Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-24 at 21.56.07.jpeg
Perayaan Hari Kebaya Nasional oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) pada Kamis (24/7/2025) di Museum Mandiri, Jakarta Barat (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Intinya sih...

  • Kebaya merupakan jati diri perempuan Indonesia

    • Komunitas Perempuan Berkebaya ingin menumbuhkan kembali rasa bangga generasi muda terhadap warisan budaya ini

  • Nilai-nilai yang tersimpan dalam kebaya mencerminkan kebijaksanaan, keanggunan, dan kekuatan perempuan Nusantara.

  • Perayaan ini menjadi momentum untuk melestarikan kebaya

    • Melestarikan kebaya adalah upaya menanamkan kembali nilai-nilai luhur dalam kehidupan generasi muda.

  • Kebaya diangkat kembali sebagai simbol budaya yang sarat makna.

Jakarta, IDN Times - Sejak 2024 lalu, Hari Kebaya Nasional semarak dirayakan setiap 24 Juli. Di tengah semarak Hari Kebaya Nasional, Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan warisan budaya sekaligus mengangkat nilai-nilai pemberdayaan perempuan. Tahun ini, perayaan yang diselenggarakan oleh KPB tidak hanya menjadi ajang untuk mengenakan kebaya dengan bangga, tetapi juga jadi momentum untuk menyuarakan kekuatan perempuan dalam mempertahankan identitas budaya di tengah arus modernisasi.

Pada Kamis (24/7/2025) di Museum Mandiri, Jakarta Barat, KPB melangsungkan perayaan Hari Kebaya Nasional 2025 dengan tema Kebaya: Merajut Kebhinekaan secara cukup meriah. Sejak sebelum acaranya dimulai, sejumlah tamu undangan terlihat sudah cukup memadati area acara. Semuanya pun tampil memikat dengan padu padan kebaya yang ciamik dan colorful. Ada kebaya janggan, kebaya kutubaru, hingga brokat. Selain itu, ada juga sejumlah perwakilan dari negara Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, hingga Timor Leste.

Melalui berbagai rangkaian kegiatan seperti parade kebaya, diskusi publik, hingga pengumuman pemenang lomba kebaya, KPB ingin menegaskan bahwa kebaya bukan sekadar busana tradisional, melainkan simbol peradaban, keanggunan, dan kemandirian perempuan Indonesia. Perayaan ini menjadi pengingat bahwa melestarikan budaya bisa berjalan seiring dengan upaya menciptakan ruang aman dan berdaya bagi perempuan dari berbagai latar belakang.

1. Kebaya merupakan jati diri perempuan Indonesia

Perayaan Hari Kebaya Nasional oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) pada Kamis (24/7/2025) di Museum Mandiri, Jakarta Barat (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Kecintaan terhadap kebaya bukan hanya soal melestarikan pakaian tradisional, tetapi juga merawat identitas yang melekat pada perempuan Indonesia sejak lama. Dalam semangat Hari Kebaya Nasional, Komunitas Perempuan Berkebaya berupaya menumbuhkan kembali rasa bangga generasi muda terhadap warisan budaya ini. Melalui perayaan yang penuh makna, mereka mengajak masyarakat melihat kebaya sebagai sesuatu yang hidup dan relevan hingga hari ini. Ketua penyelenggara acara, Rihaya Syukur menyampaikan bahwa peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan bentuk nyata dari gerakan budaya yang terus bergerak.

"Kebaya adalah jati diri perempuan Indonesia. Melalui acara ini, kami ingin mengajak masyarakat, terutama generasi muda untuk kembali mengenal, mencintai, dan membanggakan kebaya,” ujarnya.

Dalam konteks budaya Indonesia, kebaya bukan sekadar busana. Ia adalah simbol dari perjalanan panjang perempuan dalam sejarah dan kehidupan sosial bangsa. Nilai-nilai yang tersimpan dalam setiap helai kainnya, mencerminkan kebijaksanaan, keanggunan, dan kekuatan perempuan Nusantara. Tak heran jika kebaya dianggap lebih dari sekadar tradisi berpakaian. Rihaya juga menambahkan,

"Ini bukan hanya soal pakaian, tapi tentang peradaban. Kebaya membawa sejarah dan filosofi yang kaya," tambahnya.

2. Perayaan ini menjadi momentum untuk melestarikan kebaya

Perayaan Hari Kebaya Nasional oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) pada Kamis (24/7/2025) di Museum Mandiri, Jakarta Barat (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Semangat melestarikan kebaya tidak hanya soal mempertahankan tradisi, tapi juga tentang menanamkan kembali nilai-nilai luhur dalam kehidupan generasi muda. Di tengah arus mode global yang begitu cepat berubah, kebaya diangkat kembali sebagai simbol budaya yang sarat makna. Hal inilah yang ingin ditegaskan oleh Komunitas Perempuan Berkebaya dalam perayaan Hari Kebaya Nasional kali ini.

