“Nama Louvell saya ambil dari kata lumière (cahaya) dan novel (roman),” ujar Liliana, dalam rilis yang diterima IDN Times.
“Saya ingin menciptakan sesuatu yang terasa seperti kisah cinta, tapi bukan antara dua manusia, melainkan antara desain dan emosi,” imbuhnya.
LOUVELL Liliana Lim, bak Puisi Kain di Langham Fashion Soirée 2025

- Koleksi LOUVELL menciptakan harmoni antara draping lembut dan siluet konstruktif, menampilkan teknik moulage sebagai bahasa visual yang menyentuh rasa.
- Liliana menonjolkan "jejak tangan" dan keindahan tak sempurna, menghadirkan sentuhan couture di lini ready-to-wear untuk menampilkan sisi manusia dalam dunia mode.
- Palet warna hitam, silver, dan charcoal grey disusun dalam simfoni dengan bahan velvet yang mengundang rasa ingin tahu, menciptakan aura kemewahan yang tenang.
Jakarta, IDN Times - Di dunia mode yang sering berlari di antara tren dan waktu, Liliana Lim memilih berhenti sejenak, menarik napas panjang, lalu menulis puisi lewat kain. Di bawah langit elegan The Langham Jakarta, Selasa (21/10/2025), ia memperkenalkan koleksi terbarunya bertajuk LOUVELL, sebuah karya yang memadukan cahaya dan roman, struktur dan kelembutan, dalam dialog yang nyaris spiritual.
Dan memang, sepanjang peragaan busana berlangsung, setiap langkah model terasa seperti kalimat dalam novel yang berpendar lembut di panggung. Biar gak makin penasaran, mari intip informasi koleksi tersebut.
1. Antara draping dan disiplin

Koleksi Ready-to-Wear Deluxe 2025/2026 ini menjadi bukti bagaimana Liliana mampu menyeimbangkan dua kutub ekstrem, yakni spontanitas dan ketelitian. Ia menenun percakapan antara draping lembut dan siluet konstruktif, menciptakan harmoni yang tak terduga.
Seperti lukisan abstrak yang hidup, setiap potongan terasa mengalir sekaligus terkendali. Lipatan jatuh dari bahu, twist di pinggang, hingga asimetrikal yang dibiarkan mentah, semuanya tampak seperti puisi yang dibentuk oleh tangan manusia, bukan mesin. Di sini, teknik moulage Liliana bukan hanya metode, tapi bahasa visual yang menyentuh rasa.
2. Jejak tangan dan keindahan yang tak sempurna

Ada sesuatu yang magis dari ketidaksempurnaan. Liliana menonjolkan “jejak tangan” sebagai pusat daya tarik lewat lipatan yang tak rata, potongan kain yang seolah membentuk lekuk tubuh tanpa paksaan. Hasilnya adalah keindahan yang jujur, yang berani menampilkan sisi manusia dalam dunia mode saat sering terlalu steril.
“Bagi saya, setiap garis tangan punya makna,” ujar Liliana.
“Itu bukti bahwa manusia masih punya peran dalam keindahan,” lanjutnya.
Ketika dunia fashion dikepung oleh otomatisasi, ia menghadirkan sentuhan couture di lini ready-to-wear. Dalam langkah ini, ia seolah ingin mengingatkan bahwa kesempurnaan sejati justru hidup dalam detail yang tak seragam.
3. Warna yang berbisik versus tekstur yang bernyanyi

Palet hitam, silver, dan charcoal grey dalam koleksi ini bukan sekadar pilihan warna. Mereka adalah nada yang disusun dalam simfoni. Kilau emas lembut menyusup di sela-sela, seperti senja yang menutup hari dengan nostalgia. Kombinasi itu menghasilkan aura kemewahan yang tenang, bukan glamor yang berteriak.
Untuk pertama kalinya, Liliana memperkenalkan bahan velvet ke dalam desainnya. Kain itu seperti bayangan malam yang bisa disentuh, terasa lembut, dalam, dan penuh misteri. Di tangan Liliana, velvet bukan sekadar bahan, tapi pengalaman taktil yang mengundang rasa ingin tahu.
4. Empat puluh dua potongan dan satu narasi utuh

Dalam empat puluh dua rancangan, Liliana menghadirkan dunia kecil yang kompleks, mulai dari gaun malam, mini dress, jumpsuit, hingga gaun koktail. Setiap tampilan bagaikan bab dalam novel yang sama, bervariasi, tapi saling terhubung oleh satu jiwa yang lembut namun kuat.
Di atas panggung Langham Fashion Soirée, hasil kolaborasinya dengan IPMI (Ikatan Perancang Mode Indonesia), setiap model berjalan seperti penjaga kisah. Mereka menghidupkan kembali dialog antara perempuan dan pakaian, antara tubuh dan tekstur. Di sinilah mode berhenti menjadi tren. Ia berubah menjadi narasi emosional.
5. Cahaya yang disulam dari emosi

LOUVELL adalah refleksi tentang bagaimana Liliana Lim memahami keindahan. Ia bukan sekadar merancang, melainkan menyulam emosi menjadi bentuk yang bisa disentuh.
Kain yang mengalir seperti air, struktur yang berdiri seperti batu, semuanya berpadu dalam satu pesan, bahwa keindahan sejati adalah keseimbangan. Koleksi ini pun terasa seperti doa diam-diam bagi semua perempuan yang ingin kuat tanpa kehilangan kelembutan, ingin bersinar tanpa harus berteriak.
“Bagi saya, setiap pakaian adalah fragmen dari diri seseorang. Kita tak hanya memakainya, tapi juga menghidupinya,” pungkas Liliana.
Melalui LOUVELL, Liliana Lim kembali membuktikan bahwa mode bisa melampaui bentuk. Ia mengubah kain menjadi metafora, warna menjadi emosi, dan desain menjadi perasaan yang hidup.
Dalam dunia yang serba cepat, koleksi ini terasa seperti jeda. Menjadi momen untuk mengingat bahwa keindahan bukan tentang siapa yang paling mencolok, tapi siapa yang paling tulus. Di tangan Liliana, busana menjadi cara paling indah untuk berbicara tanpa kata.