Media sosial memberi kita kesempatan seluas-luasnya untuk populer dan menghasilkan uang, tanpa regulasi seperti ketika seseorang bekerja kantoran. Mungkin situasinya hampir mirip dengan konsep laissez-faire dalam sistem ekonomi liberal: biarkan terjadi tanpa intervensi.
Dalam kondisi yang demikian, setiap orang bisa terkenal entah karena dia cantik/ganteng, pandai menyanyi, atau jago melucu. Namun faktanya, dalam kolam media sosial, posisi YouTuber itu rentan digeser. Kenapa? Ini profesi yang diproduksi massal sehingga setiap orang sangat mudah digantikan oleh orang berikutnya yang lebih kreatif.
Mungkin ini yang disadari sejak awal oleh Rachel Goddard. Dia berkata bahwa banyak yang lebih cantik dari dirinya di luar sana. Oleh karena itu, wanita yang sempat tinggal di Inggris dan Kazakhstan ini memutuskan untuk jujur. Dia memilih menjadi cantik menurut definisi dan aturannya sendiri.
Dari situlah kita bisa melihat ciri khas seorang Rachel Goddard yang tidak hanya cantik secara ragawi, tapi juga lucu dan menghibur. Dia tidak takut menunjukkan ekspresi gokil dalam foto maupun videonya. Lebih dari 700.000 subscribers di YouTube dan 400.000 followers di Instagramnya barangkali merasa bisa lebih dekat dengan Rachel karena ia tidak mengidentikkan cantik dengan high maintenance.
Rachel pun berujar bahwa cantik tidak harus putih, langsing, atau berambut panjang. Setiap wanita semestinya punya definisi cantik berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Persoalannya tinggal bagaimana wanita merepresentasikan kecantikannya tersebut.