Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Riestya Estika: saat Ibu Rumah Tangga Menjadi Petani Kecil di Rumah

20251214_113331.jpg
Riestya Estika (founder MGB Garden) di Kebun Dapur miliknya yang berlokasi di Depok (IDN Times/Adyaning Raras)
Intinya sih...
  • Perempuan dan tantangannya yang mengubah arah hidup
  • Kecintaan Riestya pada berkebun tumbuh dari kenangan masa kecil di desa
  • Pengalaman berkebun di negeri empat musim
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perempuan kerap dihadapkan oleh berbagai pilihan hidup yang seolah tak ada ujungnya. Salah satunya adalah keputusan besar meninggalkan kehidupan profesional dan memilih menjadi ibu rumah tangga. Ini bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari fase hidup yang memberikan makna baru bagi Riestya Estika melalui berkebun di rumahnya sendiri.

Kegiatan berkebun sempat menjadi tren saat semua orang mencari cara bertahan di tengah keterbatasan pandemik. Namun, Riestya sudah melakukannya jauh sebelum itu. Baginya, berkebun bukan sekadar menanam sayur atau tanaman lainnya, melainkan bagian dari hidup.

Saat IDN Times berkesempatan mengunjungi rumahnya pada Minggu (14/12/2025), Riestya tampak antusias menjelaskan satu per satu tanaman yang ada di kebun mungil yang ada di halaman lantai dua rumahnya. Caranya bercerita hingga menyentuh tanaman pun, memperlihatkan bagaimana kebun mungil itu menjadi tempatnya pulang dan menemukan ketenangan. Lantas, mengapa ia tampak sangat mencintai aktivitas berkebun ini?

1. Perempuan dan tantangannya yang mengubahkan arah hidup

20251214_104418.jpg
Riestya Estika (founder MGB Garden) di Kebun Dapur miliknya yang berlokasi di Depok (IDN Times/Adyaning Raras)

Bukan perempuan biasa, Riestya Estika sebenarnya menyandang gelar profesi Psikolog. Namun setelah memutuskan menikah dan memiliki anak, ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan fokus mendalami perannya sebagai ibu rumah tangga.

Sebagai perempuan, keputusan itu tidak datang tanpa pergulatan. Banyak tantangan yang harus ia hadapi dari menyelesaikan tesis saat hamil, sempat LDR (Long Distance Relationship atau hubungan jarak jauh) dengan suami, dan harus membuat pilihan yang mengedepankan tumbuh kembang anaknya.

“Karena kita belajar psikologi, jadi (kondisi) kayak gini gak ideal banget. Anak-anak kasihan, mana mereka golden age,” tuturnya.

Di titik itulah, Riestya mulai bertanya, apa yang bisa dimaksimalkan dari peran yang sedang ia jalani? Jawabannya muncul dari ingatan masa kecil tentang kehidupannya di desa semasa kecil. Kebun eyang dan bahan makanan yang bersumber dari tanah sendiri, kembali menjadi gambaran tentang rumah yang ia bayangkan.

Kini, Riestya memutuskan lebih banyak mengurus keluarga dan kebun. Meski demikian, sesekali ia tetap mengambil beberapa proyek pekerjaan sebagai psikolog.

2. Kecintaan Riestya pada berkebun tumbuh dari kenangan masa kecil di desa

20251214_103440.jpg
Kebun Dapur milik Riestya Estika (Founder MGB Garden) yang berlokasi di Depok (IDN Times/Adyaning Raras)

Kecintaannya berkebun sesungguhnya berakar dari memorinya semasa kecil. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang erat dengan alam. Eyangnya adalah seorang petani, sementara orangtuanya bekerja sebagai PNS. Sehari-hari, ia tinggal bersama eyang sehingga membuatnya sangat akrab dengan sawah dan kebun di desa.

“Jadi, aku benar-benar hidup selayaknya orang kampung, orang desa yang berasnya produksi dari sawah sendiri. Nanam cabai, sayur-sayuran, terus kalau mau masak ke belakang dulu karena kebunnya luas. Segala macam tanaman ada di situ,” katanya.

Rutinitas inilah yang tertanam sebagai standar kenyamanan rumah tangga yang ideal di benaknya. Dari 2014 hingga sekarang, Riestya mulai mempraktikkan mimpi lamanya, yaitu berkebun. Bukan sekadar aktivitas sampingan, tetapi sudah menjadi gaya hidup yang ia terapkan sehari-hari.

“Aku udah mikir nanti kalau berumah tangga, kayaknya rumah yang aku bayangkan ya dengan kenyamanannya mempunyai sumber makanan sendiri. Kalau dulu cuma ngelihatin aja, sekarang waktunya aku praktik,” jelasnya.

Perjalanannya dimulai dari rumah kontrakan dengan lahan terbatas, berlanjut sempat tinggal di Melbourne, hingga akhirnya pulang ke Indonesia dan kembali berkebun. Meskipun di lahan rumah yang terbatas, berkebun menjadi benang merah yang konsisten dalam hidupnya selama lebih dari satu dekade.

3. Pengalaman berkebun di negeri empat musim

20251214_113344.jpg
Riestya Estika (founder MGB Garden) di Kebun Dapur miliknya yang berlokasi di Depok (IDN Times/Adyaning Raras)

Sekalipun berbeda negara karena mengikut suami yang sedang tugas belajar di Melbourne, Riestya tetap mencari segala cara supaya bisa tetap berkebun. Selama dua tahun itulah, ia semakin belajar banyak hal tentang tanaman, cara merawat, dan pengelolaan pangan.

Tempat parkir flat yang ia tinggali pun, berubah menjadi kebun kecil. Ia bahkan membuat pot seadanya dari kaleng-kaleng susu bekas. Riestya sengaja tidak membeli perlengkapan berkebun karena sadar masa tinggalnya terbatas.

Pengalamannya berkebun di negara orang mengajarkan Riestya banyak hal baru, salah satunya kapan waktu terbaik untuk berkebun di Australia. Semua tanaman biasanya akan dipotong sebelum musim semi supaya tumbuh lagi.

“Indonesia kan bisa sepanjang tahun kita berkebun, mau musim hujan atau panas. Kalau di sana (Melbourne), gak, ada winter-nya. Pokoknya udah masuk ke autumn itu, tanaman udah berubah warna, daunnya kecokelatan terus gugur. Kalau winter, pertumbuhan tanamannya stuck meskipun gak ada salju di Melbourne. Tetap saja tanamannya gak tumbuh dengan baik,” ceritanya.

Di Melbourne, Riestya merasa pemerintah sangat memfasilitasi warganya dengan berbagai ruang hijau publik hingga acara-acara khusus gardening. Di setiap wilayah, banyak sekali community garden yang mengadakan gathering atau pelatihan berkebun hingga ada food forest di mana warga bisa mengambil sumber makanan dari kebun tersebut.

“Ada namanya bank benih. Jadi, warga yang punya benih lebih disetorin ke situ. Kalau ada warga lain yang membutuhkan, tinggal ambil terus tanda tangan. Kalau berhasil, nanti dibalikin lagi buat orang lain,” ujarnya dengan antusias.

Ilmu berkebunnya semakin terasah dengan mengikuti berbagai kelas berkebun, kelas memasak dari bahan-bahan yang ada di kebun, hingga menjadi relawan pengolahan makanan dari bahan pangan yang nyaris terbuang. 

Bukan hanya berkebun, Riestya juga belajar bagaimana hidup keberlanjutan. Contoh kecilnya dari memanfaatkan sisa-sisa bahan makanan. Ia bercerita bahwa pernah terlibat dalam kegiatan lembaga nonprofit yang fokus pada pencegahan food waste.

Lembaga ini rutin mengambil buah dan sayur dari supermarket atau pasar, terutama bahan pangan yang sudah tidak dijual lagi. Umumnya kurang sempurna karena tampak layu, busuk di bagian tertentu, padahal masih layak konsumsi.

Para relawanlah yang membawa bahan tersebut ke community garden.  Di sana, buah dan sayur dimasak dalam skala besar untuk kemudian dibagikan kepada lansia dan masyarakat yang membutuhkan. 

“Aku pernah ikut volunteer itu. Gempor banget, orang Indonesia masak bisa sambil duduk. Nah, ini sambil berdiri berjam-jam, 6 jam atau lebih karena masak skala banyak,” kenangnya.

Riestya menyebut pengalaman ini sangat berkesan karena melibatkan relawan dari berbagai negara, seperti Tiongkok, Thailand, hingga Afrika, yang bekerja bersama selama berjam-jam. Dua tahun yang sangat memberikan pengalaman bagi Riestya, bagaimana bahan pangan bisa dimanfaatkan secara maksimal tanpa menyisakan limbah, atau diolah kembali menjadi kompos.

4. Berkebun bukan lagi sekadar hobi, melainkan gaya hidup

20251214_113443.jpg
Riestya Estika (founder MGB Garden) di Kebun Dapur miliknya yang berlokasi di Depok (IDN Times/Adyaning Raras)

Sekembalinya ke Indonesia dan menetap di Depok, Riestya kembali menghidupkan kegemarannya berkebun. Ia fokus menerapkan konsep Kebun Dapur, menanam apa yang bisa dikonsumsi.

Ia mengatakan, “Apa yang ada di kebun, yang aku tanam adalah yang aku makan.”

Ketika IDN Times berkesempatan melihat langsung, kebun mungil Riestya tampak begitu asri di lahan seluas sekitar 30 meter persegi. Riestya banyak menanam apa pun yang bisa ia konsumsi bersama keluarga. Berbagai sayuran, buah, rempah, jeruk sambal, hingga tanaman-tanaman liar yang jarang orang tahu kalau bisa dimakan.

Selama bertahun-tahun, ia nyaris gak pernah membeli kebutuhan sayur. Semua terpenuhi dari kebunnya sendiri seperti bayam, sawi, daun katuk, daun bawang, daun salam, kucai, dan lain-lain.

“Udah jadi lifestyle. Kayaknya, aku gak bisa kalau gak berkebun,” ucapnya.

Nyatanya, perjalanan berkebun ini gak selalu mulus. Renovasi rumah, kelahiran anak, hingga sakit pun sempat membuat kebunnya lumpuh. Namun, Riestya gak pernah benar-benar ingin berhenti berkebun.

“Berkebun itu sama seperti kita memelihara hewan atau mungkin merawat orang. Menemani setiap fase kehidupan kita. Nah, berkebun juga begitu, aku merasa ada bonding dengan tanaman,” lanjutnya.

5. Berkebun membantu Riestya menemukan kembali rasa utuh dalam dirinya

20251214_110107.jpg
Riestya Estika (founder MGB Garden) di Kebun Dapur miliknya yang berlokasi di Depok (IDN Times/Adyaning Raras)

Riestya percaya tanaman dan manusia bisa saling berinteraksi. Ketika tanaman diberikan afirmasi positif, maka ia akan tumbuh dengan segar. Begitu pun sebaliknya.

“Aku percaya itu sih, selalu bilang makasih ya udah berbakti banget tumbuhnya. Udah banyak kasih aku buah. Makasih ya kamu bertahan kemarin diserang hama,” ucapnya.

Ada relasi emosional yang ia bangun dengan tanaman dengan mengajak berbicara, berterima kasih saat panen, dan memberikan jeda saat tanaman “lelah”. Apa yang dilakukan Riestya bukan tanpa sebab. Ia pun merasa ada energi positif yang didapatkan setelah berkebun.

“Secara jiwa, secara mental itu berubah, ada ketenangan. Dari yang sebelumnya banyak aktivitas di sektor formal terus menjadi domestik rumah tangga, aku sempat merasa ada kosongnya. Tapi, berkebun bisa bikin relaks,” sambung Riestya

Berkebun membuatnya lebih grounding dan mindful. Secara proses, berkebun membuatnya melakukan gerakan ritmik seperti mengaduk media tanam. Bukan sekadar mengaduk, tetapi juga berinteraksi supaya benih kecil itu bisa tumbuh dengan sempurna.

“Ada perasaan yang terpenuhi. Perasaan untuk berguna bagi sesama makhluk hidup. Biasanya pagi kan berkebun, kita kena sinar matahari. Terus beraktivitas fisik, bergerak, berkeringat, aku merasa lebih sehat,” tuturnya.

Ada kepuasan tersendiri ketika ia bisa merawat banyak tanaman. Gak jarang, Riestya menemukan beberapa tanaman liar yang tumbuh dengan sendiri. Menurutnya, itu adalah hadiah kecil dari Tuhan. 

6. Media sosial menjadi perpanjangan tangan kebun kecilnya

20251214_113501.jpg
Riestya Estika (founder MGB Garden) di Kebun Dapur miliknya yang berlokasi di Depok (IDN Times/Adyaning Raras)

Awalnya, Riestya hanya mendokumentasikan kegiatan di kebunnya lewat unggahan foto di media sosial. Gak disangka, rupanya banyak orang yang terinspirasi dengan aktivitasnya di Kebun Dapur miliknya.

Katanya, “Ternyata berguna dan menginspirasi orang. Jadilah, kita bertukar tips dan segala mcam. Di situlah ada rasa, aku masih bisa bermanfaat.”

Bukan hanya rutin membuat konten di akun Instagram @mgbgarden, Riestya juga aktif mengunggah video di channel YouTube MGB Garden yang sudah memiliki 179K pengikut. Ia banyak memberikan tips-tips berkebun, berbagi resep-resep menggunakan bahan-bahan yang ada di kebun, dan memberikan edukasi mengenai tanaman.

“Dengan berkebun itu, aku apresiasi banget. Alhamdullilah ternyata sampai sekarang punya channel YouTube, banyak yang follow. Itu mendatangkan rezeki dari pintu yang gak disangka-sangka sama sekali. Rezeki kan gak hanya tentang materi juga, ya,” kata Riestya.

Berkebun membawanya bertemu banyak orang, bertukar pengetahuan lintas daerah, dan menyadari bahwa Indonesia sebenarnya kaya pangan, hanya kurang pengetahuan. Perbedaan budaya masing-masing daerah merupakan hal menarik buatnya. Pasalnya, makanan yang biasa di satu daerah bisa menjadi sangat tidak biasa di daerah lain.

Misalnya, tanaman krokot. Gak banyak orang yang tahu bahwa ada tanaman bernama krokot yang termasuk tanaman liar dan biasa dijadikan makanan jangkrik. Padahal menurut Riestya, Krokot punya nilai gizi yang tinggi.

“Kadang kita gak kekurangan bahan makanan, tapi kekurangan pengetahuan tentang bahan makanan,” kata Riestya.

Oleh karena itu, ia sering membuat konten baik di Instagram maupun video YouTube untuk memberikan banyak pengetahuan seputar tanaman dan pengolahannya. Seperti halnya memberikan tutorial atau tips bagaimana caranya membuat pupuk organik yang ternyata berasal dari sisa bahan makanan.

Melalui kebun kecilnya, ia terus berbagi, belajar, dan bertumbuh sebagai ibu rumah tangga yang utuh dan berdaya. Semua perempuan bisa berdaya, sekecil apa pun hal kecil positif yang bisa ia berikan ke diri sendiri maupun sekitarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us

Latest in Life

See More

50 Kata-kata Penyemangat Karier yang Stagnan, Tata Ulang Langkahmu!

01 Jan 2026, 05:15 WIBLife