Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bertengkar (pexels.com/Vera Arsic)

Intinya sih...

  • Sering bertengkar karena hal sepele, menunjukkan komunikasi buruk dan ketegangan emosional yang tidak tersalurkan dengan baik.

  • Hubungan terasa seperti roller coaster emosi, dinamika naik-turun bisa memicu kecemasan berlebih dan sulit dipertahankan dalam jangka panjang.

  • Sering memutuskan untuk putus lalu balikan, pola ini bisa menjadi siklus yang hanya memperparah keadaan.

Kadang hubungan terasa seru, tapi ternyata melelahkan. Hubungan seperti ini sering disebut hubungan “nutty”, penuh gejolak, dinamis, dan sulit ditebak. Ada sisi menyenangkan, tetapi juga menyimpan banyak kekacauan emosional.

Jika kamu terus-menerus merasa bingung, cemas, atau bahkan kewalahan, mungkin kamu sedang terjebak dalam dinamika semacam ini. Hubungan nutty bukan berarti selalu buruk, tapi cenderung tidak sehat dalam jangka panjang. Mari simak tujuh tanda yang bisa menjadi alarm bahwa hubunganmu sedang tidak baik-baik saja.

1. Sering bertengkar karena hal sepele

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Budgeron Bach)

Pertengkaran adalah hal wajar dalam hubungan, tapi jika terjadi hampir setiap hari karena hal kecil, itu bisa jadi tanda bahaya. Misalnya, kamu dan pasangan saling menyalahkan hanya karena pilihan tempat makan atau chat yang belum dibalas. Ini menunjukkan komunikasi yang buruk dan ketegangan emosional yang tidak tersalurkan dengan baik.

Ketika masalah-masalah kecil memicu pertengkaran besar, hubungan jadi sulit berkembang secara sehat. Ketegangan semacam ini biasanya berakar pada perasaan tidak aman atau kurangnya kepercayaan. Jika tidak segera ditangani, hubungan bisa berubah menjadi ladang konflik tanpa solusi.

2. Hubungan terasa seperti roller coaster emosi

ilustrasi bertengkar (pexels.com/SHVETS production)

Satu hari kalian bisa sangat mesra, tapi keesokan harinya bisa saling mendiamkan tanpa alasan jelas. Perubahan emosi yang ekstrem ini bikin kamu merasa bingung dan lelah secara mental. Hubungan yang sehat seharusnya memberikan kestabilan, bukan drama tanpa akhir.

Dinamika yang naik-turun seperti ini sering kali muncul dari pola hubungan yang tidak konsisten. Ketika tidak ada kejelasan arah, kamu akan terus merasa tidak aman dan mudah tersulut. Hubungan seperti ini bisa memicu kecemasan berlebih dan sulit untuk dipertahankan dalam jangka panjang.

3. Sering memutuskan untuk putus, lalu balikan lagi

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/RDNE Stock project)

Pola putus-nyambung berkali-kali bisa jadi tanda bahwa hubunganmu memang tidak stabil. Meskipun terasa romantis saat balikan, pola ini menyimpan luka emosional yang terus bertumpuk. Setiap kali putus, ada rasa kecewa dan kehilangan yang makin dalam.

Hubungan yang sehat bukan tentang siapa yang paling tahan menghadapi luka, tapi bagaimana kalian bisa membangun kepercayaan dan kedewasaan bersama. Balikan bukan selalu berarti memperbaiki, apalagi jika masalah yang sama terus berulang. Ini bisa jadi siklus yang hanya memperparah keadaan.

4. Rasa cemburu dan posesif yang berlebihan

ilustrasi cemburu (freepik.com/drobotdean)

Rasa cemburu yang muncul terus-menerus bisa mengindikasikan ketidakpercayaan yang mendalam. Pasanganmu mungkin melarang kamu bergaul dengan teman tertentu atau mengecek ponselmu tanpa izin. Ini bukan cinta, tapi kontrol yang menyamar jadi perhatian.

Cemburu berlebihan bisa melumpuhkan rasa percaya dan membentuk iklim hubungan yang penuh ketakutan. Jika kamu merasa harus selalu memberi laporan tentang aktivitasmu, maka hubungan sudah tidak lagi setara. Kepercayaan adalah fondasi yang tidak bisa digantikan dengan pengawasan.

5. Saling menjatuhkan dalam bercanda

ilustrasi bertengkar (pexels.com/wayhomestudio)

Candaan di antara pasangan adalah hal yang menyenangkan, tapi jika terlalu sering jadi ajang sindiran, itu bisa menyakitkan. Misalnya, pasanganmu sering bercanda soal penampilanmu atau masa lalumu di depan orang lain. Ini membuatmu merasa tidak dihargai dan direndahkan.

Ketika bercanda jadi alat untuk melampiaskan kekesalan tersembunyi, itu bisa melukai harga diri. Hubungan yang sehat seharusnya mengangkat dan mendukung, bukan membuat kamu merasa buruk. Perhatikan apakah candaan kalian masih dalam batas wajar atau sudah merusak.

6. Sering saling mengancam untuk mengakhiri hubungan

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Keira Burton)

Dalam konflik, salah satu dari kalian mungkin sering mengancam untuk putus sebagai bentuk manipulasi. Ini bukan cara menyelesaikan masalah, tapi taktik untuk mengendalikan situasi. Mengancam hubungan hanya akan menciptakan ketegangan dan rasa tidak aman yang terus membayangi.

Kebiasaan seperti ini bisa membuat kamu merasa seolah hubungan berada di ujung tanduk setiap waktu. Padahal, hubungan yang sehat butuh komitmen, bukan ancaman. Jika setiap masalah berujung pada "kalau gitu kita putus aja", maka hubungan kalian berada di zona bahaya.

7. Kamu merasa kehilangan diri sendiri

ilustrasi bertengkar (pexels.com/RDNE Stock project)

Tanda paling serius dari hubungan nutty adalah saat kamu merasa tidak lagi menjadi dirimu sendiri. Kamu mungkin mengubah banyak hal demi menyenangkan pasangan, hingga lupa siapa sebenarnya kamu. Kehilangan jati diri demi cinta bukanlah hal romantis, tapi bentuk pengorbanan yang tidak sehat.

Jika kamu merasa lebih sering tidak bahagia, tertekan, atau bingung dengan identitasmu, itu sinyal untuk mengevaluasi hubungan. Cinta seharusnya membuat kamu tumbuh, bukan mengecil. Jangan sampai dinamika hubungan mengaburkan nilai dan tujuan hidupmu sendiri.

Hubungan nutty memang bisa memberi sensasi dan emosi yang intens, tapi itu bukan alasan untuk terus bertahan. Hubungan yang sehat dibangun dari rasa aman, kepercayaan, dan dukungan emosional yang stabil. Jangan ragu untuk mengambil langkah keluar jika hubunganmu justru membuatmu merasa terpuruk.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team