Misiyah Berbagi Mengenai Kepemimpinan Arus Bawah Lewat KAPAL Perempuan

KAPAL berlayar menegakkan keadilan perempuan

Misiyah adalah salah satu aktivis kesetaraan perempuan yang mendirikan organisasi KAPAL perempuan. Selama 23 tahun, Misiyah telah membantu banyak perempuan di berbagai daerah Indonesia untuk memperoleh kesetaraannya sebagai perempuan.

Pada hari Jumat (23/8), Misiyah kembali menjadi pembicara dalam "Diskusi Interaktif Perjuangan Perempuan dalam Berbagai Dimensi #2". Acara diskusi ini merupakan rangkaian acara dalam Pameran Tunggal Seruni Bodjawati dan Peluncuran Buku Esthi Susanti Hudiono yang bertajuk "Perempuan-perempuan Menggugat". Kali ini, Misiyah berbagi cerita mengenai kepemimpinan arus bawah yang dilakukan oleh KAPAL perempuan Indonesia.

1. Disebut KAPAL karena Indonesia merupakan daerah kepulauan dan kapal adalah transportasi yang menghubungkan antar pulau

Misiyah Berbagi Mengenai Kepemimpinan Arus Bawah Lewat KAPAL Perempuankapalperempuan.org

KAPAL Perempuan adalah gerakan untuk mewujudkan keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender serta perdamaian di ranah publik dan privat. Sebutan KAPAL ini terinspirasi dari negara Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan kapal sebagai transportasi penghubung antar pulau tersebut. Sejalan dengan analogi ini, KAPAL Perempuan juga memiliki kegiatan yang menjangkau daerah-daerah Indonesia di berbagai pulau, seperti Lombok, Kupang (NTT), Gresik (Jawa Timur), Padang (Sumatera Barat), dan Pangkajene (Sulawesi Selatan).

2. Misiyah bersama Yanti Muchtar dan 3 orang lainnya mendirikan KAPAL perempuan

Misiyah Berbagi Mengenai Kepemimpinan Arus Bawah Lewat KAPAL PerempuanIDN Times/Klara Livia

Almarhum aktivis perempuan Yanti Muchtar bersama Misiyah, Wahyu Susilo, V. Indriani dan Viany Yuanita mendirikan KAPAL Perempuan pada 8 Desember 2000. Peran Yanti Muchtar dalam KAPAL Perempuan sangatlah besar. Beliau merupakan inspirasi, konseptualisasi, dan juga pencipta nilai-nilai Institut KAPAL Perempuan.

Almarhum merupakan tokoh perempuan penggugat inspiratif. Potret wajahnya menjadi salah satu lukisan dalam Pameran Tunggal Seruni Bodjawati di Cemara 6 Galeri Museum.

3. Kepemimpinan arus bawah memberi suara kepada yang bisu

Misiyah Berbagi Mengenai Kepemimpinan Arus Bawah Lewat KAPAL PerempuanIDN Times/Klara Livia

"Kepemimpinan bukan semata-mata menjadi pemimpin formal, tetapi seseorang yang mampu mentransformasikan nilai-nilai, mempengaruhi, dan mempunyai kontrol. Itu adalah kepemimpinan," papar Misiyah.

Dalam era reformasi, perempuan masih sangat kental dengan budaya patriarki. Hal ini membuat para perempuan sulit untuk menyuarakan pendapat dan mengalami ketidakadilan. Kepemimpinan arus bawah menjadi sebuah aksi refleksi bagaimana membangkitkan daya perempuan dari belenggu yang mengunci dan kebisuan yang dipaksakan.

dm-player

"Bisunya perempuan itu bukan karena dia bisu, tapi karena terpaksa dia menjadi bisu," lanjutnya.

Baca Juga: Susan B. Anthony: Pejuang Kesetaraan Gender Abad ke-19

4. Misiyah tertarik dengan kegiatan sosial dan isu perempuan sejak kuliah

Misiyah Berbagi Mengenai Kepemimpinan Arus Bawah Lewat KAPAL PerempuanIDN Times/Klara Livia

"Saya bekerja tidak untuk pekerjaan saja, tapi pekerjaan ini bagian dari komitmen dan dedikasi pada pihak-pihak yang terpinggirkan, yang mau tidak mau mereka itu harus ditemani," ujar Misiyah.

Perempuan yang akrab dipanggil Misi ini mengaku senang dengan kegiatan sosial sejak duduk di bangku kuliah. Ia merasa bahagia apabila bisa membantu sesamanya yang susah dan menderita. Sebelum bergerak di bidang sosial, Misi sempat mencoba bekerja dalam organisasi biasa yang tidak bersentuhan dengan masyarakat, namun, dirinya merasa tidak cocok dengan pekerjaan tersebut. 

5. Problem perempuan millennial adalah eksploitasi dan human trafickking akibat pengaruh teknologi

Misiyah Berbagi Mengenai Kepemimpinan Arus Bawah Lewat KAPAL PerempuanIDN Times/Klara Livia

Ketika membandingkan masalah perempuan zaman dahulu dengan sekarang, Misi merasa tidak banyak yang berubah. Ia memberi contoh masalah kekerasan seksual hingga kini masih sering terjadi. Namun, seiring berkembangnya teknologi, terdapat masalah baru yang dapat mengancam perempuan millennial.

"Problem-problem perempuan millennial ini salah satunya teknologi, ya. Jadi kalau mereka yang canggih teknologi, ada beberapa risiko bila tidak bisa mengelolanya. Bisa terkena eksploitasi atau human trafickking."

Lebih lanjut, Misi menjelaskan bahwa masalah millennial berkaitan dengan teknologi adalah tidak meratanya literasi teknologi di Indonesia. 

"Ketika ngomong millennial, sering kali kita bias. Millennial itu adalah teman-teman kita yang tinggalnya di kota. Millennial di bawah gimana?" lanjutnya.

Misiyah berharap para millennial di daerah pelosok ke depannya dapat beriringan dengan para millennial di kota.

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya