indonesia. Campus Online Talkshow Series 3 "Ciptakan Kampus Aman: Laki-laki Perlu Kontribusi". Jumat (19/2/2021). IDN Times/ Fajar Laksmita

Wakil Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Udayana, Oktava Anggara, mengaku jika menyuarakan isu kekerasan seksual bagi mahasiswa laki-laki punya tantangan sendiri. Selain dari belum adanya SOP atau peraturan tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di kampus, menurutnya ada pandangan laki-laki yang masih keliru tentang arti maskulinitas. 

"Aku melihat itu ego, cowok ini takut maskulinitasnya terserang. Mereka takut ketika mereka memperjuangkan isu seperti ini. Mereka masih menyangkal isu seperti ini adalah isu perempuan, padahal ini isu laki-laki juga. Ini berhubungan dengan toxic masculinity. ", tambahnya. 

Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi ini menuturkan perlu adanya edukasi dan informasi untuk menggeser pandangan laki-laki terhadap isu kekerasan seksual karena masih banyak yang belum memahaminya. Selain itu, Oktava juga menyoroti bagaimana setiap individu membangun awareness dan pentingnya pers serta media framing kasus kekerasan seksual dalam penggunaan bahasa yang tepat. 

3. Perspektif maskulinitas yang sudah terinternalisasi perlu diubah lebih toleran

Kontribusi Laki-laki dalam Menciptakan Ruang Aman di Kampuspexels.com/Armin Rimoldi
dm-player

Dalam pemaparannya, Jurnalis Independen dan Entrepreneur Rory Asyari, menyampaikan pengamatannya terkait konsep maskulinitas atau kejantanan yang dihubungkan dengan prevalensi pada kekerasan. Menurutnya, selain pada budaya patriarki, akar permasalahan juga mengacu terhadap pemahaman maskulinitas di era modern seperti sekarang. 

"Konsep maskulinitas selalu berkaitan kedigdayaan, superiority, kekerasan, being manly, dan menjadi dominan. Seharusnya semakin modern kita berpikir, semakin toleran dunia ini, kita harus mulai mengubah bahwa maskulinitas adalah misalnya membela yang lemah dan yang menjadi korban", jelasnya.

Publik figur yang juga berprofesi sebagai MC ini menambahkan bahwa sebenarnya paradigma maskulinitas itu menaruh hormat kepada semua orang dan satu bentuk perjuangan terhadap keadilan. 

Baca Juga: Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik

4. Laki-laki perlu role model yang tepat untuk mengubah perspektif maskulinitas gender

Kontribusi Laki-laki dalam Menciptakan Ruang Aman di Kampuspexels.com/Katie E

Sementara itu, Psikolog Ika Putri Dewi, M.Psi., menuturkan pentingnya menggunakan sudut pandang kepentingan laki-laki dalam mengubah perspektif maskulinitas. 

"Mungkin bukan dilakukan dengan hal ekstrim, tetapi ada muatan edukasi tentang bagaimana peran laki-laki dan peran perempuan. Mereka akan mendengarkan karena di masa depan mereka akan mengalami itu. Saya cerita dalam keluarga, ayah ibu untuk menggeser value itu pakai perannya sebagai ayah. Itu bisa lebih diterima", terangnya. 

Psikolog dari Yayasan Pulih itu juga menekankan bahwa meski maskulinitas dan gender adalah nilai yang dipegang sejak kecil, tapi bukan berarti gak mungkin apabila perspektif itu dirombak.

"Nah kalau misalnya ada pelaku tidak pernah ditegur, dia gak akan paham karena yang dia pahami nilai yang dipegang dari dulu. Memang sudut pandang laki-laki harus digunakan. Role model dari laki-laki itu diperlukan dan pandangan 'justru karena lu kuat lu bisa jadi pelindung bagi perempuan'", tambahnya. 

5. Menciptakan dokumen keamanan dan mekanisme pelaporan di kampus bisa diupayakan dalam mengurangi kasus ini

Kontribusi Laki-laki dalam Menciptakan Ruang Aman di Kampuspexels.com/Matthis Volquardsen olquardsen

National Officer on Human Rights and Peace (NORP) CIMSA Indonesia 2017-2018 Husain M. F. Surasno, S.Ked., memaparkan beberapa hal terkait bagaimana keterlibatan laki-laki dalam menciptakan ruang aman di kampus. Selain dengan pelatihan active bystander, ia menuturkan pentingnya menyusun dokumen keamanan terkait diskriminasi terhadap gender dan mekanisme pelaporan di kampus ketika terjadi tindak kekerasan seksual. 

Isu kekerasan berbasis gender terutama isu kekerasan seksual bukan hanya isu perempuan tetapi juga isu semua orang. Dengan menjadikannya isu perempuan maka lelaki tidak peduli. Jadi dengan bantuan laki-laki, semoga kita bisa mengubah perspektif maskulinitas dan budaya ini. 

Baca Juga: Rifka Annisa: Catcalling Bukan Pujian, Bikin Ruang Publik Tak Aman

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya