Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Pandangan yang Perlu Dikoreksi soal Hubungan Bromance, Jangan Salah!

ilustrasi bromance (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Bromance adalah persahabatan yang mendalam, bukan hubungan romantis
  • Laki-laki sejati perlu kedekatan emosional dengan teman pria tanpa dianggap lemah
  • Ekspresi fisik dalam bromance adalah bentuk komunikasi nonverbal yang penting

Hubungan antar laki-laki yang akrab dan penuh kepercayaan telah lama menjadi bagian dari dinamika sosial yang sehat. Dalam masyarakat modern, bentuk kedekatan ini dikenal dengan istilah bromance. Meskipun hubungan tersebut tidak melibatkan romansa, ikatan emosional yang kuat antara dua laki-laki sering kali disalahartikan dan menjadi bahan spekulasi.

Fenomena bromance pada dasarnya mencerminkan bentuk keintiman emosional dan solidaritas antarteman yang mendalam, tanpa unsur ketertarikan fisik atau seksual. Sayangnya, banyak pandangan masyarakat yang salah memahami dinamika ini. Akibatnya, banyak laki-laki yang menahan diri dari membangun hubungan yang sehat karena takut akan stigma atau persepsi yang salah.

Agar tidak terus-menerus terjebak dalam pemahaman yang keliru, yuk simak ketujuh pandangan yang perlu dikoreksi soal hubungan bromance berikut ini. Keep scrolling!

1. Bromance dianggap sama dengan hubungan romantis

ilustrasi bromance (freepik.com/katemangostar)

Salah satu kekeliruan terbesar dalam memahami bromance adalah menganggapnya sebagai hubungan romantis terselubung. Banyak yang langsung berasumsi bahwa jika dua laki-laki menunjukkan keakraban yang mendalam, maka pasti ada unsur ketertarikan romantis di dalamnya. Padahal, bromance justru berdiri pada fondasi persahabatan yang tulus, yang tidak bergantung pada aspek romantik atau seksual. Keintiman emosional tidak selalu harus dimaknai secara romantis.

Memahami bromance sebagai bentuk persahabatan sejati memungkinkan masyarakat untuk melihat bahwa laki-laki pun membutuhkan ruang aman untuk mengekspresikan perasaan dan menunjukkan kepedulian satu sama lain. Ketika hubungan bromance dinilai dari sudut pandang yang sempit, laki-laki menjadi segan untuk menunjukkan afeksi kepada sahabatnya karena takut akan dikaitkan dengan orientasi tertentu yang bukan miliknya.

2. Laki-laki sejati tidak perlu terlalu dekat dengan teman pria

ilustrasi bromance (freepik.com/freepik)

Pandangan konservatif sering kali menanamkan pemikiran bahwa laki-laki sejati harus tangguh, independen, dan tidak terlalu dekat secara emosional dengan sesama pria. Hal ini menimbulkan stereotipe bahwa menunjukkan kedekatan emosional adalah tanda kelemahan. Dalam kerangka ini, laki-laki didorong untuk menyembunyikan perasaan dan menghindari keterbukaan dalam persahabatan.

Hubungan bromance justru menjadi bentuk perlawanan terhadap narasi kaku mengenai maskulinitas. Melalui kedekatan tersebut, laki-laki dapat menemukan ruang untuk menjadi rentan, berbagi cerita pribadi, dan mendapatkan dukungan emosional tanpa dihakimi. Pandangan bahwa kedekatan sesama pria melemahkan kejantanan hanya mempersempit ruang bagi perkembangan emosional laki-laki.

3. Ekspresi fisik dalam bromance dianggap tidak wajar

ilustrasi bromance (freepik.com/freepik)

Salah kaprah lainnya adalah ketika ekspresi fisik dalam bromance, seperti berpelukan, merangkul, atau menepuk bahu dengan penuh afeksi, dianggap sebagai sesuatu yang tidak wajar. Dalam masyarakat yang cenderung mengaitkan kedekatan fisik dengan hubungan romantis, hal-hal seperti ini sering dipandang dengan curiga atau bahkan dianggap aneh. Padahal, ekspresi fisik merupakan bagian dari komunikasi nonverbal yang penting dalam menjalin keintiman emosional dan rasa aman dalam sebuah persahabatan.

Ketika laki-laki tidak diperbolehkan menunjukkan afeksi fisik, hal tersebut memperkuat batas-batas kaku dalam interaksi sosial mereka. Tidak semua sentuhan fisik bermakna seksual, banyak di antaranya hanyalah bentuk ekspresi kasih sayang dan solidaritas. Jika masyarakat mampu memahami konteks dan makna dari ekspresi fisik dalam bromance, maka akan tercipta ruang sosial yang lebih terbuka dan suportif bagi laki-laki untuk saling mendukung satu sama lain.

4. Bromance hanya terjadi di kalangan laki-laki muda

ilustrasi bromance (freepik.com/freepik)

Ada pandangan keliru bahwa hubungan bromance hanya relevan untuk kalangan laki-laki muda yang belum menikah atau belum memiliki tanggung jawab keluarga. Dalam kenyataannya, kebutuhan akan hubungan emosional yang kuat tidak terbatas pada usia atau status kehidupan. Laki-laki dewasa maupun yang telah berkeluarga tetap memerlukan teman dekat untuk berbagi, berdiskusi, dan mendapatkan dukungan emosional.

Hubungan yang akrab antarsesama laki-laki tetap relevan sepanjang hidup, termasuk di masa dewasa dan usia lanjut. Banyak dari hubungan tersebut bahkan berkembang lebih kuat seiring bertambahnya usia, karena dilandasi oleh pengalaman hidup yang lebih kompleks dan saling pengertian yang lebih dalam. Jika pandangan sempit ini terus dipelihara, maka akan semakin banyak laki-laki dewasa yang merasa kesepian dan kehilangan akses terhadap hubungan emosional yang bermakna.

5. Laki-laki yang memiliki bromance tidak mandiri

ilustrasi bromance (freepik.com/freepik)

Kesalahan persepsi lainnya adalah menganggap bahwa laki-laki yang memiliki hubungan bromance adalah pribadi yang tidak mandiri atau terlalu bergantung pada temannya. Pandangan ini mengasumsikan bahwa ketergantungan emosional adalah sesuatu yang negatif dan bertentangan dengan konsep kemandirian. Padahal, memiliki seseorang yang dipercaya dan dijadikan tempat bersandar secara emosional bukanlah bentuk kelemahan, melainkan tanda kedewasaan dan kesehatan emosional yang baik.

Mandiri tidak berarti harus menutup diri dari dukungan orang lain. Dalam bromance, dukungan tersebut bersifat timbal balik dan saling menguatkan. Justru dengan adanya dukungan emosional dari teman dekat, seseorang dapat mengembangkan ketahanan mental yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan hidup. Ketergantungan emosional yang sehat berbeda dengan ketergantungan yang bersifat destruktif, dan perlu dibedakan dengan cermat.

6. Bromance mengganggu hubungan romantis

ilustrasi bromance (freepik.com/freepik)

Sebagian orang berpikir bahwa hubungan bromance dapat menjadi gangguan dalam hubungan romantis, terutama jika salah satu dari pasangan merasa cemburu atau tidak nyaman dengan kehadiran teman dekat dari lawan jenis. Pandangan ini dapat menimbulkan konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Persahabatan yang sehat seharusnya tidak menjadi ancaman dalam hubungan romantis, justru dapat menjadi pelengkap yang positif jika didasari oleh komunikasi dan batasan yang jelas.

Dalam hubungan bromance, nilai kepercayaan dan saling pengertian justru bisa memberikan dampak positif pada cara seseorang menjalani hubungan romantis. Seseorang yang memiliki dukungan sosial dari sahabat biasanya lebih stabil secara emosional, memiliki empati yang tinggi, dan mampu berkomunikasi secara efektif dalam hubungan percintaan. Ketika pasangan romantis memahami bahwa kehadiran bromance tidak berarti mengurangi kualitas cinta, justru hubungan yang dimiliki akan semakin sehat dan harmonis.

7. Bromance tidak penting dalam kehidupan sosial laki-laki

ilustrasi bromance (freepik.com/freepik)

Sebagian besar anggapan lama cenderung menempatkan persahabatan laki-laki dalam peran yang sekunder, seolah tidak sepenting hubungan profesional atau hubungan keluarga. Hal ini menjadikan bromance tampak tidak esensial dan bahkan dianggap sebagai sesuatu yang dapat diabaikan. Namun, jika dilihat dari sisi kesehatan psikologis dan kesejahteraan sosial, hubungan bromance justru memberikan dampak positif yang signifikan.

Hubungan yang sehat dan mendalam, seperti bromance, merupakan salah satu pilar penting dalam membentuk jaringan sosial yang kuat. Tanpa relasi seperti ini, banyak laki-laki menghadapi risiko isolasi sosial yang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan fisik. Penting untuk menghapus anggapan bahwa bromance tidak membawa manfaat, dan mulai membangun pemahaman bahwa persahabatan laki-laki yang penuh dukungan dan kejujuran adalah bagian dari gaya hidup yang seimbang dan sehat.

Memahaminya secara tepat membantu membuka ruang bagi laki-laki untuk menjadi lebih ekspresif, peduli, dan saling mendukung tanpa tekanan stereotipe. Masyarakat perlu mengoreksi pandangan yang keliru agar tidak terus mengekang kedekatan emosional yang seharusnya menjadi hal yang wajar dan membangun.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Wahyu Kurniawan
EditorWahyu Kurniawan
Follow Us