"Kami ingin generasi muda mengenal kebaya bukan sebagai pakaian kuno atau old fashion, tapi sebagai simbol kekuatan perempuan berdasarkan sejarah dan asal-usul serta makna-makna yang terkandung pada kebaya dan wastra yang digunakan saat berkebaya," ucap Lia Nathalia, penggerak Komunitas Perempuan Berkebaya.

3. Mengapa harus ada Hari Kebaya Nasional?

Perayaan Hari Kebaya Nasional oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) pada Kamis (24/7/2025) di Museum Mandiri, Jakarta Barat (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Momentum Hari Kebaya Nasional tidak lahir tanpa alasan. Di balik setiap helai kain dan sulaman pada kebaya, tersimpan sejarah panjang perjuangan perempuan Indonesia yang patut dikenang dan dimaknai. Kebaya bukan sekadar busana, melainkan simbol eksistensi, ekspresi budaya, dan bentuk keberdayaan perempuan yang telah melewati berbagai zaman. Maka dari itu, kehadiran Hari Kebaya Nasional menjadi penting sebagai upaya kolektif untuk mengembalikan ingatan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung di balik kebaya.

"Secara sejarah itu panjang dan tentunya ada nilai. Puluhan tahun lalu, dalam sebuah kongres, kebaya ini menjadi simbol dari perempuan yang berdaya. Kebaya bukan hanya soal keanggunan atau sejarah, tetapi ada nilai yang harus dijaga karena itu adalah warisan dari leluhur kita," kata Indiah Marsaban, anggota KPB sekaligus cultural researcher dan Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

4. Budaya merupakan entitas yang tidak bisa diklaim

Perayaan Hari Kebaya Nasional oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) pada Kamis (24/7/2025) di Museum Mandiri, Jakarta Barat (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Isu seputar kebaya sempat menjadi perbincangan hangat ketika proses nominasi ke UNESCO dilakukan secara kolektif oleh lima negara, bukan hanya Indonesia. Tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan keputusan tersebut, bahkan menuding negara lain mengklaim budaya milik Indonesia. Namun, anggapan tersebut sebenarnya keliru. Budaya, pada dasarnya, bukanlah sesuatu yang bisa dimiliki secara eksklusif oleh satu pihak. Ia bersifat lintas batas, hidup di banyak ruang, dan sering kali tumbuh dari interaksi antarbangsa. Hal ini diluruskan oleh Indiah Marsaban.

"Kebaya atau budaya itu tidak bisa diklaim. We can't claim a culture because culture has no borders. Budaya itu bisa hidup di mana pun dan di negara mana pun. Budaya itu hidup dan menghidupi, tidak ada batasan geografi. That's why, UNESCO mendorong kita untuk berkolaborasi dengan 5 negara saat menominasikan kebaya sebagai warisan takbenda," ujar Indiah.

Penjelasan Indiah juga memperjelas bahwa proses nominasi ke UNESCO bukan sekadar tentang siapa pemilik sah kebaya secara fisik. Justru yang diakui sebagai warisan budaya takbenda adalah pengetahuan, keterampilan, praktik, serta tradisi yang melekat pada kebaya itu sendiri. Aspek-aspek inilah yang menjadi inti dari pelestarian budaya,

"Yang dinominasikan itu secara takbenda, bukan fisik. Yang didaftarkan di UNESCO itu the knowledge, the skill, the practice, and the tradition dari kebaya itu sendiri," lanjut Indiah.

5. Mengenal ciri spesifik kebaya

Perayaan Hari Kebaya Nasional oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) pada Kamis (24/7/2025) di Museum Mandiri, Jakarta Barat (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Untuk memahami kebaya sebagai warisan budaya, penting juga mengenali ciri-ciri khasnya yang membedakannya dari jenis busana lain. Selama ini, banyak orang keliru menganggap pakaian berbahan brokat otomatis sebagai kebaya, padahal ada detail yang menjadi penentu utama. Salah satunya adalah letak bukaan pada pakaian tersebut, yang secara tidak langsung juga mencerminkan fungsi dan filosofi kebaya dalam konteks budaya Nusantara.

"Ciri kebaya itu bukaan depan. Kalau bukaan belakang, itu bukan kebaya meskipun bahannya dari brokat. Jadi, spesifiknya di bukaan depan, bukan dari material atau pattern. Baju kurung itu bukan kebaya," kata Indiah.

Sebagai simbol warisan budaya dan identitas perempuan Indonesia, kebaya menyimpan nilai yang jauh melampaui sekadar estetika. Melalui perayaan Hari Kebaya Nasional yang diinisiasi Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB), kita diajak untuk tidak hanya mengenakan kebaya, tapi juga memahami sejarah, makna, dan filosofi di baliknya.

Editorial Team